023. Tamu Tak Diundang

172 24 1
                                    

"Kamu adalah pemeran utama dalam kisahmu sendiri."

~FEARFUL~

•••

Allea berbaring di tempat tidur dan memandangi langit-langit kamar yang berwarna putih. Pikiran dan tatapannya sama-sama kosong.

Kesadarannya baru kembali ketika suara notif ponsel berbunyi. Saat memeriksanya, ternyata itu notifikasi dari akun m-bangking milik orang tuanya yang berisi info bahwa ia sudah menarik sejumlah uang. Sepertinya bibinya sudah mengambil uang yang ingin dipinjamnya.

Ia membuka akunnya, lalu meriksa saldonya. Allea mengerjap beberapa kali untuk memastikan penglihatannya tidak salah. Kemarin malam saat memeriksanya isinya masih satu miliar. Seharusnya masih ada setengah karena Jamilah meminjam lima ratus juta, tapi nominal yang tertera di m-bangking tinggal seratus juta.

Allea keluar kamar menuju lantai dasar, "Oma, Oma!"

Saat turun tangga, ia melihat neneknya baru kembali dari dapur membawa segelas jus jeruk. Sepertinya ada tamu yang datang

"Kebetulan kamu sudah turun, Oma baru saja mau manggil kamu." Oma menyerahkan minuman yang dibawanya. "Sana kasih ke tamu."

"Kok, aku?"

"Soalnya itu tamu kamu."

Kening gadis itu mengerut. Selama ini ia belum pernah menerima tamu selain ketiga sahabatnya. Namun, ketika mereka yang datang neneknya pasti langsung menyuruh mereka menemuinya tanpa repot-repot menyiapkan minuman lebih dulu.

"Sana cepat!"

Nenek menyadarkannya saat ia masih berpikir.

Terpaksa harus menunda konfirmasi tentang uang pinjaman bibinya. Allea segera menuju ruang tamu di mana seseorang duduk dengan tidak tenang. Pemuda itu berdiri menyambut kedatangannya ketika pandangan mereka bertemu.

"Kamu!" Allea membeku di tempat. Cukup lama mereka hanya berdiri saling lihat, tapi sebagai tuan rumah gadis itu berusaha menunjukan kesopanan. "Silahkan duduk!"

Diletakannya jus buatan neneknya setelah sang tamu kembali duduk. Kemudian ia ikut duduk di sofa depannya yang dibatasi oleh meja. Keheningan menyelimuti beberapa saat.

"Ada urusan apa kesini?" Allea akhirnya bersuara.

"Ada yang mau aku katakan."

"Apa lagi? Bukannya aku sudah bilang jauhi aku," jawabnya dengan pandangan acuh.

Senyum Nando tetap terbit meski mendapat respon kurang baik dari gadis itu. "Aku menyukaimu Allea!"

Serangan mendadak itu berhasil membuat mulut Allea melebar tidak percaya.

"Awalnya kupikir aku cuma sekedar penasaran tentang kamu. Sayangnya rasa penasaran itu perlahan menjadi ketertarikan dan lama kelamaan perasaanku semakin dalam."

Allea duduk seperti patung saking tidak menyangkanya. Bahkan untuk sekedar berkedip pun sulit. Ucapan Nando barusan membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Sungguh tak menyangka pemuda itu akan datang ke rumahnya untuk menyatakan perasaan.

"Aku teringat saat seorang siswi dengan wajah polos tertunduk pasrah digiring guru BK ke lapangan. Saat melirkku, tatapannya menjadi tajam, tapi berbanding terbalik dengan ekspresinya yang mengiba. Saat aku mengajaknya bicara, ekpresinya menjadi datar." Nando menjeda kalimatnya sejenak, lalu menarik sudut bibirnya semakin dalam. "Kamu terlalu sulit ditebak."

Rasanya ingin menjerit histeris saat seseorang mendeskripsikan dirinya dengan detail, tapi Allea masih sadar diri untuk tidak melakukannya. Apalagi Nando mengingat pertemuan pertama mereka dengan kesan mendalam.

"Apakah kamu masih mau mendengarnya?" tanya Nando saat merasa Allea diam tidak peduli.

Allea mengangguk pelan, sekuat tenaga berusaha stay clam. Meski sebenarnya hatinya sudah jungkir balik.

"Kamu ... unik. Saat aku ingin menyapa, kamu malah berlari ketakutan. Saat ingin mengajakmu bicara, kamu diam seperti patung, bahkan aku jadi salah paham mengira kamu tidak bisa bicara. Kamu bahkan tidak mau membalas chat dariku. Sangat sulit berinteraksi denganmu, tapi malah itu membuatku semakin penasaran."

"Mungkin sebenarnya Kak Nando tidak menyukaiku. Mungkin itu hanya rasa penasaran." Akhirnya Allea buka suara setelah hanya jadi pendengar.

"Tidak!" Nando menggeleng yakin, ia sangat tahu perasaannya sendiri. Jika hanya karena penasaran, tidak mungkin dirinya seberani sekarang datang menemui Allea untuk mengungkapkan perasaan. "Sebenarnya aku juga sempat meragukan perasaanku. Ingat ga waktu aku mengabaikanmu?"

Anggukan Allea terlihat samar.

"Aku beberapa kali melihatmu bersama cowok dan berpikir kamu sudah punya pacar. Jadi aku menjauh dan mengabaikanmu. Merasa tidak perlu penasaran lagi tentang kamu."

Tentu ketika Nando mengabaikannya masih jelas teringat diingatannya. Sebab saat itu juga Allea mulai tertarik padanya. Meski sekarang ia belum tahu perasaanya sebenarnya.

"Sampai, suatu hari aku didatangi tiga cowok yang pernah kulihat bersamamu. Awalnya kupikir mereka mau menghajarku karena sempat mendekatimu. Nyatanya mereka malah mengintrogasi aku. Bertanya alasan, motif, tujuan dan kenapa aku mendekatimu. Mereka baru membiarkanku pergi setelah hampir dua jam diintrogasi." Nando tertawa sejenak saat mengingat kejadian menegangkan itu. "Tapi karena itu pula aku sadar bahwa perasaanku bukan hanya sekedar rasa penasaran."

Semuanya terasa jelas sekarang tentang alasan Nando sempat menjauhinya dan kembali dengan permintaan maaf. Ternyata ada campur tangan sahabatnya.

"Saat tau kamu risih dan tidak suka padaku, hatiku hancur. Tapi setidaknya aku lega karena telah mengungkapkan perasaanku karena tidak tau apa akan ada kesempatan lain."

Allea jadi merasa seperti orang jahat saat pemuda itu menunduk sedih.

Haruskah ia jujur tentang Anisa yang meminta menjauhinya? Tapi jika dia mengatakan yang sebenarnya, apakah Nando akan mempercayainya atau malah marah karena menjelekan sahabatnya.

Nando berdiri dari duduknya saat Allea hanya diam. Merasa sudah cukup mengungkapkan perasaanya. Toh Allea juga tak menyukainya, pikir Nando.

"Aku pulang dulu! Titip salam untuk nenekmu." Pemuda itu pergi setelahnya.

Allea hanya menatap kepergiannya, tidak bermaksud menahannya.

"Itu pacar kamu?" Oma Sarah menghampirinya saat Nando sudah pergi.

"Bukan."

"Tumben. Oma baru tau kamu punya teman selain tiga cowok yang selalu sama kamu."

Allea tak menjawabnya. Pikirannya masih belum kembali sepenuhnya setelah kejadian tadi. Baru beberapa saat kemudian teringat tentang uang tabungan orang tuanya.

"Oh, ya, aku mau menanyakan tentang uang yang dipinjam tante."

"Besok Oma sama Jamilah akan ke bank untuk mencairkannya."

Kening gadis itu mengernyit bingung. Ia langsung menyalakan ponsel dan menunjukan jumlah saldo di dalamnya yang tinggal sedikit.

Oma menutup mulut kaget melihatnya. "Astaga, Jamilah! Apa yang anak itu lakukan."

"Bagaimana bisa Tante Jamilah punya akses ke rekening bank orang tuaku?"

Wanita tua itu diam sejenak, lalu langsung memegang tangan cucunya. "Maafin, Oma! Oma menitip buku rekening dan ATM itu pada Jamilah."

Jantung Allea rasanya jatuh ke bawah. Uang itu adalah amanah yang harus dijaganya, tapi malah dikeruk habis oleh bibinya.

















FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang