25

13 0 0
                                    

Aku membersihkan dan merapikan barang di kamar tamu, barusan Pak Arsel mengirim pesan bahwa Ibunya ikut ke Jakarta.
Ibunya sangat protektif masalah kebersihan karena ia alergi dengan debu, jadi debu sekecil apapun harus di bersihkan.

Pak Arsel yang maha baik juga meminta maaf karena Ibunya sedikit rada killer ia khawatir membuatku tak nyaman.

Sepertinya bukan cuma kamar yang harus ekstra bersih tapi seluruh rumah, aku membantu Bu Nyimas masak lalu membersihkan tiap sudut dan ruangan hingga pukul sebelas aku belum mandi, keringat di dahi dan badan, ah ini cukup membakar lemak hitung-hitung aku jarang banget olahraga hingga berkeringat gini.

Bel pintu berbunyi, aku khawatir jika yang datang Pak Arsel, tapi pesannya, dia kemungkinan sampai pukul satu dan sekarang baru pukul sebelas.

Aku membuka pintu, benar saja Pak Arsel dan Ibunya sudah sampai, Sarah melihatku langsung minta gendong, tapi perempuan yang ku yakini adalah Ibunya Pak Arsel mencegah Sarah.

"Dia keringetan, belum mandi kan kamu?"

Ya ampun, bahkan Ibunya Pak Arsel lebih killer dari yang kubayangkan, lalu ia menatapku dari bawah hingga atas, aku menggaruk tengkuk canggung, memang tidak biasanya aku berpenampilan urakan kayak gini keringetan, belum mandi dan pakaianku kaos oblong dengan celana pendek di atas lutut.

Emang selama disini aku paling jaga penampilan yang sopan tertutup, tapi aku kira sepanjang pagi ini aku bisa santai pakai apapun, tapi Pak Arsel datang terlampau awal.
Ia juga tercengang melihatku pertama  kali dengan celana pendek.

Ibu Pak Arsel menyodorkan tas, mereka masuk dan aku berjalan di belakang mereka, aku liat Pak Arsel senyum tipis, sepertinya sang nenek enggan menyerahkan cucunya. Oke baiklah, aku ke kamar bergegas mandi.

"Restu."

Pak Arsel menyebutku, aku berbalik aku liat ia masih senyum.

"Ada apa Pak?"

"Lo ngapain jam segini belum mandi?"

"Aku membantu Bu Nyimas masak dan membersihkan seluruh ruangan."

"Tapi penampilan kamu tumben dakian gitu."

Giliran aku senyum tipis, seumur hidup baru kali ini ada orang yang menyebutku dakian. Tapi Fahmi Kai pernah bilang tidak mandi seharian tidak mengurangi bagusnya diriku.

"Aku kira Bapak bakal tiba paling jam satu, jadi aku agak santai."

"Oke, kamu mandi dulu dan ini untukmu dan Bu Nyimas."

Ia menyerahkan dua beg, yeah bos yang baik adalah yang membeli oleh-oleh untuk karyawannya.

"Terimakasih."

Aku melesat ke kamar, di dalam barulah aku buka oleh-oleh dari Pak Arsel. Isinya Hoodie warna pink dan clucht cantik, wah tau aja selera cewek mah kayak gini.

Lalu aku mandi dengan semangat, aku menuang seperempat botol sabun cair ke spon, aku juga memakai shampo dan conditioner seperempat botol, jadilah bilik mandi surga busa, ini balas dendam ku karena seseorang barusan menyebut diriku dakian.

Sadar aku cuma pekerja disini, bukan tamu atau nyonya rumah jadinya semua kulakukan secepat mungkin keringkan rambut buru-buru, catokan buru-buru hingga sedikit merias wajah, meski sempat video call dengan Fahmi Kai sekitar dua menit.
Lalu aku keluar saat mereka di meja makan, Ibu Pak Arsel menatapku lagi seperti tatapannya tadi dari atas kebawah.

Ah, aku tidak peduli aku ingin menggendong Sarah, kangen.

"Hay sweet heart, do you miss me?"

"Kamu mau bawa Sarah kemana? Sarah belum makan."

Ibu Pak Arsel menatapku lagi, apa perasaan ku saja, ia seperti tidak suka padaku. Tapi cukup, aku tidak punya kesalahan. Aku menoleh ke Pak Arsel.

"Apa Sarah belum makan? Sarah makan siang sebelum jam dua belas."

"Selama di Surabaya Sarah seperti tidak selera, makannya tidak banyak seperti ketika kamu menyuapinya." Terang Pak Arsel.

"Sarah tidur selama perjalanan bagaimana bisa di kasi makan."

Ungkap Nenek Sarah, tak mau kalah. Aku mengambil makanan untuk Sarah lalu menyuapinya, di meja makan sesekali Pak Arsel dan Ibunya masih melirikku.

Usai makan aku membawa Sarah bermain sebentar, lalu membawa ke kamar untuk menidurkan, hanya sekejap ia sudah terlelap. Aku rasa nggak ada yang bakal aku kerjakan saatnya belajar.

"Kamu nggak salah mempekerjakan gadis seusia itu."

"Apa yang salah Mi."

"Dia lumayan cantik, kamu bilang juga pendidikannya tinggi tapi kenapa mau jadi baby sitter?"

"Pekerjaan lagi sulit Mi."

"Mami khawatir karena kalian tinggal serumah."

"Emang kenapa Mi?"

"Di sini cuma berapa orang, Bu Nyimas juga sering pulang."

Pak Arsel tiba-tiba tertawa menanggapi ke khawatiran Ibunya.

"Don't think that, Mi."

"Apa kau mengunci pintu kamar sebelum tidur."

"Maybe."

"Apa dia mengunci pintu kamarnya sebelum tidur."

"Stop Mi."

Kembali tertawa.

"Tapi aku pernah ke kamarnya, pintunya tidak di kunci, lalu aku liat Restu pakai bando kuping kucing warna pink, dia terlihat menggemaskan dengan itu."

Ibu Pak Arsel refleks melempar bantal pada putranya, yang membuat sedikit resahnya semakin menjadi.

"Dia gadis baik Mi, don't worry dia juga merawat Sarah sangat baik."

Aku tidak sengaja mendengar percakapan mereka, aku lega bahwa Pak Arsel selalu membelaku di situasi dan kondisi apapun.










ResumeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang