"Minta maaf padaku sekarang!" Jihoon bertitah, berangsur mendekat padaku lagi.
Refleks beringsut, aku menarik diri untuk menjauh ke ujung ranjang. Berharap bisa menghindarinya. Namun nahas, semua usahaku kalah cepat, dia menyergap ke atas ku lagi dan menarik kerah piyama ku.
"Cepat minta maaf, sialan!" bentaknya lebih keras.
Isakan kecil ku kembali terpecah, mendapati jiwa yang terlalu rapuh dengan hal-hal kasar seperti itu. Namun kepalaku menggeleng lemah. Enggan menuruti keinginannya, merasa tidak bersalah atas perbuatan yang sudah kulakukan.
"Kamu memang harus di beri pelajaran!" Dengan entengnya Jihoon membalas tamparan itu. Cukup kuat. Otomatis tangisanku mengeras, merasakan pipi perih dan sedikit panas.
Dia menghempaskan kembali tubuhku diranjang, jemarinya terburu bergerak brutal merobek piyama yang ku kenakan. Kontan aku pun kembali berontak, "Jangan! Hentikan Jihoon, jangan lakukan!" disela tangisan.
"Diam Hanni! Kamu pantas mendapatkan semua ini!"
Kedua tanganku sudah berusaha menghentikan aksinya, tapi semua itu sia-sia. Jihoon menyeringai lebar begitu dadaku yang terbungkus bra berwarna hitam tertampak dengan jelas. Ekspresi mesumnya semakin kentara seperti hewan buas yang mendapatkan mangsa saat kelaparan.
"Cih, kecil sekali!" Dia menghela napas, agaknya kecewa mendapati ukuran dadaku tak sesuai ekspektasinya. "Tapi itu tidak terlalu penting." Seringaian Jihoon kembali terbentuk bersamaan dengan bola matanya yang bergulir ke bawah. Disusul jemarinya yang kembali merayap, menyelinapi dibalik celana ku. Dia memberikan belaian ringan pada selangkangan ku yang masih terbalut celana dalam.
"Ini yang terpenting. Sulit menemukan gadis perawan, aku benar-benar merindukan jepitan yang super ketat. Itu sangat membuatku sangat bergairah."
Tanpa menunggu reaksi dariku, dia kembali menyergap. Menghujani ciuman kasar yang basah di sekujur leherku. Rasanya benar-benar membuatku kelimpungan, napasku tersendat-sendat. Terus berusaha menolak dengan segala daya. Sampai merambat ke belahan dadaku, Jihoon menggerakkan lidahnya sangat agresif. Aku hampir tenggelam dalam sentuhan paksa itu, hingga beberapa sekon berlalu terdengar suara samar Doyoung dari lantai bawah.
"Aku pulang~"
Irisku yang semula terkatup, terbelalak seketika. Merasa kedatangan satu keajaiban, aku berusaha berseru, "Doyoung... ngh~
tolong aku!"
Jihoon yang menyadari kehadiran adikku dibawah segera menghentikan pergerakan dan satu tangannya membungkam mulutku. "Diam atau aku akan berlaku lebih kasar!"
Aku menggeleng dengan air mata yang masih terus mengalir, berusaha keras menyingkirkan tangan Jihoon dari mulutku.
"Kakak sudah pulang, ya?"
Lagi. Terdengar suara Doyoung menggema-mungkin menyadari sepatuku sudah didalam rumah-lantas Jihoon menoleh. Mendapati pintu yang tak tertutup rapat membuat pria itu sedikit panik. Decak kesal dari mulut Jihoon terlontar sebelum akhirnya dia beranjak pergi dan mengunci pintu kamar.
Aku yang kehabisan tenaga masih tergeletak lemas diranjang sembari menormalkan jalan pernapasan. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk melarikan diri, aku harus mencari cara agar dia tidak bisa mendekat lagi. Bola mataku bergulir dan menangkap sosok Jihoon sedang berangsur menghampiri dengan seringaian mematikan. Aku terburu bergerak meraih apapun yang bisa dijangkau.
"Kamu tidak akan bisa lepas dariku, Hanni?" Dia mencengkram kakiku dan menarik dengan kasar.
Refleks aku melemparkan benda yang bisa diraih begitu saja. Ternyata itu adalah segelas air dari nakas dan Jihoon sempat membeku karena air itu tertumpah pada wajahnya. Kontan rahangnya mengetat, menandakan amarah yang meningkat. Tangan Jihoon terlepas dari pergelangan kakiku, kedua tangannya menyeka air yang membanjiri wajah tampan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soft Serve || Choi Hyunsuk
Fanfiction(Series of Choi Hyunsuk - Sweet Ice Cream) "Kisah cinta kita layaknya sebuah es krim soft serve, manis, lembut dan sedikit keras di bagian cone-nya. Juga toping yang menimbulkan rasa keterkejutan." . Peringatan!! Konten Dewasa. Bukan untuk anak-anak...