4. He's a Good Boy

678 57 2
                                    

"Kenapa sih, Yah, Bun, harus dijodohin kayak gitu. Aya itu masih kecil, belum cukup umur. Masa mau dinikahin. Mana sama om-om lagi. Aya nggak terima!" baru saja keluarga kecil Arganta memasuki gerbang rumah, Aya sudah mengomel. Sampai ia mendudukkan bokongnya di sofa ruang tengah lalu mendengus kasar.

Orang tuanya yang melihat tingkah putrinya itupun berdecak malas. "Tadi katanya nerima perjodohan ini, tapi sekarang sampai rumah kok malah marah-marah nggak jelas sih?"

"Ihhh, Bunda! Setelah Aya pikir baik-baik lagi seharusnya Aya nolak aja karena masih sekolah, masa tiba-tiba mau nikah... apa kata orang?"

"Kalau orang berkata yang enggak-enggak, cukup tutup telinga. Nggak usah didenger. Gitu aja ribet," sahut bunda.

Raksa yang tahu jika putrinya masih belum bisa menerima sepenuhnya pun ingin memberi sedikit nasihat. Pria setengah baya itu mendekat ke arah sofa kemudian duduk di samping Aya.

"Sayang, ini pilihan terbaik buat kamu dari kami. Ayah sama bunda bingung mikir gimana supaya kamu nggak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mencelakakan diri kamu sendiri. Berbagai cara kami lakukan untuk merubah Aya menjadi lebih baik dan sadar, tapi itu semua kamu gagalkan."

Raksa berhenti berujar untuk mengambil nafas. "Dan ini merupakan jalan terbaik. Mungkin dengan adanya Zayan di hidup kamu, kamu bisa berubah." Sambung pria itu.

"Dan ingat! Zayan itu bukan lelaki sembarangan. Dia itu lelaki istimewa. Kamu harusnya bersyukur kami memilihkan Zayan untuk jadi suami kamu." Bunda Yuvika menambahkan.

Membuat Aya kembali mengambil nafas untuk yang kesekian kali. Sepertinya, jalan pikir miliknya dengan kedua orang tuanya tidak sejalan.

Aya hanya ingin hidup bebas sebentar. Hanya untuk masa remaja saja. Ia lelah sedari kecil sudah dikekang untuk menjadi yang terbaik. Dan sekarang Aya menyerah. Ia lelah, sangat lelah.

Tidak bolehkah ia meminta bebas? Bebas menentukan jalannya sendiri. Dirinya paham apa yang diinginkan, ia tahu apa yang harus dilakukan.

Rupanya Zayan tak seperti yang Aya bayangkan. Zayan merupakan sosok laki yang paham akan agama. Bukan bad boy seperti yang Aya harapkan. Itu membuat sedikit rasa kecewa bersarang dihatinya. Bukan malah bebas, yang ada Aya nanti malah disuruh melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menghasilkan pahala. Menghafal Qur'an dan puasa sunnah, contohnya.

Tapi bukankah justru lebih baik?

"Ini semua demi kebaikan kamu, Nak," sang ayah menunjukkan senyum indahnya, sorot matanya menyiratkan ketulusan. Dia mempunyai keinginan putri semata wayangnya ini menjadi wanita yang tak asing dengan agama, selalu mendahulukan urusan agama untuk bekal di akhirat kelak, dan yang paling penting senantiasa melibatkan nama Allah dalam setiap urusannya.

Lantas sang bunda ikut duduk disamping Aya. Jadi keadaan Aya diapit oleh orang tuanya. "Ayah kamu benar, Aya. Kami mohon jangan batalkan pilihan kamu. Ini yang terbaik."

Selepas itu bunda mengelus puncak kepala Aya lembut. "Jaga aurat kamu selalu ya, sayang? Bunda tidak mau Aya menghasilkan dosa setiap hari dengan memamerkan apa yang seharusnya tak boleh ditampakkan."

"Selagi ada kesempatan bertaubat, bertaubatlah kepada Sang Pencipta. Karena tempat kembali hanyalah kepada-Nya. Sungguh Dia lah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

ZAYYA - Happiness Starts with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang