01. Gentala dan Kepergian

63 6 0
                                    

GENTALA MAHEN SAPUTRA

Gedung tua, 10 January 2022
Pukul 23:45 malam

Hujan deras dibulan Januari, seakan menjadi saksi bisu bagaimana nasib Gentala yang tengah di pukuli oleh lima pria besar yang asing baginya. Bahkan air hujan itu jatuh mengenai tanah telah bercampur dengan bau amis darah.

Tendangan dan pukulan sudah terasa kebas di tubuhnya, penglihatannya buram, kepalanya diserang rasa sakit yang luar biasa akibat benturan dengan benda keras yang ia sendiri tak tahu itu apa. Merasakan sakit disekujur tubuhnya seakan akan sebentar lagi maut akan datang menjemputnya.

Ia tak bisa melawan, tangan dan kakinya diikat. Ia dipukuli oleh lima pria dengan postur tubuh yang lebih besar darinya membuat Gentala susah menghindari ataupun memberikan serangan balik kepada kelima pria tersebut. Ia hanya bisa pasrah, dalam benaknya meminta permohonan agar dirinya tidak dijemput maut malam ini.

Serangan itu terhenti, bersamaan dengan deras hujan yang mereda. Gentala masih disana, kesadarannya masih ada walau ia sudah terkulai lemas.

Dia bisa melihat wajah garang dari orang yang memukulnya dengan jelas. Ia juga bisa melihat dengan jelas senyuman kemenangan terbit disana.

"Jangan harap lo selamat malam ini, Bawa dia kebelakang!!. Disini terlalu beresiko karna banyak orang yang lalu lalang." Titah dari salah satu pria itu, pria berpostur tinggi dan bermuka garang, orang yang dituakan di antara kelimanya.

Seakan tidak puas dengan aksi bringasnya, kelima pria tersebut menyeret Gentala tanpa ampun menuju area belakang gudang kosong.

"Lo, lo, dan lo gali lubang sekarang, kita harus melakukannya dengan bersih seperti apa yang Bos bilang!" tunjuk pria tersebut kepada ketiga rekannya, yang terdengar dengan jelas oleh Gentala.

Seakan tindakan ini sudah direncanakan, mereka menggali lubang itu dengan peralatan yang lengkap di bawah gerimis hujan yang masih terus ada.

"Lo semua siapa sebenarnya? lepas!" gertakan yang terdengar lemah itu berasal dari mulut yang sudah dipenuhi darah yang mengalir dari dalam. Gentala masih memiliki kesadaran walau sedikit. Dengan sisa tenaga yang ada ia mencoba membuka ikatan tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya.

Kekehan pria itu beradu dengan suara ritik hujan, "Kita bakal buatin lo tempat peristirahatan baru, dan gue jamin Bos gue akan suka dengan apa yang gue lakukan sama lo." ancamnya.

Namun Gentala yang mendengar ancaman Pria itu berdecih, membuang ludah yang bercampur dengan darah itu tepat di depan pria besar itu, "Lo siapa?, siapa Bos yang lo maksud?, dan apa yang Bos tai lo mau dari gue?"

Pria itu menatapnya, menatap tajam Gentala, "Bos gua mau lo mati"

"Kalaupun gue mati....... Apa untungnya buat Bos Tai lo itu?!" Gentala berucap, walau ucapannya terdengar samar dibarengi dengan batuk hingga darah mucrat keluar dari kerongkongannya.

Dari belakang, satu dari tiga orang tadi menghampirinya dan memberi intruksi kepada ketuanya, "Lubangnya sudah siap, Bos."

Senyum atau lebih ke seringaian menakutkan itu terbit dari wajah sangar pria itu, kembali menatap Gentala yang sepertinya sudah berada di ambang kematian.

"Gue akan bawa lo ketemu sama malaikat maut, selamat jalan Gentala" usai mengatakan itu, pukulan telak ia berikan tepat di tengkuk Gentala, seketika itu Gentala merasakan sakit yang luat biasa. Muntahan darah bercampur air liur keluar dari mulutnya. Setelahnya pemuda itu benar benar terjatuh, terbaring di atas tanah becek dimalam yang basah itu.

GENTALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang