Chapter 8

5.3K 629 189
                                    

"Kenapa kau membawa Zemin ke sini?" tanya Yibo dengan menahan rasa kesalnya.

"Aku harus pergi dengan teman-temanku. Kau tidak berpikir aku harus membawa Zemin kan?"

Sontak Yibo langsung menarik nafas dalam-dalam. Menghembuskan nafasnya perlahan untuk mengontrol emosinya.

"Apa kau tidak bisa sehari saja bersikap sebagai sebagai orang tua yang baik? Kenapa kau terus memikirkan kesenangan dirimu sendiri? Kau bukan seorang gadis seperti dulu lagi," protes Yibo.

"Aku ke sini bukan untuk mendengar ocehanmu."

"Kau seharusnya tahu aku mencari mereka sekian lama."

"Bukannya Zemin juga anakmu? Kau sendiri yang mengatakan Zemin adalah anakmu selain anak itu. Sudahlah, aku harus pergi. Kalau kau tidak bisa membawa Zemin, kau bisa kirim dia pulang. Temanku sudah menunggu." Dan tanpa menunggu responnya, wanita dengan dress di atas lutut itu langsung melenggang begitu saja.

"Papa ...." Yibo menunduk saat Zemin menggoyangkan tangannya.

"Apa papa akan meninggalkan Zemin juga?" tanyanya sedih.

"Tidak sayang. Papa tidak mungkin meninggalkan Zemin sendiri." Yibo langsung mengangkat bocah laki-laki itu dan menggendongnya.

"Tapi hari ini papa tidak bisa menemani Zemin lebih lama. Papa harus bertemu dengen seseorang. Papa akan mengantar Zemin─"

"Itu sama saja papa meninggalkan Zemin."

Yibo langsung bungkam seketika. Merasa tidak berdaya karena Zemin tampak begitu sedih.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku harus berbicara dengan Zhan. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Zemin sendiri seperti ini," batin Yibo yang terus berperang di dalam hati.

"Papa ...." Suara Zemin menyadarkannya dari lamunan.

"Kalau Zemin membuat papa tidak bisa bertemu dengan seseorang yang akan papa temui, Zemin bisa pulang sendiri dengan naik taksi." Kalimat yang diucapkan dengan nada sedih itu membuat hati Yibo terenyuh.

"Tidak, papa tidak akan pergi." Yibo memutuskan untuk mengantar Zemin pulang. Tidak tega membayangkan bocah lima tahun itu harus merasakan kesedihan dan merasa tidak diinginkan orang tuanya.

"Mungkin aku akan berbicara dengan Zhan besok saja. Untuk hari ini Zhan bisa menenangkan dirinya sendiri lebih dulu," pikir Yibo.


・*❀Peony Bunny❀*・


"Akhirnya kita sampai."

Zhan mendudukkan Yian di tepi ranjang. Membuka sepatu anaknya dan meletakkannya di rak dekat pintu. 

"Yian mau mandi sekarang?" tanya Zhan. Pemuda manis itu bersikap biasa seolah mereka tidak mengalami kejadian apapun.

"Yian boleh mandi sebentar lagi, Mom?" Yian balik bertanya.

"Baiklah. Kalau begitu Yian tunggu di sini. Mommy akan mandi sebentar." Yian mengangguk. Tatapannya tidak lepas dari sang ibu. Terus memandang Zhan sampai menghilang di balik pintu kamar mandi.

Yian turun dari ranjang. Berdiri di depan pintu kamar mandi. Dari luar ia bisa mendengar suara keran dari wastafel.

"Mommy menangis."

Meski ibunya diam seolah tidak terjadi apapun, tapi Yian tahu ibunya merasakan kesedihan. Apalagi di sana juga hadir sosok lain yang ia anggap sudah merebut sang ayah. Dan juga seorang wanita cantik yang ia tahu sebagai ibu Zemin.

"Sama sepelti Zemin yang mengambil daddy dali Yian, olang yang tadi mengambil daddy dali mommy."

Yian kembali duduk di tepi ranjang. Memandang jendela dan mengayunkan kakinya. Ia menoleh saat pintu kamar mandi terbuka. Menampilkan Zhan yang tampak segar dengan rambut basah.

Where's My Daddy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang