Malvin menatap malas pada layar monitor. Tidak begitu istimewa, hanya pemandangan arus lalu lintas karena mulai saat ini, ia ditugaskan untuk melihat situasi dari balik mejanya.
Sudah lima bulan sejak dirinya melihat Vita dan Danu bermesraan di bawah pohon. Ia memutuskan untuk menjauh, namun tetap mengawasi Vita dari kejauhan.
Reza datang dengan beberapa berkas tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ia memang terbiasa memasuki ruangan Malvin kapan saja. Bukan tidak paham etiket, namun semua orang dikesatuan itu sangat memaklumi karena Reza dan lima polisi lain yang bertugas di dekat ruangan Malvin merupakan sahabat sekaligus orang kepercayaannya.
"mikirin Vita?"
Reza memindahkan berkas ditangannya ke atas meja. Malvin tidak menoleh, hanya menghembuskan napas berat setiap mendengar nama itu disebut.
"gimana perkembangan kasus mayat tanpa identitas kemarin?"
Reza ikut menghembuskan napas berat seperti yang Malvin lakukan "tim intel masih nyari pelakunya. Kasus kali ini agak berat karena diduga ada sindikat perdagangan manusia" ucap Reza frustasi.
Malvin memijit kepalanya yang terasa akan pecah. Beberapa minggu lalu, sesosok mayat perempuan ditemukan di pinggir tol Jayakarsa dalam kondisi yang mengenaskan. Malvin dan rekannya yang lain sempat kebingungan karena pelaku sangat jeli dalam menghilangkan jejak. Bahkan sidik jari korban dirusak karena mayat ditemukan dalam kondisi hangus terbakar. Jika tidak segera dipadamkan, mungkin mayat itu akan menjadi debu. Semakin sulit bagi Malvin dan anggota polisi yang lain untuk mengungkapkan siapa identitas korban dan pelakunya.
"Za, kayanya makan siang kali ini gue pengen ke kafe aja deh. Lo gimana?" ujar Malvin masih dengan mata yang terfokus pada layar monitor.
Reza mengangguk "kebetulan, gue juga kangen minum kopi pake whipe cream. Ajak yang lain juga"
"ok."
Malvin mengambil ponsel lalu mengetik beberapa kalimat yang berisi ajakan makan siang kepada lima anggota polisi lainnya dan berakhir disetujui. Ketujuh anggota polisi itu memutuskan untuk pergi ke kafe terdekat sembari mendiskusikan masalah akhir-akhir ini yang benar-benar membuat kepala pusing. Ya... setidaknya mengganti suasana bisa berdampak bagus pada kinerja otak mereka. Sekalian mencari pendamping kalau-kalau ada yang cocok.
Atau mungkin yang cocok memang dekat di pelupuk mata.
*******
"Vitaaaaaaa"
Wanita paruh baya itu berteriak di dalam kamar gadis yang sedari tadi masih tertidur pulas. Alih-alih merespon, Vita memilih menarik selimutnya kuat-kuat dan melanjutkan mimpinya yang indah.
"Astagfirullah... udah siang. Bangun!!!"
Vita terkejut saat ibunya menarik kedua tangannya kuat. Vita yang semula tertidur mendadak membuka kedua matanya secara otomatis. Ia memang mudah kaget, tidak heran jika membangunkan Vita yang malas menjadi hal yang gampang.
"Ibu!!! kira-kira dong kalo bangunin anak! Untung aku gak punya lemah jantung" Vita berteriak kesal. Gadis itu segera merapikan kasurnya dan bergegas menuju kamar mandi.
"Ibu makin gak suka ya kamu pacaran sama Danu! Semenjak kalian pacaran, kamu itu kerjaannya nongkrong sampe malem dan marah-marah terus. Apa gak ada cowok lain di luar sana yang gak begajulan kaya pacarmu itu? Udah tatoan, pemabuk pula. Mau jadi apa kamu, hah?"
Vita mengabaikan perkataan ibunya dan menganggap ocehan itu sebagai angin lalu. Ia beranjak ke arah dapur dan mencuci piring-piring beserta peralatan masak yang kotor.
"coba kalo kamu pacaran sama polisi kemaren. Udah baik, sopan, lembut, pengayom yang baik, masa depannya jelas. Dari pada Danu begajulan itu, kuliah kok 9 tahun gak kelar-kelar."
Lagi-lagi Vita hanya menghambuskan napas pasrah ketika ibunya kembali mengungkit keburukan Danu. Kekasihnya memang tidak lulus cepat karena harus mengambil cuti untuk melakukan beberapa pekerjaan. Danu memang cukup sulit dihubungi beberapa hari ini. Namun Vita tidak ingin ambil pusing. Bisa saja Danu sedang sibuk dengan pekerjaannya. Lagipula, ia bukan gadis rebel yang haus kasih sayang.
Vita memutuskan untuk Mandi setelah pekerjaannya mencuci piring dan mengepel lantai berakhir. Ibunya masih terus mengoceh dan membuat Vita memilih pergi karena malas berdebat. Vita melajukan motornya menuju taman kota untuk sekedar mencari angin segar. Suasana di rumah hanya bisa membuat kepalanya pening dan merusak ketenangan hati.
"Vita?"
Sesosok lelaki dengan seragam polisi yang tidak lebih tinggi dari kekasihnya, menyapa dengan raut meminta kepastian.
"ya, saya sendiri. Ada apa ya pak?"
Vita nampak heran, namun ia menyadari kalau lelaki di hadapannya kemungkinan adalah rekan Malvin. Terbukti dengan keberadaan lelaki tersebut yang berada di barisan paling belakang, Malvin melangkah bersama kelima rekannya yang lain sembari berbincang ringan.
"bukannya itu cewek inceran lo ya, Vin?"
Wisesa mengalihkan pembicaraan seraya menunjuk ke arah gadis yang sedang berinteraksi dengan Reza, membuat Malvin otomatis mengikuti arah telunjuk rekannya itu. Vita menatapnya tanpa ekspresi, namun tersirat rasa amarah dan kebingungan di waktu yang sama.
"Gue duluan ke mobil. Masih banyak kerjaan" ucap Malvin datar.
Chandra dan Juno yang menyadari perubahan sikap Malvin saling tatap "gue ikut bang" timpal Chandra sekenanya.
"Gue yang nyetir" sambar Juno.
Ketiga lelaki itu pergi, menyisakan keheranan pada benak Wisesa, Hadi dan Krishna. Reza yang sedari tadi menatap perangai Vita, langsung tersenyum canggung seraya mengucapkan beberapa kata "Pak Malvin pernah cerita tentang kamu. Saya cuma mau memastikan karena sebelumnya cuma tau dari foto di berkas sidang."
Vita mengangguk seperlunya. Tidak bermaksud menanggapi lebih jauh dan memutuskan untuk pergi.
"Saya izin pamit dulu, pak. Senang mengenal anda. Terima kasih."
Reza, Hadi, Krishna dan Wisesa menatap kepergian Vita dengan tatapan bingung. Reza yang sangat dekat dengan Malvin hanya bisa menghela napas, mewakili jawaban ketiga rekannya yang menatapnya penuh tanya dan syukurnya langsung dipahami.
Keempat lelaki itu pergi menuju parkiran. Mereka memutuskan kembali bekerja karena takut memakan uang haram. Yah, gaji buta itu uang haramnya. Tidak seberapa tetapi berbahaya untuk dicerna. Terlebih lagi sering mengundang penyakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Police and I - Lee Minhyuk
HumorWARNING! 21++ ⚠️⚠️ Bapak emang polisi, tapi gak tiap bulan juga kan nilangin saya?! Sebenernya mau bapak apa sih? - Jovita Bagaskara Karena kamu salah, makanya saya tilang. Tuh, liat gebetan kamu, gapake sarung tangan sama sepatu. Ban motornya juga...