00. Prologue.

2.7K 298 25
                                    

00. Prologue.

El Javas menerima surat pengunduran diri yang diajukan oleh sekretarisnya, Isabella Ganesha. Lelaki itu lamat-lamat mengamati kertas di tangannya, sesekali dia melirik keberadaan Isa yang sedang berdiri menghadap meja kerja lelaki itu.

"Kenapa, Sa?"

Isa tergugu. Dia menghela napas ketika mendapati pertanyaan itu. Karena sebelum dia menulis dan mencetak surat tersebut, Isabella jelas-jelas mempertimbangkan beberapa pertanyaan yang mungkin saja dilontarkan oleh El Javas—atasan, sekaligus teman semasa kuliahnya. Dan benar saja, buktinya saat itu Isabella sedang berusaha melafalkan jawaban yang sudah dia susun sebelumnya. Entah kenapa, tapi perempuan itu seperti enggan. Dia memang tidak mau meninggalkan perusahaan tempatnya bernaung beberapa tahun ini. Tapi, entah kenapa Isa memilih untuk pergi.

"Gue mau pindah ke Jepang lusa, El." Isa menjawab begitu. "Karena nggak mungkin gue pergi tanpa pamitan sama lo, sama orang-orang di sini. Karena hari ini beneran hari terakhir gue, besok dipake buat prepare. Sorry."

El menghela nafasnya, "Mendadak?" Dan perempuan itu mengangguk. "It's okay. Gue menghargai keputusan lo buat berhenti kerja sama gue."

"Thanks, El." Isa mengucapkan banyak kalimat syukur dari mulutnya. Dia tersenyum sumir ketika matanya tak sengaja berpapasan dengan sorot milik El Javas.

"Your boyfriend is in a scandal," lelaki itu beranjak dari duduknya. "Gue ingetin, Sa. Lo temen gue, gue kenal baik sama lo dari lama. And I warn you not to spend time reading bad comments about your boyfriend."

Tiba-tiba Isabella gugup. Jari-jemarinya bertautan dan berkeringat begitu saja, matanya ragu-ragu ingin mendapati sorot itu lagi. "Lo tau?"

"Jelas. Dia rival gue. Gue selalu mantau itu orang kalau-kalau dia godain Jane. Jadi jauh sebelum skandal itu dirilis, gue udah lebih dulu tahu. And sorry, gue nggak berniat sembunyiin apapun dari lo."

"Bentar ...." Isa memastikan. "Mantau Elan?"

"Yap." Semula dia menghadap kaca besar di ruangan itu, kini dia telah terduduk kembali sembari mempersilahkan Isa untuk ikut duduk di kursi seberangnya. "Gue mergokin Elan lagi flirting si Jane. Dan waktu itu gue biasa aja, malah cuman ngetawain muka temen gue yang keliatan kesel itu. Tapi, gue emosi pas dia ngajakin Jane buat one night stand."

"Shit?!" Isa menutup mulutnya. "Gue emang nggak pernah salah buat lepasin cowok kayak begitu."

"Good girl." El Javas kembali menginterupsi, "Lo tadi bohong. Bukan karena harus pindah ke Jepang dan skandal cowok lo itu, kan?"

Isa menggigit bibir bawahnya, bola mata perempuan itu bergerak-gerak menimbang. Tapi di detik berikutnya, Isabella mengatakan jawaban yang sebenarnya.

"Gue harus ngelanjutin bisnis bokap disana. Mau nggak mau sih. Plus, I'm getting married."

"Seriously, Isabella?"

"Ya begitulah."

"So???"

"Ya begitu. But not with him. Intinya, gue nggak kawin sama si Elan tai ledig itu."

"Berarti?"

"Gue udah putus dari lama, hello." Isa  tergelak. "Kayaknya, gue beneran minta maaf karena harus pamit, El. Soal pindah ke Jepang, itu gue beneran. Dan besok gue bakal nyempetin waktu buat pamitan ke Ibu. Ada, kan?"

"Ada. Nyokap sibuk ngurus anak." Dan Isa terkekeh.

Kemudian dia melipat bibirnya. Kedua tangan gadis itu mengepal, lantas dia bangkit dan mendekati lelaki yang mungkin saat ini sekedar temannya saja, bukan lagi atasan yang suka menghilang setiap kali ada rapat penting. Isabella merangkul tubuh jangkung lelaki itu. Tangannya spontan mengusap punggung Isa, dan El menghembuskan napasnya.

Another Sunday.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang