2 : Tumbang

7.8K 182 19
                                    

Bau debur ombak di pantai, seakan menari bersamaan dengan semilir angin yang membelai dedaunan. Lembut. Segar. Dan menjatuhkan kesan menenangkan.

Indra penciumaku sudah hapal betul wanginya. Tidak salah lagi, pasti parfum Jo Malone Wood Sage & Sea Salt milik Hyunsuk. Hal itu justru menumbuhkan rasa gelisah dihatiku. Jika semerbaknya meluas dan lebih kuat dari biasanya, pertanda bahwa dia akan pergi. Irisku yang masih terbungkus kelopak mata bergerak-gerak, mencoba menarik nyawa sedikit demi sedikit.

Sesaat setelah berhasil memunculkan retina, aku mengedarkan pandangan dan terpaku pada sosok seorang pria yang sudah selesai dengan pakaian rapihnya.

"Suki~" Aku memanggilnya pelan.

"Iya Sayang. Sudah bangun, ya." Hyunsuk nampak tergesa, menyambar ponsel diatas nakas dekat tempatnya biasa berbaring. Bahkan netra itu tidak melirikku barang sedetik pun, hanya terfokus pada layar ponsel.

"Kamu bilang cuti hari ini." Aku meminta penjelasan.

Tak langsung menjawab, dia meraih tas kerja. Masih setia pada benda pipih ditangan dengan mulut bergerak membaca sebuah pesan tanpa suara. Beberapa saat mematung, Hyunsuk berjalan mendekati pintu sambil berkata,

"Maaf Sayang, aku mendapat pemberitahuan dari kantor. Ada rapat dadakan, aku tidak bisa melewatkannya."

"Kencan kita bagaimana?" tanyaku. Seketika mencekal pergerakan Hyunsuk yang sudah memegang kenop pintu.
Dia menoleh, menghembuskan napas panjang sebelum melontarkan reaksi.

"Kita undur dulu, ya. Maaf, aku harap kamu bisa mengerti." Rasa bersalah pun terbit dalam paras tampannya.

Aku terdiam, menggulirkan iris. Menatap kosong langit-langit kamar dengan perasaan kecewa, tapi tidak bisa merengek karena pekerjaanya pasti sangat genting.

"Iya, tidak apa-apa Suki." Pada akhirnya aku mengalah. Lagi. memaksakan diri untuk tersenyum padanya. Tidak ingin membuat langkah Hyunsuk berat menuju tempat kerja.

Perasaan lega merekah dalam paras tampan itu. Hyunsuk melangkah ke arahku dan mendaratkan satu kecupan dikening.

"Terima kasih atas pengertiannya, Sayang."

Aku mengangguk, kali ini setangkai senyum yang terbentuk sedikit lebih tulus dari sebelumnya. Hyunsuk mengelus kepalaku sejenak, lalu berbalik dan kembali melangkah.

Aku memperhatikan punggung yang sekarang sudah jadi tulang punggungku. Sesaat sebelum dia membuka pintu aku berseru,

"Suki, aku antar sampai pintu depan, ya."

Hyunsuk mengiyakan, menantiku diambang pintu. Baru saja bergerak ingin duduk tegap, seluruh tubuhku terasa remuk. Apalagi dibagian selangkangan. Ngilunya hampir tidak tertahankan. Refleks mengerang, aku meremas perut bagian bawah.

"Ah, aduh... sa--kit! sakit sekali~"

Belum selesai dengan rasa itu, pening menyerang seluruh area kepala. Sontak satu tangan ku langsung berpindah menjambak rambut sendiri.

Hyunsuk panik setengah mati, refleks berlari menghampiri ku. "Astaga, kamu kenapa Sayang?"

Dia menuntun ku untuk berbaring kembali. Penuh hati-hati, wajahnya nampak dipenuhi guratan  kekhawatiran.

"Bagian mana yang sakit?"

Mataku mulai digenangi tirta, menahan semua rasa yang sakitnya tidak cukup dideskripsikan hanya dengan kata-kata. Aku menelan ludah bersiap Menguntai jawaban.

"Semuanya sakit."

Air mataku meluncur begitu saja dari ujung pelupuk mata. Padahal sudah berusaha menahan itu sekuat tenaga tapi rasa lara yang menyebar lebih kuat meruntuhkan pertahanan yang ku bangun.

Soft Serve || Choi HyunsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang