5

16 1 0
                                    

Hujan telah reda, ketika aku sampai di kafe aku melihat, Rachel dan Samatha menatap tajam ke arahku.
Apa gerangan? Apa mereka sudah menunggu dari tadi.

"Sorry ponselku mati baterainya habis."

Kulihat mata ke dua sahabatku menatapku seakan menuntut.

"Sorry buat kalian nunggu lama."

Aku menggaruk tengkuk.

"Kenapa, Ada apa ya?"

"Oh jadi gitu, udah sembunyi-sembunyi dari kita." Ucap Rachel membuatku tambah bingung.

"Apa yang gue sembunyiin, nggak ada."

"Yang nganterin lo tadi siapa?"

"Oh." Aku mengerti jadi persoalan yang mengantarkan ku tadi, sungguh mereka bermata elang, kupikir dari dalam ia tak melihatku turun dari mobil.

"Jangan suudzon gitu dong, sesama pelamar kerja, karena ponselku mati terus aku minta tolong mengantarku kesini dan kebetulan searah."

Aku melihat mereka cair seketika, meski aku bohong malas saja menjelaskan panjang lebar.

"Gimana hasil interviewnya?" Tanya Samatha.

Aku hanya mengangkat bahu, mereka tau meski setelah interview keputusan tidak ditentukan hari itu juga.

"Oh ya Restu, lo di luar tadi nggak papasan sama Bapak Fahmi Kai."

"Sama siapa?"

Sekali sebut saja sudah dengar tapi aku ingin sekali lagi mendengar nama itu di sebut, tapi kulihat Samatha menatap Rachel kesal ia menutup matanya, aku tau ia menyesali Rachel.
Pikiranku terpecah saat ini atau pikiranku mendadak kacau. Aku menoleh kiri-kanan mencari sosoknya bahkan Samatha dan Rachel tak ku pedulikan lagi aku setengah berlari mencarinya di luar.

Setelah hampir lima tahun, aku kira hati ini akan baik-baik saja, tapi nyatanya sejauh apapun aku menghindar dan melupakan tetap saja hati ini masih sakit. Tak kulihat ia di sekitar aku menata kembali hati, mengatur nafas dan menjernihkan pikiran, aku takut ke dua sahabatku di dalam khawatir padaku.

"Gue kan sudah bilang Restu itu susah move on, harusnya lo nggak usah sebut dia, Restu sangat sensitif jika menyangkut Bapak Fahmi."

"Iya sih sorry."

Aku kembali ke meja dengan menebar senyum yang ku paksakan.

"Kalian sudah datang dari tadi tapi belum pesan."

"Udah kok." Jawab Samatha

"Res, maaf ya." Ucap Rachel.

"Apaan kok minta maaf."

"Harusnya gue nggak perlu bilang kalau Bapak Fahmi tadi ada disini."

"Nggak apa-apa kali, emang kenapa? kalian kira gue masih bucin ya sama Pak Kai, maaf dia suami orang."

"Terus lo lari-lari keluar?"

"Gue ke toilet, kebelet."

Baiklah, sepertinya alasanku di terima oleh Rachel, tapi tidak bagi Samatha lihatlah tatapannya padaku sepertinya ia masih khawatir.

"Restu gue mau tanya?"

"Apa Sam."

"Kalau misalnya Pak Fahmi Kai datang sama lo, dalam artian dia suka dan minta lo jadi pasangannya?"

"Oh, nggak mungkin, hi is marriage."

"Lelaki bisa mencintai dua wanita sekaligus." Timpal Rachel.

"Ini hanya semisalnya Restu."

Aku menatap Samatha, ia berada dalam serius mode on, sepertinya ia antusias dengan responku, tidak bisa di biarkan salah ucap dia akan tambah khawatir padaku.

"I'm fine, jika dia bisa mencintai dua wanita sekaligus, gue juga bisa respon banyak lelaki secara brutal dan tanpa perasaan."

"Fiks, dia Restu gue sekarang, gue suka gaya lo."

Aku tersenyum dan dia tertawa aku toss dengan Rachel yang ucapannya mendukungku, Samatha mengangguk.

"I like you as pretty savage than sad girl."

Oke, aku berhasil menggiring Bapak Kai menjadi objek candaan. Itu yang terlihat di permukaan tapi I still, my heart amburadul again. Tapi setidaknya mereka berhenti untuk khawatir padaku.

Pesanan datang, dua cangkir matcha latte dan segelas susu putih, Samatha tersenyum, aku tau ia jail lagi pada Rachel, susu putih bahkan di pesan khusus untuk Rachel.

"Bontot perlu minum susu." Ucap Samatha menggoda

Rachel menatap Samatha sinis, tapi masih mengambil segelas susu putih itu menyesap dua teguk.

"Usiaku sudah 24 tahun."

"Setua apapun kamu, terus tumbuh jadi gadis cantik dan menawan bahkan kelak ketika kamu menikah, kamu tetap bontot gue dan Restu."

Samatha mendekap Rachel yang memanyunkan bibir

"Habis ini kita kemana?" Ucap Samatha

"Nonton yuk." Usul Rachel.

"Gimana Res, kita nonton aja nurutin maunya bontot."

"Serah, kalian gue mah sekarang ngikut aja."

"Ada thriller lagi tayang, kayaknya seru." Usul Samatha

"Bontot emang berani nonton thiller." Kali ini aku yang menggodanya.

"Isi dompet Restu lebih seram dari pada thriller."

"Dasar lo ya, kalau ngomong suka benar." Aku agak meninggikan suara, bukan marah tapi terlalu gemas

Samatha tertawa sampai terbahak, Rachel paling muda di antara kami biasanya hanya bertingkah imut, kini savage nya keluar bukan marah tapi rasanya pengen ku uyel-uyel, benar kata Samatha se dewasa apapun Rachel, dia tetap adik kecil Samatha dan Restu.






ResumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang