5

19.1K 1.6K 12
                                    

Jika bukan karena tubuh nya yang sedang lemah, Abyan akan pastikan Arsen akan mendapat bogeman dari nya.

Namun keadaan nya memaksa nya berbaring dikasur, menyesal semalam ia berdiam di balkon kamar.

Abyan mencari kenyamanan di dalam selimut, tubuh nya mengigil padahal ia sudah diperiksa oleh Dokter, dan hasil nya ia tak mendapat masalah serius.

Vans melihat Tuan nya yang bergerak tak nyaman dalam tidur, Vans membenarkan selimut yang melorot kelantai.

"Cepat sembuh Tuan, saya khawatir." lirih nya, lalu pergi keluar.

Ia tahu dari para Maid jika Tuan nya didorong oleh Arsen, rasanya ia tak terima dengan perlakuan Arsen.

Ia menyesal tak datang lebih awal kerumah Abyan, ia menyesal melewatkan kesempatan untuk menghajar suami dari Tuannya ini.

Vans berjalan dengan aura dingin nya, ia menatap sengit pada perempuan dengan dress selutut, yang tak lain adalah Rose, entah apa yang jalang itu rencanakan sehingga tak ikut Arsen ke kantor nya.

"Siang Nyonya." sapa Vans berusaha seramah mungkin.

"Ah kau, kau asisten Abyan benar?" ucap Rose yang di angguki Abyan.

"Ada apa, tumben sekali menyapa ku." ucap Rose.

"Tadinya saya tak mau, namun insting saya menyuruh nya, takut jika Kekasih dari suami Tuan saya ini, mengadu yang tidak-tidak." tekan Vans di setiap katanya.

"Kau?" geram Rose.

"Ssttt.." Vans memberi intuksi agar Rose tidak berisik. "Suara jelak anda akan membangunkan tuan saya." ucap Vans.

"Kau dan Tuan mu itu sungguh menyebalkan." cetus Rose.

"Ya setidak nya aku tahu malu, tidak menumpang dan emm.." Vans menjeda ucapan nya, ia mendekat kepada Rose. "Tahu diri sedikit, tidak bersikap seperti Nyonya besar, sadarlah hama akan mati jika terus membuat rusak tanaman." bisik Vans, yang dapat Rose rasakan hembusan napas nya.

Vans berlalu pergi tak ingin banyak bicara dengan jalang, walaupun seorang asisten ia tak mau banyak bicara dengan jalang.

Sedangkan Rose, wajah nya sudah memerah ia mengepalkan tangannya.

"Sialan!" teriak nya. Ia terduduk di sofa, ia juga tak mau merusak rumah tangga orang lain, namun Arsen? Arsen hanya milik nya.

Tiga tahun ia menjalani hubungan dengan Arsen, ia tak mau hubungan nya kandas begitu saja.

Jika Arsen meninggalkan nya, ia tak tahu hidup nya harus apa, bahkan karir nya saat ini, itu semua karena campur tangan Arsen.

Rose menutup wajah dengan kedua telapak tangan nya, ia begitu pusing ia harus bisa membuat Arsen membenci Abyan.

_______

Abyan masih terbaring lemah, rasa pening di kepala nya belum juga menghilang.

Lalisa yang merawat nya sedari kemarin, ia begitu khawatir dengan Abyan.

"Tuan sudah cukup anda sakit-sakitan, Tuan Arsen sangat keterlaluan." lirih nya, yang dibarengi isakan. Wanita cantik itu, tahu seberapa sakit menjadi figuran dalam hidup seseorang karena ia merasakan hal yang sama.

"Berhenti menangis, jika kau mau aku sembuh berhentilah menangis." ucap Abyan parau.

Lalisa menghapus air matanya kasar, ia mengganti kain yang sudah dingin untuk mengompres Abyan.

Lalisa meninggalkan Abyan, ia pergi ke dapur untuk menyimpan baskom air.

Ia melihat Arsen yang tengah asik duduk bersama dengan Rose, keduanya menonton tanpa ada rasa bersalah.

"Maaf saya mengganggu Tuan." Lalisa menatap Arsen. "Apa Tuan tak mau melihat Tuan Abyan, dia sudah sakit selama dua hari, jika sampai Tuan besar tahu, saya tidak menjamin anda masih bisa bersantai seperti ini." ucap Lalisa, lalu pergi begitu saja ia sudah terlalu dongkol dengan kelalukan Arsen.

Arsen merasa tertampar dengan perkataan Lalisa, ia berdiri dari duduk nya.

"Diamlah disini, aku mau melihat Abyan." ucap Arsen, lalu pergi menuju kamar Abyan.

Saat sampai dikamar sang suami, ia bisa mendengar ringisan lirih dari bibir Abyan.

Wajah pucat pasi Abyan, sangat jelas bahkan lebih buruk dari hari dimana ia mendorong Abyan.

Arsen duduk ditepi ranjang, lalu memegang kening Abyan yang terasa panas.

"Apa dia sudah makan?" tanya Arsen yang tahu kehadiran Lalisa di ambang pintu.

"Tuan Abyan terus muntah jadi apa yang sudah masuk ke dalam perut nya, kembali keluar." tutur Lalisa.

Arsen mengusap pipi Abyan. "Bangunlah dulu dan makan, agar perut mu terisi." ucap Arsen.

Dapat ia lihat Abyan membuka matanya perlahan, memang pada nyatanya Abyan tak tidur namun ia merasa matanya perih, mungkin karena deman nya.

"Kenapa..kau disini?" pertanyaan lirih tersebut membuat Arsen merasa iba.

"Ayok makan, akan aku suapi." ucap Arsen, Abyan tersenyum tipis lalu berusaha mendudukan dirinya.

Arsen membantu Abyan, ia menahan tubuh Abyan dengan satu bantal.

Arsen mulai menyuapi Abyan, rasanya aneh menurut Abyan, bubur yang biasanya enak kini terasa hambar.

Hoek

Hoek

Hoek

Abyan mengeluarkan semua muatan dalam perutya, Arsen menahan tubuh Abyan yang akan ambruk.

"Tidak apa-apa pergilah, aku tak mau menyusahkan." lirih Abyan, ia merasa bersalah saat muntahan nya mengenai pakaian Arsen.

Arsen menggeleng, ia membaringkan tubuh lemas Abyan. "Tidurlah, aku akan disini." ucap Arsen.

"Aku akan kembali setelah mengganti baju, dan Lalisa tolong bereskan kekacauan ini." ucap Arsen.

Lalisa hanya mengangguk setelah kepergian Arsen, ia tersenyum tipis karena Arsen mau merawat Abyan.

Setelah beberapa menit Arsen datang kembali.

Ia duduk kembali disamping Abyan hanya untuk memijat kening sang suami.

"Katakan jika aku terlalu keras memijatnya." ucap Arsen, Abyan tak menjawab ia hanya diam menikmati simpati dari Arsen, jika boleh jujur Abyan sangat senang diperlakukan seperti ini.

Abyan memejamkan matanya, ia berharap ini tak berakhir begitu cepat ia masih ingin menghirup parfum Arsen yang menenangkan.

Setelah mendengar dengkuran halus, Arsen ikut berbaring disamping Abyan ia memeluk tubuh yang begitu panas.

"Istirahat lah." lirihnya, yang ikut memejamkan mata.

Lalisa segera pergi tak ingin mengganggu pasangan itu, ia harus mengamankan penghalang tuan nya.

Rose, wanita itu tengah menggerutu. Lalisa menghampiri Rose, menyuruh Rose untuk segera tidur.

Lalisa terpaksa berbohong jika akan ada badai, namun ia harus melalukan hal itu agar Tuan nya tidak di ganggu.

"Tidurlah lebih awal Nyonya, badai besar mungkin akan terjadi." ucap Lalisa. "Malam ini anda tidak bisa pergi bersama Tuan Arsen, selain Tuan Arsen sedang merawat Tuan Abyan, malam ini juga akan terjadi badai saya melihat kabar cuaca sore tadi." tutur Lalisa, berharap Rose percaya.

Tanpa berkata Rose pergi ke kamar Arsen, kencan nya keluar harus batal karena Abyan yang sakit.

Rose merebahkan tubuhnya, sejak kecil ia tak merasakan arti kemewahan, hidup di panti asuhan membuat nya haus akan kasih sayang dan juga kemewahan.

Melihat Abyan, ia merasa iri karena pria itu mendapatkan apa yang ia mau, hanya perlu mengatakan nya, Rose yakin keluarga Abyan akan menuruti nya.

Jangankan barang mahal, Arsen saja dapat Abyan nikahi dengan mudah hanya karena uang, dunia ini memang kejam, segala sesuatu di ukur dengan uang.



LUKA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang