10. Teror

145 22 27
                                    

"Takkan ada kesempatan untukmu, sang pembawa kehancuran."

Bisikan itu terus berulang dan terasa makin kencang di telinga Rose. Ia abaikan meski sebenarnya Rose jengah.

Beberapa waktu lalu setelah ia menghadiri festival besar yang diadakan setahun sekali di Elesina, untuk pertama kalinya ia merasakan kehangatan sebuah kota. Hal yang hampir tak pernah Rose dapatkan selama hidup enam belas tahun.

Seseorang melambaikan telapak tangannya di depan wajah Rose membuat gadis itu tersentak mundur.

"Ini pesananmu, Nona," kata seorang wanita paru baya yang terlihat menyodorkan sebuah nampan berbentuk kotak berisi menu makan siang.

"Ah, terima kasih, Bibi," jawab Rose sedikit merasa tidak enak. Ia merasa malu karena telah melamun di depan salah satu counter foodcourt kantin sekolahnya.

Rose menenteng nampan makan siangnya lalu berjalan ke sudut paling belakang, mencari kursi kosong untuk Rose jadikan sebagai tempat makan siangnya yang sepi.

Sejak kejadian awkward kemarin, ia belum bisa menemui Rhealla. Rose bertekad akan mendatanginya setelah jam pelajaran berakhir. Untuk saat ini, ia hanya perlu menenangkan diri atas gangguan tidur yang tentu saja masih menghantui Rosabelle setiap malam.

***

Gelap dan lembab menjadi salah satu ciri khas sebuah wilayah di sudut pegunungan nan terpencil. Wilayah yang dikenal sebagai tempat tumbuhnya ribuan monster, Lark Ness.

Di tempat inilah Anthony Winston mengumpulkan pasukan yang mustahil untuk dikendalikan kecuali dengan kekuatan di atas level A. Tujuan untuk menjadi penguasa tertinggi seolah telah berada di ujung telapak tangan yang akan segera digenggam setelah ia berhasil melakukan kerjasama dengan penguasa tertinggi Lark Ness.

Pria tinggi dengan bekas luka yang tertera pada mata kirinya tengah duduk di atas singgasananya terlihat begitu angkuh. Kepalanya menengadah, memandang menara utama yang menjulang tinggi, tempat dimana orang akan melihat kebesaran dan kekuasaan Anthony Winston di Lark Ness.

Kakinya terlipat, menindih kaki satunya lalu menunjuk ke arah langit. Tangannya terkepal saat Anthony melihat kerlip cahaya dari Utara terasa sangat terang dan menyilaukan kedua mata hitamnya.

"Berani sekali mereka bersenang-senang seperti itu."

"Tunggu sampai waktunya tiba, Nona. Anda takkan merasakan pedih dalam kebahagiaan palsu yang dibuat-buat. Anda tidak pantas menderita," lanjutnya masih menatap ke arah riuh langit pertanda Eleusina tengah merayakan pesta.

"Aku berjanji akan membawa anda kembali bersama kami."

Anthony tersenyum tipis sembari menyesap darah segar yang berasal dari seekor unicorn, hasil buruan para bawahan yang dengan susah payah mereka dapatkan untuk memperpanjang energi kehidupan tuannya.

Mereka harus bertaruh nyawa demi memuaskan keinginan Anthony karena harus berhadapan langsung dengan si brengsek kecil, Eros dan Damon.

"Tuan."

Seseorang menghadap di depan Anthony. Salah seorang kepercayaan yang ia jamin takkan pernah mencoba untuk mengkhianatinya.

"Bicaralah," balas Anthony memberi izin.

"Kami sudah mendapatkan informasi mengenai seorang perempuan yang dimaksud oleh Allen tempo hari."

Senyum Anthony mengembang. Perlahan, ia menurunkan gelasnya lalu menyilangkan kakinya, bersiap mendapatkan kabar baik.

"Baiklah, mari kita dengarkan apa yang kalian dapat."

"Perempuan itu adalah seorang murid baru di Luzernberg dan tidak berasal dari Eleusina. Tetapi, saya akan menambahkan suatu hal yang sangat penting."

EVANDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang