9 : Awal

48 6 0
                                    

Vita merebahkan dirinya di rerumputan taman kota dengan kedua telinga yang disumpal menggunakan earphone. Ia tidak memiliki kegiatan lain. Kelasnya hari ini sudah berakhir sejak pukul sepuluh pagi karena para dosen sibuk mengadakan rapat.

Vita memejamkan mata, menikmati angin segar dari bawah pohon rindang sambil sesekali menghirup oksigen secara perlahan. Taman kota pada hari kerja memang jarang memiliki pengunjung. Vita benar-benar merasa tenang. Tidak ada suara bising tetangga maupun teriakan ibunya yang membuat sakit kepala. Akhir-akhir ini, ia dan kedua orang tuanya memang sering berselisih paham.

Vita membuka mata ketika merasakan kehadiran seseorang dari samping. Malvin sedang memainkan ponsel sambil menikmati telur gulung hangat tanpa menghiraukan gadis itu. Jarak antara Malvin dengan dirinya tidak begitu dekat. Malvin benar-benar terlihat tak acuh dan menikmati dunianya sendiri seolah-olah tidak ada orang lain di sekitarnya.

"ngapain bapak disini?"

Malvin menghentikan suapan pada telur gulung yang sedang ia genggam. Lelaki itu menoleh ke arah Vita, namun kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda.

Mendapati respon Malvin yang terkesan dingin, Vita mendadak kikuk. Malvin terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Patut ia akui jika Malvin terlihat sangat tampan dan gagah meskipun hanya berbalut kaus putih dan celana jeans hitam selutut. Sepertinya rambut Malvin juga dicukur menjadi lebih pendek. Bahkan otot lengannya semakin menonjol dan terkesan rrr... seksi.

Oh tidak.. Sepertinya Vita berhalusinasi setelah tidur selama hampir dua jam.

"Permisi, kak. Maaf kalo mengganggu waktunya. Saya boleh minta nomor kakak enggak?"

Malvin menaikkan sebelah alis ketika seorang siswi SMA beserta ketiga rekannya datang dengan tatapan malu-malu. Vita yang melihat itu merasa jengkel dan berdecih ke arah lain. Di tempat berbeda, Malvin tersenyum tipis yang hampir tidak terlihat oleh siapapun. Ia mengambil ponsel gadis dihadapannya lalu memasukkan beberapa digit angka di balik papan tombol yang untungnya lumayan berisik.

"dek, lain kali sekolah yang bener ya! Masa masih SMA udah berani minta nomor orang dewasa? Kalian gak takut diculik?"

Gadis yang menyerahkan ponselnya tadi menatap Vita malas "emang mbak siapanya kakak ini ya?"

Vita tertawa kesal. Ia hendak mendamprat gadis itu jika saja dirinya tidak menyadari kalau ia memang bukan siapa-siapa Malvin.

"saya gak kenal dia" ucap malvin menjawab.

Vita memicing "HAH? kalo mau bohong yang bener pak!"

Salah satu rekan gadis itu berdecak "mbak, kalo suka sama kakaknya, mending bilang. Mbak emang lebih tua dari kami. Tapi cara mbak menanggapi kami mirip anak kecil cemburuan. Ayok Ris, kita pulang."

Keempat gadis itu pergi, menyisakan Malvin yang menatap kepergian mereka sembari melahap telur gulung kesukaannya dan Vita yang berusaha menahan kesal. Gadis itu menatap Malvin tajam seolah ingin menyayat kulit lelaki itu. Namun Malvin tetaplah Malvin. Ia malah kembali menaikkan sebelah alisnya dengan raut mengejek.

"Ada orang yang pernah bilang kalo saya cuma bisa halo dek aja. Sekarang orang itu tau sendiri, tanpa saya minta pun, setiap gadis yang lewat siap jadi pacar saya."

Malvin menyindir dengan kedua mata yang melihat ke arah ponsel serta tangannya yang sesekali menyuap telur gulung. Vita tidak bisa melawan. Ia malah semakin kesal karena dirinya ikut merasa kesal.

Bukankah asmara Malvin bukan urusannya?











*******













"bun, seragam dinas ega yang loreng mana ya?"

Nyonya Mikhail menutup majalahnya "emang sama bi Tati gak dikasih tau?"

Rega menggeleng "enggak" lalu menghampiri ibunya dengan penuh semangat.

"kamu tu udah gede loh, Ga! Kok tingkahnya masih kaya anak kecil? Contoh abang kamu tuh, dewasa."

Rega berdecih "iya deh, yang dibelain anak kesayangan mulu."

Nyonya Mikhail memukul bahu anak keduanya "mbok ya kalo dinasihati selalu aja ngelawan! Mau kamu jadi anak durhaka biar bunda kutuk kaya Malin Kundang?"

Rega mendecih "gak mau, bunda ratu" dan dihadiahi cubitan nyonya Mikhail di kedua pipinya.

"Assalamu'alaikum.."

Malvin mencium tangan dan pipi ibunya hangat. Wanita itu tersenyum lalu mengacak rambut Malvin gemas.

"Abis kemana, vin?"

Malvin tersenyum lebar "taman kota, bun. Mengejar cinta Malvin" lalu tertawa renyah setelahnya.

Rega memutar kedua bola matanya, ingin muntah jika tidak ingat kalau Malvin sedang di fase mengenaskan.

"Emang istimewanya cewek itu apa sih?"

Malvin mencubit pipi nyonya Mikhail gemas "pokoknya bunda gak akan nyesel sama pilihan Malvin deh. Sabar ya."

"Bunda tuh heran! Orang udah punya pacar kok bisa-bisanya kamu kejar? Emang gak ada perempuan lain lagi apa? Atau kamu selama ini gak laku dikalangan anak gadis? Iya?"

Malvin tersenyum seraya memamerkan deretan giginya yang rapih. Nyonya Mikhail menatap Malvin malas, sementara Rega tersenyum miring.

"Semoga berhasil deh. Kalo gagal, gue takut lo gila soalnya."

"Dasar adek laknat!" ucap Malvin sembari menghadiahkan pitingan pada leher Rega.

Nyonya Mikhail hanya bisa pasrah. Beginilah jika menjadi perempuan satu-satunya dalam tatanan keluarga. Harus selalu siap jika kondisi rumah tidak kondusif dan sanggup menghadapi kelakuan kedua anak laki-lakinya yang sangat beragam.

Seketika ia menyesal karena tidak melahirkan anak perempuan.











*******













"Gimana boss? Barang ok kan?"

"Aman, masih mulus. Harganya juga dijamin pas deh."

Danu beserta rekannya melempar tawa yang membuat ruangan pengap itu menjadi semakin berisik. Beberapa orang terlihat bermain game di ponsel masing-masing dan ada pula yang memakan camilan sembari sibuk menghitung uang dengan penuh semangat.

"kuliah lo gimana?" salah satu dari mereka bertanya kepada Danu. Pria dengan rambut ikal sebahu berwarna hitam legam menghisap rokoknya dan menghembuskan asap layaknya seorang pro-smoker. Danu mengedikkan bahu, terlihat malas ketika pendidikannya yang belakangan ini luntang-lantung kembali dibahas.

"Udah berenti aja. Sayang duit!"

Evan, lelaki dengan rambut ikal panjang itu melempar Marco dengan puntung rokok yang sudah padam. Marco hanya mendecak kesal karena tidak berani memprotes Evan.

"Gue bakal lanjut sampe lulus. Ada sesuatu yang cukup menarik akhir-akhir ini."

Marco mengernyitkan dahinya "apa lagi ni?"
Danu menyeringai "Doi baru lah. Masa orang seganteng gue jomblo terus?"

Evan mendecih "gue harap, ini terakhir kalinya lo main-main sama cewek."

Danu tersenyum miring. Menyesap kopi susunya dengan penuh semangat yang membuat Marco dan Evan mengernyit bersamaan.

"Kita liat aja nanti. Semakin menarik permainan, semakin tinggi ambisi gue buat ngerebut dia seutuhnya" ucap Danu panjang lebar.

Evan yang paham dengan kode Danu hanya terdiam dan kembali menyalakan rokok. Marco, dengan tatapan bingungnya, hanya bisa bergantian menengok ke arah Danu maupun Evan. Tetapi nihil, keduanya hanya diam sembari menghisap rokok masing-masing dan semakin membuat rasa penasaran Marco membuncah.

Trik apa lagi yang sedang Danu mainkan?

Mr. Police and I - Lee MinhyukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang