Awal yang Salah

122 18 21
                                    

"Huwaaa..."

Caca melemparkan tatapan malas kepada seseorang yang sedang merengek tak jauh dari posisinya berdiri saat ini. Kalau saja ia tidak sedang sibuk, rasa-rasanya ia sudah membungkam mulut kecil milik cowok yang baru saja berteriak itu.

Gadis berseragam olahraga itu kembali melanjutkan aktivitasnya untuk membersihkan papan tulis sementara Handaru tengah duduk di lantai, sesekali memandangi kertas ulangan yang dipegang erat sambil menendang-nendangkan kedua kakinya ke udara.

Caca melangkah mendekat, melihat Handaru tengah menatap miris kertas ujian sejarahnya. Ada tulisan berwarna merah di kolom nilai, membuat Caca menyadari bahwa alasan mengapa sahabatnya itu berduka adalah karena nilai ulangan sejarahnya berada di bawah KKM.

Beberapa teman kelas yang masih berada di bangku mereka hanya menatap datar aksi Handaru, sudah terbiasa dengan tingkah cowok itu yang memang agak berlebihan.

"Percuma gue susah-susah belajar kalau hasilnya tetep aja remidi," curhat cowok itu kepada dua orang yang setia mendengarkan keluh kesahnya.

Selain Caca, Leo juga berada di sana. Sahabat sekaligus tetangga Handaru itu duduk tenang di kursi guru, mendengarkan cerita Handaru sembari memeriksa buku absensi kelas.

"Leo!"

Suara panggilan dari seorang gadis yang terdengar familiar di telinga Caca membuat ketiganya menoleh. Di depan pintu kelas, tampak Gita - siswi dari kelas sebelah, sedang melambaikan tangan kepada Leo sambil tersenyum lebar. Berikutnya Caca mendengar suara kursi digeser diikuti oleh sosok Leo yang berjalan melewatinya.

Pandangan Caca kini terfokus kepada dua orang tadi yang berjalan melewati lorong kelas. Melalui kaca jendela yang dipasang sedikit rendah di sepanjang koridor, terlihat wajah cerah milik Leo dan Gita saat keduanya asyik berbicara.

Tampak serasi.

Pemandangan itu membuat Caca mendadak kehilangan minat untuk menyelesaikan tugas membersihkan papan tulis. Kini ia ikut mengambil tempat di sebelah Handaru, lalu menunduk seraya memainkan penghapus papan.

"Rasa-rasanya, gue pengen jadi pelakor." Gumam Caca kepada dirinya sendiri.

"Lo mau ngerebut siapa? Leo? Gak bisa! Dia punya gue!" sahut Handaru tidak setuju. Cowok itu bahkan ikut menundukkan tubuhnya - lalu memiringkan kepala agar bisa melihat wajah sedih milik Caca dari arah bawah.

Caca langsung berdecih, disusul dengan menggunakan sebelah tangannya yang bebas untuk menepuk dahi Handaru agak keras, "Ck. Apaan sih, lo kan cowok!" protesnya dengan nada sebal.

Handaru mengerang kecil, langsung menegakkan tubuh sambil mengusap-usap dahinya yang memerah.

Caca tidak memperdulikan reaksi berlebihan milik cowok itu, malah melemparkan tatapan tajam, "Eh jangan-jangan, lo..." 

Caca tak melanjutkan ucapannya karena takut melukai perasaan cowok yang ada di sebelahnya.

Gay? tanya Caca dalam hati.

"Kalau iya kenapa?" balas Handaru dengan nada tajam, seakan bisa menebak apa yang baru saja terbesit di dalam pikiran Caca.

Sontak saja perkataan itu membuatnya tercengang. Caca seketika menggeser tubuhnya menjauh, benar-benar tak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya sendiri.

***

Sebenarnya ini masih jam istirahat, tetapi Caca tidak bisa keluar karena Handaru dari tadi terus menahannya. Cowok itu bahkan sudah menggeser bangku putihnya agar tepat berada di sebelah bangku Caca, lalu menyuruh Caca membantunya mengerjakan tugas remidi.

CloseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang