10

233 25 2
                                    

Camilla's pov

Aku menimang-nimang sebuah kacamata diatas pangkuanku. Apa kau tahu, siapa si pemilik kacamata ini? Ia adalah Louis.

Ya, sepulang sekolah tadi aku tidak sengaja bertemu dengannya. Dan, yang lebih mengejutkan lagi, Louis menukar kacamata milik-ku dengan miliknya.

"Camilla!" Teriak seseorang dari luar kamarku, yang tak lain adalah Ibu.

"Ya, sebentar Bu." Aku pun cepat-cepat meletakan kacamata milik Louis diatas meja belajarku, dan segera menemui Ibu sebelum mendapat omelan-omelan dari wanita itu.

"Kemana kacamatamu?" Tanya Ibu yang sepertinya sadar jika, aku tidak menggenakan kacamata milik-ku.

"A--aku, aku meletakannya diatas meja belajarku." Jawabku sedikit terbata. Ibu mengerutkan keningnya, saat mendengar jawabanku.

"Apa kau sedang menyembunyikan sesuatu dariku?" Selidik Ibu sambil mengedarkan seluruh pandangan kedalam kamarku.

"T-tidak. Tentu saja, aku tidak menyembunyikan apapun darimu, Bu." Tiba-tiba saja, Ibu memasuki kamarku dan meraih kacamata milik Louis.

Tamat sudah riwayatku.

"Kacamata milik siapa ini? kurasa, ini bukan milikmu." Astaga, apa yang harus kukatakann pada Ibu? apakah aku harus berkata jujur kepadanya?

"Camilla, apa kau sedang menyembunyikan seseorang didalam kamarmu? apa yang kau lakukan selama aku tidak berada dirumah? apa jangan-jangan kau membawa masuk lela-"

Aku pun cepat-cepat memotong perkataan Ibu.

"Tidak Bu, semua yang Ibu pikirkan sama sekali tidak benar. Kacamata itu adalah, kacamata milik temanku, Louis. Sepulang sekolah tadi, kami saling bertukar kacamata. Aku tahu itu terdengar konyol akan tetapi, aku berkata jujur padamu, Bu." Jelasku panjang lebar.

"Jadi, kau sudah memiliki kekasih ya?" Aku pun tersentak mendengar pertanyaan Ibu. Kenapa tiba-tiba saja, Ia berpikiran seperti itu?

"Astaga, Camilla. Aku minta maaf karena telah berburuk sangka, kepadamu. Lagipula, kau sudah cukup dewasa untuk hal-hal seperti 'itu'." Ibu pun tersenyum, dan berlalu pergi meninggalkanku.

Apa maksud Ibu? Kau sudah cukup dewasa untuk hal-hal seperti 'itu.'

Apa jangan-jangan Ibu berpikiran yang tidak-tidak?!

"IBUUUUU!" Kedua bola mataku pun membulat. Dekat dengan lelaki saja tidak pernah. Bagaimana bisa, aku melakukan hal-hal aneh seperti itu.

Kecuali ..... Louis.

**

Aku menyeruput orange juice yang diberikan oleh Louis. Sekedar informasi, kini aku sedang berkunjung kerumah Louis.

Ya, akhir-akhir ini kami semakin dekat. Bahkan, aku kembali bersahabat dengannya.

Dan, yang membuatku merasa sangat teramat bahagia adalah, Eleanor dan Louis tidak lagi bersama.

Kupikir, Eleanor benar-benar mencintai Louis, seperti Louis yang mencintai Eleanor. Akan tetapi, Ia hanya menjadikan Louis sebagai bahan permainannya. Keterlaluan.

"Camilla, apa yang kau pikirkan?" Tanya Louis yang sedari tadi sibuk dengan Play Station miliknya.

"Ka-- ugh, maksudku Kakek-ku. Ya, Kakek-ku." Bodoh sekali kau, Cam. Hampir saja, aku kelepasan untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Kakek-mu? bukankah kedua kakek-mu sudah meninggal dunia?" Louis pun menghentikan permainannya, dan menatapku dengan tatapan aneh.

Kau memang pembohong yang sangat handal, Camilla Swan.

Aku hanya bisa merutuki kebodohanku sendiri, didalam hati.

"Uh, lupakan saja." Aku pun cepat-cepat mengalihkan pandanganku dari wajah Louis.

Jujur saja, aku masih merasa sedikit canggung untuk berada disekitarnya.

"Ngomong-ngomong, ini kacamatamu. Kurasa, minus dimataku bertambah karena, menggenakan kacamata milikmu, hahaha." Louis pun melepas kacamata milik-ku, dan memasangkannya padaku.

"Setidaknya, kau cocok dengan kacamata-mu sendiri." Ucap Louis sambil menjawil hidungku.

Aku pun terkekeh mendengar ucapan Louis. Kalau dilihat-lihat, Louis memang sangat tampan. Apalagi, jika Ia sedang tertawa seperti itu.

"Sudah puas menatapku, Miss Swan?" Oh, sial. Ternyata, Ia menyadarinya.

"Ck, percaya dirimu itu tinggi sekali, Lou." Aku hanya memutar kedua bola mataku.

"Hahaha, aku suka saat kau memutar kedua bola matamu itu, Cam."

Apa Louis baru aja mengatakan bahwa, Ia menyukaiku secara tidak langsung? ugh, jangan terlalu percaya diri, Camilla. Ingat, Louis adalah sahabatmu. Sa.ha.bat.

"Sebenarnya, ada hubungan apa diantara kau dan Luke?" Tanya Louis tiba-tiba.

"Aku dan Luke? tidak ada hubungan apapun diantara kami. Kami hanyalah sebatas teman, tidak lebih." Tiba-tiba saja, Louis tersenyum menyeringai. Ia pun mendekatkan posisi wajahnya kearahku.

"L-Lou, apa yang kau lakukan?" Tanyaku kikuk. Mungkin, pelipisku sudah mengeluarkan keringat karena, aku benar-benar merasa gugup.

"Karena, kau dan Luke hanyalah sebatas teman. Itu artinya, aku dapat melakukan 'ini' kepadamu. Karena, aku sahabatmu." Jujur saja, aku merasa sedikit kecewa mendengar kata sahabat. Tetapi, memang itulah kenyataannya.

Dan, dapat kurasakan deru napas milik Louis yang sedikit hangat menerpa wajahku.

Kini, hidung kami sudah saling bersentuhan, dan sejurus kemudian sebuah benda lembut dan sedikit basah menyentuh bibirku.

Aku pun memejamkan kedua bola mataku, dan meletakan kedua lenganku pada leher jenjang milik Louis.

"I love you, Camilla." Bisik Louis tepat pada telinga kananku.

* * * * *

Hohohohoi kaysaa kome bek, yeaaaaay glasses sudah tamaaat huhuuuhhu yeaaaayyy.... ayoo ayoo diperbanyak vomment nya para readers semuuaahhh... okay lah begitu saja, Epilogue nyusuull yeaaa...

Vomment(s)

Glasses ♡ l.tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang