024. Tanpa Kabar

259 29 0
                                        

"Harapan yang kau berikan, kini berubah jadi rasa takut akan kehilangan."

~FEARFUL~

•••

Riska dan Caca saling pandang melihat keanehan gadis yang duduk diantara mereka berdua. Biasanya harus dipaksa untuk ikut ke kantin, tapi berbeda dengan hari ini. Malah Allea yang inisiatif sendiri ikut bersama mereka.

"Lo nggak kesambet, kan?"

Allea menggeleng sambil menatap Riska dengan senyum tipis.

Caca meletakan punggung tangannya ke dahi gadis itu. "Enggak panas. Anak ini sehat walafiat, tapi tingkahnya jadi aneh."

"Beneran kesambet, keknya!"

Allea tak terlalu memperdulikan kedua orang di sampingnya. Matanya malah sibuk memeriksa orang-orang yang datang ke kantin, mencari keberadaan seseorang.

Setelah tiga hari memikirkannya matang-matang, hari ini ia memutuskan untuk jujur pada Nando mengenai ancaman Anisa dan menyiapkan diri apapun reaksi Nando. Meski perasaanya belum jelas, Allea merasa ia mulai menyukai pemuda itu.

"Lo nungguin siapa?" tanya Caca penasaran. "Dari tadi celingak-celinguk sampai makanan lo dingin, belum juga di makan."

Allea tak menjawab. Tatapannya tertuju ke pintu kantin saat melihat Anisa masuk seorang diri. Biasanya Nando selalu ke kantin bersama sahabatnya.

"Kayaknya Kak Nando nggak ke kantin atau gak datang hari ini," batin Allea sambil menghela nafas. "Atau aku chat aja?"

Setelah cukup lama berfikir, akhirnya ia membuang gengsi dan mengirim satu pesan pada Nando, tapi tidak ada balasan dan hanya centang satu yang ia dapat.

"Hi, para fans!"

Riko dari jauh melambai ke arah mereka bertiga. Ia mendekat bersama seorang siswi di sampingnya. Gadis itu tak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Pipinya merona, bibirnya tersenyum lebar, dan tangannya selalu menyelipkan anak rambut ke telinga.

"Pacar baru lagi," cetus Riska dengan nada mengejek saat Riko baru saja bergabung dengan mereka.

Riska menatap siswi itu dari bawah ke atas dengan pandangan tidak suka. Melihatnya cukup lama sampai yang dipandangi risih sendiri. Gadis itu tidak seperti pacar-pacar Riko sebelumnya yang dominan, ia terlihat polos dan calm.

"Kenalin namanya Miya Shelina, panggil aja Miya." Riko memperkenalkan pacar barunya dengan bangga.

"Selera lo turun, ya? Gue kira lo suka cewek yang hits, fashionable, dan—"

"Maksudnya, yang kayak lo gitu?" Potong Riko dengan senyum misterius.

"Iss, apaan sih. Bukan gitu maksud gue," elak Riska dengan muka merona. "Gue udah kenyang. Bye, gue ke kelas dulu!"

Riska berlalu keluar kantin membuat Riko terbahak karena berhasil menjahilinya. Sedangkan Miya diam-diam cemberut, tapi berusaha ditutupinya. Allea dan Caca saling berpandangan, merasa aneh dengan Riska dan Riko yang seperti ada sesuatu diantara mereka.

***

Lagi dan lagi. Jeff terlalu sibuk untuk bisa mengantar Allea pulang. Pemuda itu sedang mempersiapkan olimpiade matematika yang tidak lama lagi akan berlangsung. Raka juga tidak bisa mengantarnya karena pemuda itu baru saja ke ruang OSIS untuk rapat. Pilihan terakhirnya hanyalah Riko.

Allea menuju parkiran seorang diri. Saat di parkiran, sudah ada Riko yang duduk di motornya sedang menunggu seseorang. Mungkin Jeff telah memberitahunya bahwa ia akan pulang dengannya, pikir gadis itu.

"Ko," panggil Allea setelah berada di dekatnya.

"Eh, Lea." Pemuda itu terkejut melihat keberadaannya. "Ada apa?"

Netra Allea menatap sembarang arah, tiba-tiba merasa canggung karena menyadari bukan dirinya yang Riko tunggu.

"Gue ... bisa nebeng, gak?"

"Lah, ga bareng Jeff atau Raka?"

"Mereka ada urusan."

"Oh, yaudah." Ia menyodorkan helm padanya, meski ada keraguan dalam jawaban pemuda itu.

"SAYANG!"

Keduanya menoleh bersamaan ke arah sumber suara. Siswi berambut sebahu mendekat. Teriakannya tadi seakan menegaskan hubungannya dengan pemuda di depan Allea.

"Kita jadi jalan 'kan?" Tatapan Miya menajam tertuju pada helm yang baru dipegang Allea.

Suasana jadi sangat canggung. Helm yang dipegangnya diletakan di jok belakang. Sadar diri bahwa dirinya bisa jadi pengganggu. Allea mundur menjauh untuk memberi ruang pada Miya agar bisa segera naik ke motor Riko.

"Gue pulang naik taksi aja."

Riko turun dari motornya, "Lo pulang sama gue!"

Miya menatap tidak percaya pada pacarnya, lalu melirik sinis pada Allea.

"Terus pacar lo mau dikemanain? Mau bonceng tiga, gitu? Ga mungkinlah!"

Allea ingin pergi, tapi Riko menahannya.

"Gue bilang lo pulang sama gue. Takutnya Jeff marah kalau gue biarin lo pulang sendiri." Riko beralasan, lalu beralih menatap Miya. "Lo pulang naik taksi, kita jalan-jalan lain kali aja."

Miya semakin memajukan bibirnya kesal. "Ini 'kan kencan pertama kita, masa batal?"

"Gue aja yang naik taksi," usul Allea berusaha menengahi sebelum terjadi perdebatan.

Riko menatap gadis itu tajam. "Gue udah bilang, lo pulang sama GUE!"

Akhirnya Allea bungkam, mengganguk pasrah. Di liriknya Miya yang menatap penuh permusuhan, membuatnya mengucapkan maaf tanpa suara. Naik ke jok belakang motor Riko dengan perasaan bersalah. Hari itu ia merasa jadi orang paling jahat di dunia. Apalagi ada perasaan senang ketika Riko lebih memilih mengantarnya dari pada pacarnya sendiri.

Motor Riko melaju sedang meninggalkan Miya yang menyeka sudut matanya. Terlebih Riko yang seakan tak terlalu peduli padanya. Allea yakin mereka pasti akan putus dalam waktu dekat. Mengingat perilaku Riko yang selalu berganti pasangan dalam waktu singkat.

"Langsung pulang atau ke tempat kerja lo dulu?" Riko bertanya saat mereka mulai jauh dari area sekolah.

"Ke kafe."

Jawabannya membuat pemuda itu membelokan motornya ke kiri menuju tempat kerjanya.

Sesampainya di sana, suasana begitu sepi. Pintu cafe tertutup rapat. Biasanya di jam seperti ini cafe sudah ramai. Allea tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Setelah turun dari motor Riko, gadis itu berlari ke depan pintu kaca yang terkunci dan mengintip ke dalam.

"Kok, sepi?" Riko ikut turun dari motornya.

"Ga tau."

"Cafenya lagi libur kali," tebak Riko sekenanya.

"Biasanya sehari sebelum libur pasti dikasih tahu. Ini nggak ada info sama sekali."

"Yaudah, pulang aja!"

Biasanya Nando selalu jadi informan tentang kafe untuk Allea. Namun, sampai saat ini, pesannya saja belum di balas.

Allea merenung di depan cafe dengan perasaan tak karuan. Nando yang datang ke rumah untuk mengungkapkan perasaan dan setelahnya ia tidak pernah melihatnya lagi selama beberapa hari.

Cafe milik ibunya pun tak beroperasi. Bahkan jendela kaca yang pecah belum diperbaiki sama sekali.

Entah apa yang sebenarnya terjadi.











FEARFUL (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang