Kehilangan

81 12 6
                                    

Yang dilakukan oleh Caca setelah mendengar kabar itu adalah bergegas mengganti gaun tidur warna putihnya dengan midi dress berwarna biru muda, meraih tas kecil, meminta izin kepada orang tuanya untuk keluar sebentar, lalu mengendarai mobil mamanya menuju rumah sakit yang dimaksud oleh Leo.

Begitu selesai memarkirkan kendaraannya, ia berlari ke arah IGD dan menemukan Leo sudah berada di salah satu kursi tunggu.

"Gimana kondisinya?" tanya Caca langsung.

"Lemas, sakit perut hebat. Mamanya ada di dalam. Gue denger dia harus dirawat beberapa hari di sini." Lapor Leo sejelas mungkin.

Caca mengangguk, memilih mengambil tempat di sebelah Leo. Ia mengamati Leo yang rambutnya terlihat berantakan, masih mengenakan seragam sekolah di balik jaket putih yang reseletingnya dibiarkan terbuka.

Sepertinya cowok itu baru selesai bimbel, atau... berkencan?

Cada memejamkan matanya, berusaha menghapus pikiran tentang Leo dan fokus dengan Handaru.

Tak lama kemudian seorang wanita berusia akhir 40-an muncul, memanggil Leo. Caca mengamati keduanya yang berbicara serius, lalu ikut berdiri dan berjalan mendekat ketika Leo melambaikan tangan ke arahnya.

Wanita itu - yang baru ia ketahui sebagai mamanya Handaru, mengajak keduanya untuk menemui teman mereka. Ketiganya berjalan ke tempat cowok itu dirawat.

Caca memfokuskan pandangannya ke arah depan. Ia tidak menoleh ataupun penasaran pada tiga bilik yang tertutup gorden plastik warna putih yang dilewati, meskipun tampak kelebatan dokter dan perawat berseragam biru gelap yang keluar masuk dari tempat itu, meskipun terdengar rintihan kesakitan dari seorang pria dewasa diikuti jeritan anak kecil yang memekakkan telinga, meskipun tercium aroma aneh yang membuat kepalanya terasa pening.

Rasa penasarannya untuk sementara ini tidak berfungsi dengan baik, karena yang ada di pikirannya saat ini hanyalah tentang kondisi sahabatnya.

Begitu mama Handaru berhenti di depan bilik keempat yang letaknya paling ujung dan masuk lewat celah kecil di antara gorden putih, sosok Handaru yang sedang tertidur pulas di tempat tidur rumah sakit dengan wajah pucat membuat Caca merasa sekujur tubuhnya dingin. Apa yang ia lihat ini terasa asing. Terbiasa melihat cowok itu yang banyak tingkah, lalu kini cowok itu hanya diam saja membuat dadanya terasa sesak.

Punggung tangan kiri milik cowok itu sudah terpasang selang infus. Ada dua orang perawat yang berdiri di sisi kanan kirinya. Yang satu sedang mengatur aliran infus - tampaknya sedikit dilambatkan dari sebelumnya, sementara yang satunya berbicara pelan kepada mama Handaru.

Caca dan Leo hanya diam mengamati, hingga akhirnya dua orang perawat tadi memindahkan tempat tidur itu, membawanya melewati lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap disusul oleh yang lainnya.

"Leo, Terima kasih ya, Nak. Karena sudah membantu tante membawa Handaru ke rumah sakit." Ucap mama Handaru setelah kedua perawat itu pergi. Wanita bergaun cokelat itu menoleh ke arah Caca, melayangkan tatapan bersahabat.

"Ini Caca, tante. Teman sekelasku dan Handaru di sekolah." Terang Leo memperkenalkan Caca.

Caca maju selangkah, mencium tangan mamanya Handaru.

"Nak Caca, terima kasih ya karena sudah datang ke sini. Tante bersyukur karena Handaru dikelilingi oleh teman-teman yang baik."

Caca tersenyum sopan menanggapi pujian dari wanita itu.

"Tante perlu apa, biar saya bantu belikan perlengkapannya di koperasi?" tanyanya menawarkan bantuan.

Melihat mama Handaru hanya menjadi satu-satunya penjaga pasien membuatnya tanpa berpikir panjang ingin membantu.

CloseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang