Peristiwa ini terjadi ketika matahari sore bisa terlihat dari jendela ruangan kelas. Suasana disekitar diwarnai cahaya kuning yang temaram.
Awan-awan menggantung terlihat dari kejauhan.
Murid-murid lainnya sudah meninggalkan sekolah, hanya mereka yang mengikuti ekstrakurikuler yang masih ada di lingkungan sekolah.
Aku masih bisa mendengar teriakan penonton dari klub sepakbola. Disana memang selalu banyak orang. Tapi di ruangan ini hanya ada aku dan dia seorang.
Rasa gugup sudah menjalar keseluruh tubuh ku dari tadi, rasanya seperti kesemutan dari ujung kaki hingga ke kepala.
Deru nafasku semakin memanas, seperti percampuran emosi yang tertanam dalam hatiku ingin segera meledak.
Aku harus tenang. Pikirku dalam hati mengenyahkan segala emosi, meski sekujur tubuhku menolak dengan apa yang aku pikirkan.
Perempuan itu berdiri tegak termangu menunggu apa yang ingin aku katakan. Waktu seolah berjalan begitu lambat, kehampaan ini begitu menyiksa.
Cahaya remang yang menyelimuti seisi kelas membuatku tidak bisa melihat ekspresi yang dia tunjukkan. Rambut hitamnya yang panjang tergerai Indah bagaikan sebuah ornamen yang jika kau sentuh akan menjadi rusak.
Aku harus mengatakannya saat ini juga!
Aku meyakinkan diriku sekali lagi. Menelan ludah yang sebenarnya tidak kering.
"A.. Aku sudah lama menyukaimu, jadilah pacarku!"
Kata-kata itu langsung keluar dengan satu tarikan nafas. Rasanya begitu lega seolah setengah beban berat yang ada dipundakku hilang begitu saja.
Namun jawaban itu segera muncul, menghancurkan segala ekspektasi ku.
"Maaf, aku sedang tidak ingin berpacaran. Kalau begitu aku pamit dulu," katanya selagi menjinjing tasnya pergi meninggalkanku sendiri yang tengah mematung.
"Eeehh?"
*****
Tanpa aku sadari aku sudah berada di depan rumahku, biasanya jarak yang kutempuh dari sekolah kerumahku sekitar 20 menit. Tapi karena pikiranku saat ini benar-benar kosong, aku berjalan dengan mode auto pilot.
Kepalaku benar-benar kosong. Semua yang ada di kepalaku hanya hitam dan muram.
"Aku pulang."
"Selamat datang," sambut ibuku. Seperti biasanya dia sedang melakukan pekerjaan ibu rumah tangga.
Aku tidak membalas dan langsung pergi berjalan ke kamarku yang ada di lantai dua dengan malas. Jujur saja saat ini aku sedang tidak ingin diganggu, kalau bisa aku ingin membuat diriku setengah mati saja.
Kubuka pintu kamarku.
"Oh Onii-chan, kamu sudah pulang."
Suara adikku yang saat ini sedang menggunkan masker wajah di depan cermin, rambutnya sedang dililit oleh handuk, tercium aroma manis yang samar, mungkin dia habis mandi.
Namanya Chiye, dia lebih muda dariku dua tahun.
Inilah yang membuatku malas.
Kebetulan aku dan Chiye satu kamar yang hanya di pisahkan oleh tempat tidur yang bertingkat.
"Uwaahhh... Apa-apaan itu, Wajahmu seperti seorang pria yang habis ditolak perempuan," katanya sambil tertawa menjahili ku.
Berisik.. Aku tidak ingin mendengar kata-kata itu keluar darinya.
Kenapa sih adik itu selalu mengganggu seorang kakak? Apa semua adik di dunia seperti itu?
Andai dia bukan adikku, sudah aku hajar dia begitu ada di kamarku. Kenapa sih aku masih harus sekamar dengannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Yang Salah Dengan Kisah Cintaku!
Genç KurguPeristiwa ini terjadi ketika matahari sore bisa terlihat dari jendela ruangan kelas. Suasana disekitar diwarnai cahaya kuning yang temaram. Awan-awan menggantung terlihat dari kejauhan. Murid-murid lainnya sudah meninggalkan sekolah, hanya mereka...