020. Jalan Bersama

268 31 0
                                    

"Dia menggantungkan harapan setinggi langit. Berharap itu semua bukan hanya angan-aganku."

~FEARFUL~

•••

Tiga pemuda duduk berdesakan di kursi tengah penumpang. Allea yang duduk di kursi samping kemudi menahan tawa melihat mereka terlihat tak nyaman duduk berdempetan. Namun, sebenarnya ia tak enak hati pada Nando yang harus ikut merasakan itu.

"Lo mau ngajak Allea ke mana?"

Riko bertanya sambil merangkul Nando yang duduk di tengah. Bersikap seakan mereka dekat. Entah lupa atau pura-pura lupa bahwa ia adalah adik kelas yang seharusnya menghormati kakak kelasnya.

"Rencananya mau ngajak Allea nonton film di bioskop," ucap Nando terlihat tak masalah dengan perlakuan Riko.

"Waduh, dia enggak cocok nonton di bioskop. Mending kita balik aja, deh."

Raka refleks memukul lengan Riko yang bicara seenaknya. "Kita udah di perjalanan, jadi gak usah aneh-aneh. Allea pasti mau, kok ke bioskop kalau sekali-kali doang. Kan, Lea?"

Allea yang sejak tadi jadi pendengar, mengangguk mengiyakan. Untung saja ada Raka yang bisa mengendalikan kejahilan Riko.

Mobil milik Jeff memasuki kawasan parkiran sebuah gedung pusat perbelanjaan. Mereka berlima keluar mobil, lalu memasuki gedung tersebut menuju lantai teratas. Allea berjalan berdampingan bersama Nando dengan jarak sekitar setengah meter. Sedangkan tiga pemuda lainnya berjalan di belakang mereka sambil mengawasinya.

Sesampainya di lantai atas, mereka menuju meja resepsionis untuk memesan tiket.

"Mau nonton film apa?" tanya Nando pada Allea.

"Terserah."

Nando melirik poster film romantis yang sedang tayang. "Gimana kalo kita nonton itu aja?" ucapnya sambil menunjuk poster tersebut.

"Mending nonton film Avatar: The Way of Water. Lagi booming, tuh." Riko memberi saran.

"Gue juga belum nonton," ucap Raka menambahkan.

Nando melirik Allea yang mengangguk setuju atas saran sahabatnya. Meski sedikit kecewa, Nando tetap tersenyum atas pilihan mereka. Pemuda itu segera memesan tiket dan juga minuman serta camilan untuk dimakan di dalam bioskop. Ia selesai dengan cepat karena antrian tidak terlalu panjang.

"Makasih, Kak, traktirannya!" ucap Raka saat Nando memberikan mereka minuman.

"Thanks!" ucap Jeff yang sejak tadi hanya diam.

"Makasih, bro! Gue jadi gak keluar duit, deh!" tutur Riko sambil menerima minuman dari Nando.

Pemuda itu seharusnya kesal karena ketiga sahabat Allea menganggu rencana awalnya yang ingin mengajak gadis itu jalan berdua agar bisa lebih dekat dan akrab. Namun, Nando tetap santai dan tidak mempermasalahkan keberadaan mereka bertiga.

"Maaf, ngerepotin, Kak!" ucap Allea tidak enak hati.

"Aku gak merasa direpotkan, kok."

Senyum Allea mengembang mendengarnya.

Sembari menunggu pintu bioskop dibuka, keempat pemuda itu nampak asik mengobrol bersama. Padahal mereka baru pertama kali berkumpul bersama, tapi pembahasan mereka nyambung satu sama lain. Allea hanya diam mendengarkan. Dirinya jadi merasa seperti nyamuk diantara mereka. Anak laki-laki memang mudah akrab, apalagi jika sefrekuensi.

Terdengar suara pengumuman pintu bioskop sudah di buka. Mereka berlima segera masuk ke dalam.

Allea duduk di tengah, di samping kirinya ada Raka dan Riko. Di samping kanannya ada Jeff dan Nando. Baru sekitar dua puluh menit film diputar, kepala Allea sudah menyender di bahu Jeff dan matanya terpejam. Hingga tiga jam ke depan selama pemutaran film, gadis itu benar-benar tertidur. Ketiga sahabatnya sudah biasa dan maklum dengan tingkahnya. Berbeda dengan Nando yang speechless melihatnya bisa tidur tenang.

"Lea, bangun!" ucap Jeff sambil mengguncang bahunya saat film telah usai.

"Dari awal gue udah bilang dia gak cocok nonton di bioskop. Lihat, kan, sekarang?" ucap Riko pada Nando yang tersenyum geli melihat gadis itu.

"Nghh!" gumam Allea karena merasa terganggu.

Jeff menepuk pipi Allea lumayan keras, "Bangun!"

Perlahan matanya terbuka. Hal pertama yang dilihatnya adalah layar lebar yang sudah gelap. Allea memegangi kepalanya yang terasa berat. Matanya mengedarkan pandangan ke sekitar yang sudah hampir kosong.

"Filmnya udah selesai?" tanya Allea masih linglung dan nyawanya belum terkumpul sepenuhnya.

"Dari tadi, putri tidur!" ejek Riko kesal.

Allea melirik Nando yang sudah berdiri menatapnya dengan kekehan tertahan. Ia merasa lucu melihat wajah dan ekspresi bangun tidur gadis itu.

"Kamu lapar, gak?" tanya Nando saat Allea melihatnya.

"Iya, gue lapar banget." Bukan Allea yang menjawab, melainkan Riko yang tak punya malu.

"Yaudah, kita mampir ke resto terdekat."

"Ayo keluar! Petugasnya udah nunggu kita keluar dari tadi." Raka menarik Allea berdiri.

Mereka segera ke luar, kemudian mencari restoran yang tak terlalu jauh dari bioskop.

Di perjalanan mereka melewati kedai Ice Cream, membuat Allea langsung berhenti. Keempat pemuda yang ikut bersamanya terpaksa ikut berhenti.

"Kenapa?" tanya Jeff heran.

"Ice Cream." Cicitnya pelan.

Jeff menoleh ke arah kedai ice cream yang baru mereka lewati. Helaan nafasnya terdengar. Ia sudah lelah menasehati gadis itu untuk mengurangi makanan dingin itu, tapi Allea tak akan berhenti merengek jika tidak di belikan.

"Nih, anak bakal lupa diri kalau udah lihat ice cream. Mending turutin aja." Riko buka suara.

"Biar aku yang beliin," tawar Nando. Ia sudah tahu bahwa Allea sangat terobsesi dengan ice cream.

"Gue aja, Kak!" ucap Raka menawarkan diri.

"Enggak usaha! Biar gue aja. Mau ice cream rasa apa?" tanyanya pada Allea.

"Ehm, rasa coklat."

"Gue juga rasa coklat," sahut Riko masih dengan tidak tahu malunya.

"Eh, gue juga Kak. Samain aja sama punya Allea," ucap Raka ikut memesan.

Nando mengangguk lalu melirik Jeff. Bermaksud menawarkan pada pemuda itu apakah mau pesan juga atau tidak.

"Gue gak usah!"

Riko merangkul Jeff, "Beliin dia juga, samain aja semua. Jeff cuma gengsi. Biasa malu-malu tapi mau."

Nando berjalan menuju kedai ice ceram, meninggalkan mereka. Ketiga sahabat Allea sepertinya memang sengaja bertingkah seenaknya pada pemuda malang itu.

Allea menatap tajam ketiga pemuda di dekatnya. Sejak tadi ia sudah menahan diri untuk tidak menegur mereka yang seenaknya pada Nando.

"Kalian gak tahu malu banget, sih. Tumbenan mau juga makan ice cream. Sengaja banget mau ngerepotin Kak Nando."

"Emang sengaja! Biar dia mikir seribu kali kalau mau ngajak lo lagi," ucap Riko jujur.
















FEARFUL (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang