11

9 1 0
                                    


Syukur Fani pamit jadi aku leluasa menyampaikan bahwa mulai besok akan bekerja.

"Kalang kabut kan si Fani ngomong asal, nggak pakai otak." Omelan Samatha masih.

"Mukanya merah, kena mental gak tuh." Seru Rachel

"Terimakasih sister sudah pasang badan badan buat gue, tapi sudahlah lupain aja, so gue mau ngomong."

"Apa Res?" Rachel penasaran.

"Mulai besok gue sudah kerja." Jawabku

"Wah, akhirnya kerja juga, selamat ya Restu." Ucap Samatha.

"Lega, akhirnya Restu kita akan bekerja, oh ya lo bakal kerja dimana?"

Itulah pertanyaan yang siap nggak siap harus ku jawab, aku menunduk menarik nafas.

"Gue akan bekerja sebagai seorang nanny."

Mereka tercengang, lalu saling pandang.

"Lo nggak lagi bercanda kan?" Tanya Rachel

"Gue serius, aku akan benar-benar menjadi pengasuh mulai besok."

"Res kenapa lo nggak tunggu sebentar lagi, mungkin akan ada pekerjaan lain."

"Sam, tau kan gue sudah berusaha keras tapi nggak ada hasil, hampir dua bulan gue nganggur, gue khawatir kelamaan nganggur membuatku kurang percaya diri lagi hingga putus asa."

"Lo bakal kerja Res, entah gue harus seneng atau sebaliknya Samatha sudah ucapin selamat ke lo, tapi gue nggak bisa." Rachel tunduk matanya berkaca.

Oh, ada apa dengan mereka, se prihatin itukah gue yang bakal jadi baby sitter.

"Ini cuma dua bulan, dan selama itu aku di kasih kesempatan untuk cari pekerjaan lain, gue nggak harus jadi baby sitter pada umumnya."

Samatha dan Rachel menunduk, aku bingung apa yang harus aku ucapkan untuk mencairkan situasi.

"Memang kenapa dengan profesi itu?"

Mereka masih enggan menjawab ku.

"Ibu dari anak itu sudah meninggal, Ayahnya hanya percaya padaku untuk menjaganya, mungkin kalian pikir gue nggak cocok di profesi ini levelnya rendah, gue juga berpikir sama, gue over liquified hanya menjadi seorang pengasuh, tapi perlu kita ketahui bahwa ketika aku menjaganya itu mengganti posisi Ibunya sebagai Madrasah pertama sang anak."

Aku menjelaskan paling logika kepada dua sahabatku, hasilnya mereka tak seperti tadi hanya menunduk, Samatha menatapku, Rachel menyentuh jemariku.

"Tugasku akan jauh lebih berat, ketimbang gue ngurusin file dan laporan kantor, karena aku akan andil membentuk karakter anak ya meski cuma dua bulan sih."

"Iya, kita mengerti, nggak apa-apa Res kita mendukung semua keputusan lo. Kita nggak pandang sebelah mata profesi itu, gue juga di besarin sama pengasuh." Ucap Rachel mempererat genggamannya.

"Thank you Chel, tapi selama gue kerja kita habisin waktu kayak gini bakal jarang lagi."

"Tapi lo chat ya, kita bakal kangen." Lirih Samatha.

"Oke, gue janji balas chat."

Baiklah aku berhasil meyakinkan mereka. Percayalah hal yang sulit banyak berasal dari imajinasi yang kita ciptakan. Kita hanya perlu mencoba saja.

***

Samantha memaksaku dan Rachel agar nginap di apartemennya, katanya malam terakhir sebelum aku debut.

Mobil yang menjemputku berhenti tepat di hadapan kami bertiga, Pak Arsel turun mungkin hendak menyapa. Oh, ia terlihat manly dari pertemuan sebelumnya.

"Lo jangan sampai oleng ke bos lo." Bisik Rachel."

Oleng gimana sih, aku menggeleng, Pak Arsel dadanya bidang, bahunya lebar, tingginya sekitar 170-180, kulitnya kuning langsat, dan yang membuatku insecure itu bibir pink nya, aku membayangkan perawakan  Hyung tertua di BTS, ya kira-kira seperti itu.

"Bos lo meresahkan Res."

Ini lagi, Pak Arsel sudah mendekat jangan sampai mendengar bisikan kunti, Pak Arsel menebar senyum.

Hem, dasar aku meski menepis bisikan kunti Samatha dan kunti Rachel, tiap hari aku bakal melihat Pak Arsel tapi setidaknya akan mengobati sedikit kerinduanku pada Oppa yang lagi wajib militer, ya selama wamil idol kesayangan kurang update.

Semoga doa Rachel terjawab bahwa aku tidak akan oleng sedikitpun, dan tatapan intensnya padaku, karena aku yang di tuju untuk di jemput itu juga cukup meresahkan.

"Dari tadi nunggunya?"

"Nggak juga Pak."

Pak Arsel menatap heran, si duo kunti mengapit ku  Samatha menyampirkan tangan di bahuku, Rachel mendekap sebelah tangan seakan melarangku pergi. Pak Arsel meraih koperku kemudian memasukkannya ke bagasi.

"Boleh kita pergi sekarang?"

Samatha dan Rachel masih menempel, yeah punya teman kelakuannya gini amat.

"Boleh aku bawa teman kalian."

Akhirnya aku menggeliat melepaskan diri.

"Tolong ya Pak, kalau kami pengen ketemu Restu, Restunya jangan di omelin." Seru Rachel.

"Sure, kenapa aku harus ngomel, bahkan jika kalian kangen, kalian bisa berkunjung."

"Okey guys, gue pergi dulu."

Aku memeluk Samatha tapi lagi-lagi ia berbisik

"Bos lo baik, handsome lagi, lo borong semua. Ingat ya ajak kita ke tempat lo." Aku mencubit perutnya pelan, dasar genit.

Lalu memeluk Rachel, kemudian pak Arsel membuka pintu mobil untukku.
Ini seperti aku yang majikan, terakhir aku melihat Samatha dan Rachel saling kode mungkin karena perlakuan manis Pak Arsel.

ResumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang