Tiga

132 12 10
                                    

Mikasa terbangun dari tidur singkatnya. Perlahan dia merubah posisi tubuhnya menjadi duduk di tepi ranjang sembari memijit pelipisnya pelan. "Sudah pagi saja." gumamnya.

Dia beranjak berdiri. Berjalan menuju meja kayu yang berada ditengah ruangan sembari mengambil jus kaleng dari dalam kulkas mini dekat meja.

Iris jelaganya menatap sekitar sebelum menghela napas. Ternyata tempat tinggalnya sudah sangat kotor dan berantakan persis seperti kandang babi.

Bibir delima Mikasa bersenandung. Ia membuka minuman kalengnya. Bersiap untuk menenggak isinya namun yang terjadi justru dirinya meringis. Mikasa lupa jika sudut bibirnya sedikit robek dan menjadi sumber sakitnya.

"Ini gara-gara penis monster psikopat gila itu." perut Mikasa serasa mual mengingat bagaimana cairan kental milik pria itu berhasil lolos sebagian dan masuk ke tenggorokannya. "Sangat menyebalkan."

Mikasa ingin mengumpat namun urung dilakukan saat iris jelaganya menangkap segepok uang yang tergeletak disamping mug bekas kopi miliknya. Jika diingat, Mikasa menemukan uang tersebut di dalam kantong celana jeans yang dikenakannya.

Tepatnya beberapa jam setelah ia pulang dari apartemen si psikopat gila yang menyewanya.

Entah itu tip atau apa Mikasa tak ingin memikirkannya. Toh dirinya tidak punya niat untuk menggunakan uang tersebut. Menyentuhnya pun tidak. Mikasa tidak ingin memikirkan kemungkinan terburuk tentang dari mana uang itu berasal.

Bisa saja uang tersebut ada sangkut pautnya dengan noda darah yang tertempel pada pistol dan sapu tangan si psikopat bukan? Misalnya uang hasil rampokan atau pembunuhan?

"Sialan..." Mikasa menghela napas. Otaknya sedang tidak bisa diajak untuk berpikir jernih. "Sebaiknya aku beres-beres."

.....




"Apartemen mewah di Coyote? Yang aku tahu, hanya orang-orang kaya yang bisa memiliki satu unit apartemen disana karena harganya sangat mahal." seorang pria plontos membuka suara.

Mikasa mengangguk setuju. Memang benar hanya orang kaya yang bisa membeli satu unit apartemen di kawasan Coyote namun bukan itu yang ingin ia tanyakan "Apa kau tahu darimana orang-orang itu berasal? Maksudku, mereka yang menghuni apartemen Nñoitra?"

"Tentunya bukan orang sembarangan. Tapi tunggu dulu, kenapa kau menanyakan ini padaku?"

Iris jelaga Mikasa melirik pria yang duduk tak jauh di depannya. Ada sedikit ragu yang menyergap namun langsung ia enyahkan. "Apa mungkin ada Mafia yang tinggal disana?"

Pria plontos itu meletakkan garpu yang dipegangnya dan mulai menatap Mikasa dengan serius. "Kalau kau bertanya tentang kemungkinan tersebut bisa jadi memang benar ada. Kau tahu? Jika kita bicara tentang Mafia maka kita harus menunjuk satu yang terbaik." ucapnya membuat Mikasa mengernyit.

"Contohnya?"

"Legion."

Mikasa mengatupkan bibir. Legion adalah kelompok mafia tersohor. Bahkan barang apapun yang berada di pelabuhan jika memiliki cap mereka maka akan lolos dari pemeriksaan dan berlayar tanpa hambatan. "Mereka sangat berbahaya."

"Benar, mereka punya bekingan yang sangat kuat asal kau tahu." si pria plontos menatap remeh Mikasa yang terlihat sedang berpikir. "Namun yang membuatku ingin tertawa adalah mereka menyebut diri mereka sebagai keluarga, bukan Mafia." sambungnya.

"Keluarga?"

"Terdengar ketinggalan zaman bukan?"

Mikasa menatap cup ramen yang di genggamnya. "Bukankah hal seperti itu lumrah di dunia bawah?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THE BONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang