"Terkadang, kita memang harus belajar ikhlas melepas seseorang yang bahkan nggak pernah kita genggam."
─Jofi***
Panggilan dari Jasmine terdengar ketika Jisan baru sampai di area dapur untuk sarapan, sehingga laki-laki itu menoleh cepat. "Apa?"
"Udah mau berangkat, kan?" Jasmine bertanya kemudian, sebab pakaian rapi Jisan membuatnya menyimpulkan demikian.
Namun, ada satu hal yang membuat Jisan termenung di tempatnya alih-alih langsung menjawab. Matanya bahkan mengerjap berkali-kali, memastikan bahwa yang bertanya barusan betul-betul Jasmine, sebab Jisan mendapatkan kedua sudut bibir gadis itu tertarik. Jasmine sedang tersenyum ke arahnya.
"Aku berangkat bareng kamu boleh?"
Jisan menyadarkan dirinya kembali dan berpura-pura tak mendapati perubahan pada diri Jasmine pagi ini kendati hatinya sangat bahagia. Dia lalu beringsut duduk bersama Jasmine di meja makan sambil menjawab, "Boleh aja, tapi bukannya kelas kamu siang?"
Kepala Jasmine mengangguk, membenarkan. "Aku bisa tunggu dulu di kosan Azalea. Tapi setelah selesai kelas nanti, kamu gantian tunggu aku nggak apa-apa?"
Perubahan sikap Jasmine yang Jisan tunggu-tunggu mungkin tidak akan datang dua kali, sebab itu Jisan menanggapinya dengan anggukan cepat. "Nggak apa-apa. Aku juga bisa tunggu dulu di kosan Jofi, atau Mannan, atau Rafisqy, atau Haziq. Aman."
Jasmine tersenyum sekali lagi, dan sekali lagi pula membuat Jisan terpaku menyaksikannya.
Tak hanya sampai situ, kejutan lainnya membuat Jisan merasa dirinya masih di alam mimpi ketika selama sarapan Jasmine bercerita tentang banyak hal, sosok Jasmine yang cerewet dan hampir tidak pernah Jisan temui selama tiga tahun belakangan. Di saat seperti ini, Jisan rela mendengarkan cerita Jasmine hingga dirinya terlambat. Bahkan hingga harus meninggalkan kelasnya pun Jisan tak masalah.
Sebab, Jisan sangat amat merindukan sosok Jasmine yang di hadapannya saat ini.
📻
"Kamu udah punya rencana mau lanjut kuliah di mana?"
"Aku pengin kuliah di kampus yang sama kayak kamu."
"Hei, kamu harus pilih tempat yang sesuai dengan yang kamu mau. Kuliah itu nggak sebentar. Gimana kalau nanti kamu nggak betah dan berhenti di tengah-tengah jalan?"
"Nggak akan. Selagi sama kamu, aku nggak akan berhenti di tengah-tengah jalan."
Obrolan sepasang anak SMA yang duduk tepat di sebelah membuat napas Jofi terhela sedikit berat. Mereka─yang menurut Jofi merupakan sepasang kekasih─membuat Jofi tiba-tiba merindukan kekasihnya, sebab dunia putih abu-abulah yang mempertemukannya dengan sang kekasih.
Jofi menghela napasnya sekali lagi, kemudian membetulkan kacamata sebelum mengembalikan fokus pada kertas folio di hadapannya.
Saat ini, dia sedang berada di salah satu tempat makan yang tak jauh dari kampus. Sebelumnya perlu kalian ketahui bahwa di sekitar kampus memang terdapat banyak sekali macam makanan dan minuman. Bahkan, tidak salah jika dikatakan ruko-ruko yang berjajar di sekitar sini didominasi oleh penjual makanan dan minuman, sehingga para mahasiswa yang kelaparan selepas melangsungkan kelas tidak perlu lagi bingung memikirkan menu makanan.
Jofi membuat janji untuk makan bersama Mannan di tempat makan tersebut karena jadwal kuliah keduanya selesai dalam waktu yang tidak berbeda jauh. Sebab itulah dia sudah 10 menit duduk di tempatnya tanpa memesan apa pun, memilih untuk menunggu Mannan terlebih dahulu. Dia langsung berkutat dengan tugasnya ketika sampai tadi, tak terganggu dengan suasana sekitar hingga obrolan sepasang anak sekolah tadi berhasil menginterupsinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Berkisah
Teen Fiction[Sedang Direvisi] Siniar yang selalu melahirkan episode baru setiap satu kali dalam sepekan itu sedang populer di kalangan para remaja. Selain karena para empunya suara di balik siniar baru saja berubah status menjadi mahasiswa baru nan memiliki waj...