Hari ini Caca memutuskan untuk menjenguk Handaru setelah pulang dari sekolah.
Sebelumnya ia mampir sejenak ke toko kue untuk membeli cheese cake kesukaan cowok itu. Meskipun Caca tidak mengerti apakah kue itu boleh dimakan oleh Handaru atau tidak, setidaknya ia berharap si berisik itu semakin bersemangat untuk kembali sembuh karena melihat cheese cake kesukaannya.
Begitu memasuki lobi utama dan hendak berbelok ke kiri menuju lift yang akan membawanya ke ruang rawat Handaru. Mendadak gadis itu merasa ragu. Ia takut akan ada kecanggungan yang terjadi saat dirinya berbicara dengan sahabatnya. Terlebih, ini adalah pertemuan pertama mereka setelah Caca mengetahui perasaan Handaru yang sesungguhnya.
Gadis itu mengetuk-ngetukkan jarinya ke kotak kue yang ia peluk seraya menunggu pintu lift terbuka. Ia mendengar langkah kaki mendekat, dan sebelum melihat siapa yang datang, Caca mendengar suara seseorang memanggilnya.
"Ca? Sendirian?"
Itu suara Gita.
Caca menoleh cepat ke arah kanan, melihat gadis itu datang bersama Leo, sama-sama masih mengenakan seragam sekolah.
Caca mengangguk pelan, tanpa sadar seulas senyum tersungging di wajahnya.
"Kalian mau jenguk Handaru juga, kan?" tanyanya antusias dengan kedua mata melebar.
Gita balas mengangguk, sedangkan Leo menanggapinya dengan memicingkan mata dan menatap Caca penuh selidik. Tapi berikutnya cowok itu tersenyum tipis - seakan mengetahui alasan Caca yang antusias menyambut kedatangan mereka berdua.
"Iya nih, gue nggak nyangka tau kalo cowok modelan Handaru bisa sakit juga." Tambah Gita terlewat jujur, membuat Caca kembali melebarkan kedua matanya kaget sementara Leo malah mengacak poni pacarnya itu dengan gemas.
"Wah, Git. Kayanya lo udah ketularan Leo, deh." Respon Caca sambil menggelengkan kepala tak percaya. Meskipun begitu, tawanya ikut meledak karena setuju dengan ucapan Gita.
Suara dentingan disusul dengan pintu lift yang perlahan terbuka membuat obrolan itu terjeda sebentar. Ketiga pelajar SMA berseragam putih - biru gelap itu itu masuk ke dalam lift dengan tertib, lalu Leo menekan nomor lantai yang akan membawa mereka ke ruang rawat Handaru.
Saat keluar dari lift, Caca mendorong Gita dan Leo agar berjalan lebih dulu sedangkan ia memilih untuk mengekori pasangan itu. Lagi-lagi keraguan muncul, membuat gadis itu berhenti di salah satu dinding kaca untuk menilai penampilannya sejenak.
"Kok jadi gugup gini, ya?" tanya Caca dengan nada tak yakin.
Dengan sebelah tangan, ia merapikan rambut hitam panjangnya yang diikat rapi ke belakang. Ia memandang bayangannya sejanak, melihat atasan seragam sekolahnya yang sebagian tertutup oleh cardigan berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulit putih bersihnya.
"Oke. Udah rapi." Simpulnya berusaha meyakinkan diri sendiri.
Setelah mengatakan itu, Caca kembali melanjutkan perjalanannya untuk menyusul Gita dan Leo yang hampir tiba di depan pintu ruang rawat.
***
Ketiganya saat ini duduk di atas sofa panjang, mengamati seorang perawat wanita yang sedang memasukkan obat ke selang infus milik Handaru. Terlihat cowok itu mengernyit menahan sakit setiap kali obat-obatan itu disuntikkan.
Mama Handaru sendiri baru saja pergi lima menit yang lalu. Tadi sempat meminta tolong kepada ketiganya untuk menjaga putranya sementara beliau pulang sebentar untuk mengambil baju ganti.
Ada hal yang ingin Caca bicarakan bersama Handaru, namun gadis itu belum menemuman momen yang tepat untuk melakukannya. Bahkan setelah perawat tadi pamit pergi dan Leo berbincang-bincang dengan cowok itu, Caca hanya sekali dua kali menimpali. Tidak aktif seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Close
FanfictionKini pandangannya beralih kepada kertas putih yang terlipat rapi di tangan kiri. Sedikit ragu, gadis itu perlahan membukanya asal dan menemukan sebuah paragraf tertulis di dalamnya... . . "Beberapa hal hanya perlu dibiarkan tetap berada di sana. Men...