16

13 1 0
                                    


Tiba-tiba kedua sahabatku jadi ratu roasting, tapi kenapa aku yang jadi bahan. Kalau tau gitu nyesel ajak mereka.

"Aku tau kalau Restu itu introvert parah." Ucap Pak Arsel membuatku ingin tertawa, dasar nggak tau diri, katain aku introvert tapi dia nggak sadar dia sendiri makhluk kutub.

Dan semakin aku menghayati ucapan Pak Arsel semakin bergejolak perutku menahan tawa. Aku menutup mulut.

"Ciri-ciri orang introvert itu, sering habisin waktu di kamar, apapun yang terjadi di luar kamar masa bodoh, malas keramaian, nggak suka suara bising, tapi seorang introvert perasaannya lebih halus, dan tentunya ia cerdas, kadang bekerja hingga larut malam karena ia fokus ketika sepi." Ucapku sesekali melirik pak Arsel.

"Tumben tau diri?" Tanya Samatha.

"Gue ngomongin Pak Arsel, gue nggak ceritain diri sendiri."

Pak Arsel tertawa dan memukul pelan kepalaku dengan boneka teddy bear Sarah.

"Ketika dua introvert bertemu." Ucap Samatha.

"Apa orang introvert itu susah berekspresi ya? Soalnya aku liat Restu ngetik chat haha-hihi tapi wajahnya datar, terus nih ya kalau dia ngantuk tapi nggak bisa tidur dia jadi sewot, ngomel, terus gue kira dia masih ngomel eh ternyata sudah tidur."

Yeah, roasting terus, teman nggak punya akhlak.

"Lo bahas apa sih Chel?" Aku melirik tajam padanya.

"Waktu dia nganggur, Restu suka menyendiri, gue liat kadang dia murung, tapi tiba-tiba senyum sendiri, gue khawatir terus gue tanya lo kenapa."

Samatha menjeda ucapannya, lalu meneguk boba drink, kebanyakan bicara mungkin tenggorokannya jadi kering. Padahal, Pak Arsel pasang telinga.

"Restu bilang imajinasi ku lebih indah dari pada real lifeku yang menyedihkan, makanya kalau kamu liat aku melamun dan tertawa please  jangan ganggu aku nggak gila, cuma saat itu aku pada fase bahagia banget."

Yeah, habis Rachel terbitlah Samatha.

"Lancar banget ya kalau bahas tentang gue!" Protesku.

Pak Arsel tertawa lebih keras.

"Padahal waktu itu dia baru seminggu jadi pengangguran." Ucap Samatha lagi.

"Ya, terusin-terusin nggak apa-apa aku kuat kok." Aku pasrah tapi pengen nangis

"Gue juga pernah iseng tanya, jika di ibaratkan lo ingin jadi apa selain diri lo yang sekarang, dia bilang gue pengen jadi batu aja, biar nggak melakukan apapun."

Kali ini Pak Arsel tertawa sambil melempar bantal ke arah Rachel. Thank's ya kalian yang baru tiba satu jam lalu berhasil sangat akrab sama Pak Arsel, bikin Pak Arsel ngakak, ngacak rambutnya saking gemes hingga lempar bantal.

Entahlah, mengapa itu sangat lucu bagi mereka
Aku memasang wajah tangis, andai Sarah tidak bersamaku, mungkin aku sudah pergi dari sini dari tadi.

"Udah guys kasian liat dia sampai pengen nangis gitu. Ucap Pak Arsel sambil nunjuk aku.

"Oh ya ngomong-ngomong minggu depan kayaknya kita liburan." Usul Pak Arsel.

"Ide bagus Pak." Balas Rachel.

"Hawa kayak panas gini mungkin musim hujan sudah selesai, cari tempat yang adem kalau mau liburan." Usul Samatha juga.

"Dimana ya bagusnya?" Rachel sok berpikir keras.

"Kalau Malang kejauhan kali ya?" Ucap Samatha

"Ada rekomendasi lain nggak?" Tanya Pak Arsel

Dia yang ngajak tapi malah dia yang nggak tau mau kemana?

"Restu diam aja dari tadi, kali aja lo ada rekomendasi tempat yang adem" tanya Samatha.

Aku berdehem, aku terlanjur malas menanggapi.

"Aku merekomendasikan bank, datang saja ke bank, AC di bank berfungsi dengan baik, gue nggak bisa lupa betapa sejuknya di sana."

"Woah...Woah..." Rachel setengah berteriak.

"Bener-bener ya lo." Sambil menunjuk-nunjuk ke aku.

Yeah Pak Arsel makin bengek, Samatha geleng kepala. Rachel habis ketawa lanjut nge-bug.

Sarah memintaku mengantar ke toilet
Kakiku juga agak kram karena memangkunya lama, Samatha dan Rachel berulang ingin menggendong tapi Sarah menolak.

"Restu tuh nggak doyan piknik, ia lebih suka nonton, apa lagi ke konser." Terang Rachel mengarah ke Pak Arsel.

"Impiannya memang nonton konser idol kesayangannya, kalau membahas para idolnya dia paling semangat." Timpal Samatha.

"Ada jadwal konser nggak?" Tanya Pak Arsel

"Nggak tau sih?" Ucap Samatha sambil saling lirik dengan Rachel.

"Apa Restu punya pacar?"

Samatha kaget dengan pertanyaan Arsel, ia tak berhenti bertukar pandang dengan Rachel.

"Kalau itu Bapak bisa tanya langsung saja padanya." Jawab Samatha.

"Iya Pak aku dan Samatha meski sudah lama berteman, tapi Restu tertutup masalah itu."

Aku mendengar potongan pembicaraan mereka, aku kembali pura-pura tidak menguping pembicaraan mereka.

Lalu ponselku bergetar, ada pesan masuk.

"Apa kita bisa ketemu malam nanti?"

Dia lagi, mengapa begitu intens mengajakku bertemu. Aku mengabaikan pesan itu meski aku akan terpengaruh, dan memikirkannya.





ResumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang