3. 'Bian' dan 'Hania'

40 10 2
                                    

"Kita nggak bakal merasakan kecewa kalau berharapnya sama yang Di Atas, Jof. Mengungkapkan justru bikin gue semakin mengharapkan sosok dia, dan sesuatu yang paling pahit di hidup ini adalah berharap kepada makhluk. Makanya gue bilang, kita nggak bakal merasakan kecewa kalau berharapnya sama yang Di Atas."
Mannan

***

"Haziq putus?!" Cenna bertanya diiringi mata yang membulat sempurna. Secara bergantian, pandangannya tertuju pada Haziq dan Rafisqy─yang memberitakan selesainya hubungan kawannya tersebut. "Dan lo, kenapa nggak kelihatan sedihnya?" tanya Cenna, kali ini sambil memicing untuk memindai wajah Haziq.

"Memang gue nggak sedih aja. Masa mau sok-sokan sedih?"

"Nih, ya, lo semua nggak salah kalau mau bilang Haziq itu manusia nggak punya hati. Pulang dari ketemu ceweknya kemarin aja dia nggak ada sedih, padahal baru putus. Jangankan sedih, rasa penyesalan sedikit aja nggak ada tuh, kemarin, tersirat di mukanya," celetuk Rafisqy, sebagai oknum yang mengerti cerita sebenarnya, sementara yang dibicarakan hanya senyam-senyum.

"Eh, gue keluar dulu sebentar." Jaiz memecah keheningan sejenak dan beranjak dari duduknya.

"Mau ke mana?"

"Ke depan. Gue lupa tadi bunda titip sesuatu buat kalian, masih di motor." Jaiz lantas melangkahkan kakinya keluar pintu rumah Jisan, yang pada akhir pekan kali ini menjadi sasaran tempat berkumpul mereka.

Deru motor terdengar berhenti di depan ketika Jaiz baru satu langkah keluar rumah. Memilih untuk melancarkan niat awalnya, mengambil kue pemberian sang bunda terlebih dahulu, dia baru kemudian mendekat ke pagar untuk memastikan motor tadi berhenti di depan rumah Jisan. Jaiz menyembulkan kepala di atas pagar dan mendapatkan seorang perempuan berkerudung yang sedang menyerahkan selembar uang pada pria yang mengemudi motor tadi. Melihat sang pria mengenakan jaket hijau yang khas, Jaiz langsung menyimpulkan bahwa itu adalah driver ojek online.

"Astaghfir─"

"Eh, maaf! Tadi dikira siapa, makanya nggak langsung buka pagar." Jaiz terkekeh ketika perempuan tadi berbalik badan dan berjengit tertahan lantaran mendapatkan kepalanya saja yang muncul di atas pagar. Lantas, Jaiz beringsut membuka pagar dan mempersilakan perempuan yang telah dikenalinya itu ke dalam rumah. "Ayo masuk."

"Sebentar, ini benar rumah Jasmine, kan?"

"Benar kok. Kebetulan lagi pada kumpul."

"Iyakah? Anak-anak RB?"

Jaiz mengangguk. Kehadirannya bersama Azalea di dalam lantas menjadi pusat perhatian teman-temannya, yang lantas memunculkan ekspresi tidak percaya dari satu per satu wajah mereka.

"Ini sesuatu yang dibawain bunda lo, Iz?"

Jaiz tergelak. "Bukanlah," balasnya sambil beralih menatap Jisan untuk memberitahu, "Azalea mau ketemu Jasmine, Jis."

"Oh, ini Azalea yang seprodi sama Jasmine-Jaiz? Yang teman SMA-nya Haziq itu?" Cenna langsung menyahut, lalu tersenyum antusias ketika Azalea membenarkan. "Ziq, disapa, dong. Kayak orang nggak kenal aja lo sama teman SMA sendiri," ledeknya disusul decihan samar dari Haziq, sementara Azalea hanya tersenyum tipis menyaksikan itu.

"Langsung ke kamarnya aja, Le. Naik tangga, terus cari yang pintu kamarnya ada nama Jasmine."

"Lo antarlah, Jis. Gimana, sih, tuan rumah," komentar Cenna, dan langsung membuat Jisan menyengir sebelum memutuskan beranjak dari duduknya. Pandangan Cenna mengikuti perginya Azalea yang membuntuti Jisan menuju anak tangga, seolah di waktu yang sama dirinya sedang memindai suatu hal. "Benar ternyata." Cenna menyeletuk diiringi kepala mengangguk-angguk, mengundang tatapan heran dari kawan-kawannya.

Radio BerkisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang