Chapter 14 - Flash Back

161 31 32
                                    

Lima Belas Tahun yang Lalu ....

"Sudah mama bilang, jangan pernah menyisakan makanan! Mama susah payah memasak, susah payah menyisihkan uang untuk memberimu makan. Tadi kamu mengeluh lapar dan sekarang makanannya tidak dihabiskan? Beraninya kamu!" raung Lia seraya menyeret tubuh mungil Orion ke kamar mandi. Lia melucuti pakaian Orion yang kini telah menangis histeris itu. 

"Diam! Gara-gara kamu hidup mama jadi susah! Harusnya kamu tidak perlu lahir! Kenapa kamu tidak mati saja, hah? Kamu buat suami mama pergi!" raung Lia lagi seraya memukul tubuh mungil Orion dengan gagang kemoceng. 

Orion kecil menangis histeris. Anak lagi-lagi yang baru berumur kurang lebih lima tahun itu menautkan kedua tangan di depan dadanya, lalu menunduk. 

"Ampun, Mama ... maafin Ori, tolong jangan pukul lagi, Mama," ucap Orion seraya memohon. Namun, sang ibu tidak pernah mendengarkan. 

Seolah gelap mata, Lia justru memukul tubuh mungil putranya itu lebih keras hingga gagang kemoceng itu pun patah. Merasa kesal, Lia berjalan mengambil ikat pinggang milik Cakrawala yang masih tertinggal, ia kembali berjalan ke kamar mandi dan mencambuki tubuh mungil Orion dengan ikat pinggang itu. Wanita itu terus berteriak dan meracau tidak jelas. Napasnya pun terdengar tidak teratur, matanya membulat sempurna, dengan rahang yang mengeras.

"Astaga, Mama!" Andromeda berteriak saat ia mendapati Lia sedang menyiksa Orion lagi. Andromeda melepaskan tas ranselnya dan membuangnya ke sembarang arah. Ia segera berlari kencang ke arah kamar mandi dan menarik tangan Lia.

"Mama, tolong, hentikan, Ori bisa mati!" ucap Andromeda prihatin.

"Biarkan dia mati! Anak tidak berguna!" raung Lia seraya mengepalkan tangan ke udara, bersiap memukul Orion lagi.

"Tolong, Mah, jangan! Ori masih kecil. Biar Andro saja yang menerima hukumannya, Mah... pukul Andro, Mah," ucap Andromeda seraya bersimpuh di hadapan Lia. 

Lia diam. Tak lama wanita itu berteriak seraya mengacak rambutnya. Melihat sang ibu sudah menjauh, Andromeda segera menatap Orion yang tergeletak dengan tubuh gemetar. Anak laki-laki itu masih terisak. Menangis di dalam diam.

"Sini, Kakak gendong," ucap Andromeda seraya mengangkat tubuh mungil Orion ke kamar mereka. Andromeda menahan tangisnya saat melihat beberapa luka memar dan bercak darah di ujung bibir Orion. 

"Pakai dulu pakaianmu, setelah itu, biar kakak obati lukamu," ucap Andromeda seraya membantu sang adik mengenakan pakaiannya kembali. 

Orion meringis sejenak, tetapi sesaat wajahnya berubah datar. Ia masih terisak, hanya saja tatapannya seperti kosong.

"Ori, jangan melamun. Kenapa kamu buat mama marah?" tanya Andromeda lirih.

Orion mendongak, menatap sang kakak. "Ori minta makan, karena Ori kelaparan, sudah sejak kemarin siang Ori belum makan. Ori minta makan sama mama, tetapi mama kasih makan Ori terlalu banyak. Ori sudah berusaha menghabiskannya, tetapi Ori muntah karena kekenyangan, Kak," ucap Orion seraya terisak. 

Andromeda mengusap puncak kepala sang adik, lalu mengambil obat dan mengoleskannya ke luka yang ada di tubuh Orion.

"Lain kali, tahanlah sedikit lagi. Makan dengan kakak," ucap Andromeda lembut. 

Orion mengangguk paham. 

Andromeda segera meminta Orion untuk beristirahat. Ia memeluk tubuh Orion yang masih tampak gemetaran itu. Air mata Andromeda pun mengambang. Sekuat tenaga ia menahan air matanya agar tidak jatuh. 

Kamu nggak pantas mendapatkan perlakuan seperti ini, Ori. Semua karena wanita itu dan anaknya, batin Andromeda.

Remaja itu pun beranjak dari tempat tidurnya saat melihat Orion sudah tampak tenang dan tertidur pulas. Ia berjalan keluar kamar, melihat dari balik pintu saat ada seorang laki-laki datang bertamu dan berbincang dengan sang mama.

STRANGERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang