"Sayang sama Bandung mah udah. Tinggal cari orang yang tepat aja buat bikin banyak memori bagus dan nggak terlupakan."─Damita
***
Asmaraloka siang itu menjadi tujuan Mannan selepas melangsungkan kelas. Di hadapannya sudah terdapat laptop, sebab selain untuk makan siang, Mannan juga memilih Asmaraloka untuk mengerjakan tugas lantaran tempatnya yang mendukung dan sudah pasti nyaman. Makan siangnya telah habis sejak sekitar dua puluh menit yang lalu, dan selama dua puluh menit itu pula Mannan telah berkutat dengan laptopnya.
Biasanya, Jofi akan ikut bersama Mannan, namun tidak untuk kali ini karena kawannya itu memilih segera balik ke indekosnya dan beristirahat. Mannan pun mengiakan saja, tak mau memaksa, sebab barangkali Jofi masih harus memulihkan perasaannya yang baru saja tercerai-berai.
Atensi laki-laki itu lantas dibuat beralih oleh beberapa anak SMA yang tengah melintasi zebra cross. Dari balik dinding kaca, Mannan dapat menebak jika tempat dia bersinggah saat ini akan menjadi tujuan mereka bersinggah. Kedua netra Mannan pun bergerak, menghitung mereka yang rupanya berjumlah enam orang sehingga berhasil mengingatkan Mannan bahwa dia juga pernah di posisi tersebut: ada dalam lingkaran pertemanan yang jumlahnya enam orang dan selalu mendatangi suatu tempat bersama-sama.
Selain dibuat ingat oleh momen tersebut, Mannan jadi dibuat ingat pula oleh salah seorang di lingkaran pertemanannya. Dia adalah perempuan yang pernah Mannan ceritakan ketika berkumpul di rumah Jisan, alias perempuan yang Mannan kagumi dalam diam kala itu─dan dapat dikatakan hingga saat ini.
Ada tiga perempuan serta tiga laki-laki dalam lingkaran pertemanan Mannan sewaktu SMA, dan lingkaran pertemanan itulah yang berhasil membuat Mannan mengenal lebih jauh sosok dia. Betapa besar upaya Mannan kala itu untuk menahan egonya agar perasaannya tidak sampai terungkap. Sebabnya bukan hanya Mannan tidak mau berharap pada perempuan itu, melainkan juga karena ada status persahabatan di antara yang tak menutup kemungkinan akan menimbulkan tembok tinggi seiring berjalannya waktu setelah diungkapkan.
Jadi, kalau demikian permasalahannya lebih baik Mannan memendam, bukan?
Memendam semuanya bukan hal yang sulit untuk Mannan lakukan sejujurnya, sebab kenyataannya ada hal yang lebih sulit, yakni Mannan malah dipertemukan oleh dua orang─Azalea dan Damita orangnya─yang membuatnya kesulitan melupakan sosok dia, padahal Mannan telah merantau ke tempat yang cukup jauh dari Yogyakarta. Menurut Mannan, mereka adalah dia yang terbelah menjadi dua orang. Ada banyak kesamaan di antara Azalea dan Damita dengan dia, dan Mannan sudah memikirkan ini berkali-kali.
"Sorry─Mannan?"
Lalu, pemilik suara tersebut berhasil membuat Mannan terpaku di tempat. Jantungnya sekonyong-konyong berdegup cepat. Persetan dengan wajah yang terlihat dungu karena sedang mengekspresikan ketidakpercayaan. Yang jelas, Mannan merasa jika detik ini tubuhnya seperti dilempari ribuan anak panah sehingga kesulitan untuk bergerak.
"Seriusan ini kita ketemu di sini?" Sang empunya suara tampak tersenyum, lalu bergerak menarik kursi untuk duduk di depan Mannan. "Gimana kabarmu, Nan?"
Waktu seolah mengerti keinginan Mannan sehingga rasa rindu di dalam hatinya mulai berguguran. Asmaraloka siang itu kembali mempertemukan Mannan dengan dia setelah beberapa bulan belakangan.
Benar, dia Fisyala. Dan dia, adalah orangnya.
"Mereka bikin kangen masa-masa SMA nggak, sih? Makanya kamu lihatin mereka terus dari tadi?" tebak Fisya seraya menoleh ke arah rombongan anak berseragam putih abu-abu tadi yang sudah masuk ke dalam Asmaraloka. "Gimana kabar kamu, Mannan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Radio Berkisah
Ficção Adolescente[Sedang Direvisi] Siniar yang selalu melahirkan episode baru setiap satu kali dalam sepekan itu sedang populer di kalangan para remaja. Selain karena para empunya suara di balik siniar baru saja berubah status menjadi mahasiswa baru nan memiliki waj...