Bab 5

1.1K 24 8
                                    

happy reading.

Idan, cowo manis yang sudah tergila-gila pada neng bidadarinya alias Kelysha itu sedang diam menatap pantulan dirinya dicermin kamar. "Bekas di kiss neng bidadari." ucapnya mengelus-elus pipinya.

"Gak bakalan cuci muka gua."

Sejak sepulang sekolah Idan terus saja saat melihat cermin ia langsung jingkrak-jingkrak seperti orang gila, karena begitu senangnya.

"Ini pipi bekas di kiss neng bidadari, gua kulitin aja gitu ya? tapi anjir jatohnya psychopath pada diri sendiri dong." monolognya, lalu ia turun ke lantai bawah tepatnya ke dapur, untuk makan.

Ternyata di dapur hanya ada assisten rumah tangga saja. "Eh den Idan mau makan yah?" tanyanya ramah.

"Iya." jawab Idan lalu mendudukkan diri di meja makan. "Mamah, sama papah belum pulang?" tanyanya.

"Emh gatau yah den, mungkin sebentar lagi." jawabnya.

Idan menghela nafas, hilang sudah nafsu makannya. "Idan gak jadi makan deh bi, bibi yang makan aja. Sayang makanannya tuh, lagian mamah sama papah kayanya gak bakalan pulang." ucap Idan beranjak dari kursi lalu membuka lemari pendingin dan membawa satu botol minuman bersoda.

"Tapi den―" belum sempat bi Inem menyelesaikan ucapannya, Idan sudah pergi begitu saja.

Idan kesal pada kedua orang tuanya yang selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing. "Kayanya kalo gua mati juga mereka gak akan peduli." gerutunya lalu meneguk minuman soda itu hingga tersisa setengahnya.

Idan duduk di balkon menikmati semilir angin sore dengan sebatang rokok juga minuman bersoda.

Ia berdiri dan melihat ke bawah ternyata ada mobil yang memasuki pekarangan rumah. "Tumben balik." monolognya.

Tidak lama setelahnya, bi Inem memanggil Idan untuk ikut makan bersama orangtuanya. "Den, aden diminta buat turun kebawah. Ikut makan." ucapnya.

"Gak bi, gausah." tolak Idan agak teriak.

"Tapi den, nanti malah bibi yang kena marah." katanya lagi.

Idan terdiam, benar juga yang diucapkannya. "Iya." ia pun keluar dan bi Inem tersenyum ramah.

Rumah Idan cukup luas, tapi terasa sepi dan dingin. Berbeda dengan rumah Fildan yang terkesan lebih hangat dan ramai. Orangtua Idan tidak pernah peduli dengannya, mereka hanya peduli dengan pekerjaan dan pekerjaan. Meluangkan waktu sedikit saja dihari ulang tahun Idan, itu pun tidak pernah mereka lakukan alasannya karena Idan sudah dewasa.

Tepat dimeja makan sana terlihat ada laki-laki paruh baya yang tidak lain adalah ayahnya, sedang menunggu kedatangan Idan dimeja makan. "Ayo makan." ajaknya.

Idan pun berjalan mendekat dengan wajah datarnya, ia duduk tepat disamping ayahnya. "Gimana sekolah kamu?" tanyanya sembari mengambil lauk dan nasi.

"Biasa aja, yah." jawab Idan.

"Makan yang banyak. Badan kamu kurus tuh." ucapnya.

Idan tidak menggubrisnya dan seolah tidak peduli. "Tumben pulang." ucapnya lalu menyuap nasi.

"Iya kebetulan ayah mau keluar negri hari ini, jadi ayah pikir untuk makan terlebih dahulu dirumah." jawabnya.

Idan sudah menduganya, tidak mungkin sekali orangtuanya itu pulang tanpa sebab apalagi hal yang menurut mereka tidak terlalu penting.

Belum juga habis makanan yang Idan makan, ia langsung beranjak dari duduknya. "Idan udah kenyang." ucapnya meneguk air lalu pergi kembali ke atas.

Zaeni Zulkarnain dan Wanda, nama orangtua Idan.

Why im falling in love with little girl? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang