Chapter 3

4.8K 625 56
                                    

"Good morning Yian!"

Yian menolehkan kepalanya ke samping. Dan raut wajahnya langsung berubah menyadari Zemin yang menyapanya. Tiba-tiba kesedihan itu muncul kembali. Bayangan Zemin tersenyum senang dalam gendongan Yibo langsung terekam di pikirannya.

"How are you?" tanya Zemin semangat dengan wajah cerianya.

Namun Yian enggan menjawab. Hanya berjalan menuju kelasnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Bahkan tampak enggan untuk menatap teman sekelasnya.

" Yian, you speak English very well. Where did you learn English?" tanya Zemin lagi penasaran. Mengikuti Yian yang duduk di kursinys. Ia kembali teringat saat Yian mengerti apa yang ia ucapkan. Bahkan membalasnya menggunakan bahasa Inggris. Ia kira teman-teman barunya tidak akan ada yang mengerti.

"Yian, where do you live?"

Masih seperti sebelumnya, Yian memilih menutup bibir mungilnya rapat-rapat. Ia mempercepat langkahnya. Meninggalkan Zemin yang memasang wajah cemberut karena pertanyaannya diabaikan.

Di dalam kelas, Zemin masih memberondongnya dengan berbagai pertanyaan. Namun tidak ada satupun yang Yian jawab. Meski begitu, Zemin tampak tidak menyerah. Sepertinya siswa baru itu terlanjur menyukai Yian. Berharap Yian mau menjadi temannya.

Saat memasuki jam istirahat, Yian tidak langsung beranjak. Bocah berkulit putih itu hanya diam memandangi sebuah sampul buku yang terletak tidak jauh darinya. Seorang laki-laki dewasa, wanita dan anak kecil di tengah-tengah mereka.

"Do you like the book?" tanya Zemin tiba-tiba saat memperhatikan arah mata Yian.

"I don't like it!" jawab Yian cepat dan langsung mengalihkan pandangannya.

"Daddy would lathel love you than me. Bukan hanya tidak cayang, daddy juga tidak mengenali Yian. Daddy cudah jadi daddy olang, jadi tidak akan mau mengingat Yian," gumam Yian dengan wajah sendunya.

"Why did you say that? I don't understand." Zemin kembali bertanya dengan raut bingung.

" Yian, are you okay?" Dan lagi-lagi pertanyaan Zemin enggan dijawab.

Teman-teman lainnya bercanda dan saling kejar-kejaran. Tapi Yian memilih duduk tenang di bangkunya. Sesekali ikut memperhatikan kegaduhan yang diciptakan teman-temannya. Zemin yang terus mengoceh di sampingnya ia abaikan.

"Kata mommy Yian tidak boleh membenci olang. Tapi Yian tidak mau belteman dengannya. I don't like him. Apa Yian cudah menjadi anak yang jahat, Mom?" batin Yian sambil mengerjapkan matanya. Menghalau matanya yang tiba-tiba terasa memanas.

Ia teringat janjinya dengan Zhan. Janji menjadi anak yang baik dan tidak akan mengecewakannya. Ia takut membuat Zhan bersedih sat tahu ia menjadi anak yang nakal karena tidak ingin berteman dengan Zemin. Tapi ia hanyalah anak kecil yang tidak bisa berpura-pura baik dengan seseorang yang ia yakini merebut ayahnya.

"Yian, what's wrong with you? What do you look so sad about?"

"Never mind," jawab Yian seadanya. Namun seolah pantang menyerah, Zemin masih bertanya tentang banyak hal.

Bocah berwajah tampan itu berulang kali menghindari Zemin. Berpindah saat teman seusianya itu mendekat. Dan memalingkan wajah saat Zemin mencoba bercanda dan menunjukkan banyak hal padanya. Tapi tetap saja Zemin tidak mengerti kalau Yian tidak ingin berteman dengannya.

"Jangan ganggu Yian! Yian tidak mau belteman denganmu."

Yian terperanjat. Bukan karena Yian menaikkan suaranya beberapa oktaf. Bukan juga karena Yian menggunakan bahasa yang tidak ia mengerti. Tapi Zemin terkejut melihat bibir Yian yang bergetar. Matanya tampak memerah seolah siap untuk menumpahkan cairan bening.

Where's My Daddy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang