『 Tersenyumlah selagi Tuhan masih memberimu kesempatan untuk berjuang. 』
Chapter 07 : Ketakutan
.
˚⸙͎۪۫⋆
.
Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah kasus baru yang sering terjadi di suatu keluarga. Entah itu berakhir ringan atau berat sampai mengguncang mental para korban.Sejak kecil, Taehyung terbiasa mengalami pemukulan juga penghinaan dari sosok seorang ayah yang senang mengangkat tangan untuk melampiaskan nafsu kekesalan semata. Ibunya pun tak pernah luput dari luka memar atau goresan benda tajam selama bertahun-tahun.
Dia ingin lepas dari kekangan pria kejam tersebut tapi selalu berakhir kegagalan sebab tak ada satupun dari pihak sanak saudara mau ikut campur urusan menyedihkan mereka. Terlebih, ibu Taehyung hanya wanita yatim-piatu yang dibesarkan oleh lembaga panti asuhan sebelum menikahi bajingan tak bermoral.
Taehyung hampir berpikir untuk menyerah setiap saat, setiap detik, jam maupun hari.
Dia lelah menerima semua luka baru maupun luka lama namun ketika air mata ibunya menetes, Taehyung sulit mengaku kalah pada takdir dunia.
Sayang, bukan hanya kekerasan fisik yang harus dialami sepasang ibu dan anak. Kepala keluarga mereka bahkan lebih senang menghabiskan setumpuk uang demi pelacur murahan di tempat bordir daripada menyerahkannya untuk memenuhi kebutuhan istri pun anak semata wayang.
Taehyung marah luar biasa.
Kekecewaan menyeruak mengikis sisi hati nurani untuk perasaan rindu akan sebuah kebahagiaan.
Hingga usia 14 tahun terinjak, Taehyung pernah bertekad untuk mengakhiri hidupnya sendiri sebab menerima perlakuan tak senonoh dari wanita simpanan ayahnya kala itu.
Dia berontak, memohon, menangis juga bersimpuh bagaikan seekor kucing liar.
Trauma datang mengutuk Taehyung disetiap mimpi buruk tentang kejadian malam gelap.
Dia benci saat ada wanita lain menyentuh sembarangan meskipun atas dasar ketidaksengajaan.
Menggigil hebat, pusing juga mual terus meradang memberi frasa kengerian akan memori kelam.
Ibunya tidak pernah tahu sebab Taehyung memilih memendam segala permasalahan seorang diri. Enggan membiarkan wanita kuyu tersebut terus tersiksa jikalau sadar bahwa putra kesayangannya sudah terlanjur mengalami pelecehan menjijikkan.
“Andai bunuh diri bukan dosa, gue pengen minta Tuhan buat ambil nyawa busuk ini sekarang juga.” Taehyung berkata datar selagi memandang sekumpulan bintang-bintang yang bersinar terang.
“Taehyung.”
“Cuma lo yang tahu masalah gue, maaf ya. Pasti lo jadi merasa terbebani.”
“Pernah denger kalimat bijak ini gak?” Suara lembut seseorang buat Taehyung menoleh ringan. Dia mengangkat sebelah alis tanda bertanya.
“Tersenyumlah selagi Tuhan masih memberimu kesempatan untuk berjuang.”
Mengulum senyuman geli namun riang, Taehyung tahu jika luka hati dia mulai sedikit berkurang oleh hiburan dari sang teman.
“Jimin, lo beneran mau balik ke luar kota?”
Jimin, nama teman pertama Taehyung diam menutup mulut rapat-rapat.
Ia tersenyum tipis, raih bahu Taehyung perlahan-lahan lalu memberi pelukan erat sebatas perpisahan semata.
“Maaf.”
“Jim, gue jadi sendirian.” bisik Taehyung lirih dengan mata memerah perih.
Teman yang berharga, tempat terbaik Taehyung setiap menumpahkan keluh kesah. Ia harus menerima keputusan pihak lain meski kesedihan melilit relung hati kuat-kuat.
“Taehyung, tunggu gue pulang nemuin lo. Janji.”
Sebaris janji diucapkan kelewat tegas meski mereka tidak tahu kapan harapan itu akan terwujud.
Taehyung menggeleng pasrah, balas pelukan Jimin erat sebelum menunduk. Menyembunyikan wajah basah diam-diam.
“Gue takut, Jim.”
Taehyung ketakutan.
Sangat takut.
Benar-benar ingin lari dari kejaran pilu dunia.
.
.
.
Bagi Jungkook, senyuman Taehyung bagaikan Langit luas yang sulit ia jabarkan dengan sekadar kata-kata atau lewat pujian rasa.
Awal mula hanya dorongan dari ilusi keingintahuan saja lalu beranjak menjadi perasaan untuk saling memahami pun mengerti satu sama lain. Jungkook ingin mempelajari semua tentang Taehyung seorang. Ingin menjadi tempat dia bersandar juga bertumpu melawan kesulitan.
Meskipun nanti harus menerima penolakan, Jungkook enggan untuk menyerah. Melepas intuisi hatinya agar menjaga Taehyung dari segala goresan duka maupun luka lara.
“Lo suka sama dia?”
Mingyu berbaring terlentang sembari pandangi plafon kamar Jungkook. Dia sedang ingin menginap, omong-omong. Sekalian bertanya tentang isi obrolan mereka sepulang sekolah kelewat gelisah.
Hei, siapa yang tidak akan gelisah kalau teman masa kecilmu tiba-tiba saja mengubah orientasi seksualnya menjadi belok?
“Gimana menurut lo?” Jungkook balik bertanya malas.
“Kalau lo suka, coba omongin langsung. Jangan diem doang kayak lagi nahan berak.”
Bugh
Buku komik dilempar sadis tepat menghantam wajah Mingyu.
“Lo kira gampang?!” sahutnya sinis dan duduk selagi menuangkan jus jeruk dekat meja kecil.
Mingyu berdecak, ingin berteriak marah tapi terpaksa ditahan demi keselamatan jiwa-raga. Mengingat bahwa amarah Jungkook lebih menyeramkan daripada setan.
“Gue yakin Taehyung juga suka sama lo, kenapa pake acara ragu sekali sih?”
Si tolol Bagaskara.
“Coba bayangin aja kalau lo suka sama Eunwoo, bayangan dulu, bangsat. Kira-kira gampang gak ngomong langsung?”
Terdiam kaku.
Mingyu cemberut tanda kesal begitu mendengar pengibaratan Jungkook yang menyeret nama Eunwoo tiba-tiba.
“Najis, ngapain juga gue suka sama si Gio anjing.”
“Capek gue ngomong sama orang tolol, kagak akan selesai.”
Menendang kaki Mingyu agar bergeser, Jungkook buka layar ponselnya dengan dengusan dingin. Ada cukup banyak pesan yang belum dia baca karena terlalu malas untuk membalas. Entah itu dari grup kelas, ekstrakulikuler, teman alumni, teman bermain game dan lain sebagainya.
Sayang, tidak pernah ada pesan dari, tunggu!
“Anjir, Taehyung nge-chat gue.”
Heboh, Jungkook berguling turun dari atas ranjang dan berlarian mondar-mandir mencari pakaian layak selepas membaca kalimat sederhana dari Taehyung melalui aplikasi chatting beberapa menit lalu. Mingyu melongo heran, intip layar ponsel Jungkook yang tertinggal begitu saja lalu ber 'oh' ria diselingi sorot mata rumit.
[ Jungkook boleh ketemu? Gue nunggu dipertigaan deket rumah lo. ]
Sialan, cuma ketemuan di jalan tapi ributnya seperti mau menghadiri pemakaman.
“Angkasa, pulangnya beliin gue martabak.”
“Miskin lo, minta sama Eunwoo aja sono.”
Brak
Pintu kamar dibanting kencang.
Mingyu menggertak marah tapi menuruti saran Jungkook dan segera menekan nomor kontak Eunwoo untuk menghubungi lewat chatting WhatsApp.
[ Gio anjing, lo wajib beliin gue martabak. Nginep juga di rumah Jungkook sini, temenin gue. ]
Send.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 | KV ✓
Fanfiction365 hari Angkasa mengenal sosok menawan Langit. Au lokal. Angkasa as Jeon Jungkook Langit as Kim Taehyung