Prolog : Sebuah Paragraf

173 18 5
                                    

Suasana perpustakaan sekolah sore ini tidak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

Ruangan berbentuk persegi panjang bercat biru yang hampir setengahnya dipenuhi dengan jajaran rak-rak buku itu tampak tenang. Seorang petugas perpustakaan sedang berjaga di bilik khusus dekat pintu masuk, memeriksa setumpuk buku yang baru saja datang hari ini agar bisa segera diletakkan di rak koleksi buku terbaru.

Tak jauh dari bilik itu, tepatnya di ruang baca yang dipisahkan oleh dinding kaca tampak sekelompok siswi tengah mengemasi alat tulis mereka. Suara buku-buku tebal yang ditutup dengan tak sabar, juga bunyi pensil dan pulpen yang bertabrakan saat dimasukkan ke dalam wadah alat tulis terdengar beberapa kali. Hal itu tanpa disengaja membuat salah seseorang gadis yang berada tepat di sebelah meja mereka menoleh dengan alis sudah terangkat tinggi karena merasa terganggu.

"Oke! Udah beres!"

Suara penuh semangat yang bersumber dari seorang cowok yang ada di sebelahnya membuat gadis itu mengalihkan pandangan ke arah cowok berpipi penuh yang kini tengah menutup buku tebal di hadapan mereka.

Sembari memejamkan mata, cowok itu mengangkat kedua tangannya ke atas. Lalu dengan iseng langsung menggesernya ke arah kiri dan kanan hingga mengganggu kedua temannya yang lain, termasuk gadis itu.

Gadis berambut hitam panjang yang kini menjadi satu-satunya murid perempuan yang ada di ruangan itu menghembuskan napas kasar, sementara salah satu temannya yang lain langsung melayangkan tatapan datar ke arah cowok itu sebelum kembali fokus menyelesaikan tugas membuat catatan di buku tulis.

Handaru - cowok yang berhasil mengganggu kedua temannya tadi malah tertawa kecil. Dengan semangat langsung menggeser kursinya sendiri, mengambil sebuah buku yang baru saja ia tutup lalu melesat ke rak buku sejarah untuk mengembalikan buku tebal itu ke tempat asalnya.

"Ca. Lo nggak pulang juga?" tanya Leo - cowok yang tadi melayangkan tatapan datar ke arah Handaru itu kini tengah sibuk memasukkan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas. Dahi cowok itu berkerut samar saat melihat teman perempuannya masih fokus membaca sebuah buku tebal.

Caca menggeleng, lalu mendongakkan kepalanya sejenak dari buku-buku itu untuk menatap wajah Leo, "Tinggal satu halaman. Kalian duluan aja," jawab Caca sambil melemparkan senyum tipis.

Leo mengangguk singkat, langsung beranjak dari kursinya dan tak lupa menggendong ransel hitam miliknya serta membawa ransel Handaru yang tertinggal.

"Kalo gitu gue duluan," pamit Leo sebelum menyusul temannya tadi.

"Hati-hati di jalan!" seru Caca tiba-tiba.

Leo mendadak menghentikan langkahnya. Cowok berhidung mancung itu perlahan membalikkan badan, tersenyum kecil sambil mengacungkan satu jari jempol lalu kembali berjalan.

Tanpa Leo ketahui, di belakangnya, gadis itu tengah mengulum senyum. Pandangan Caca tak teralihkan dari punggung Leo yang mulai menjauh.

"Ca. Gue pulang!"

Caca sedikit berjingkat begitu mendengar suara Handaru yang tiba-tiba membuyarkan lamunan indahnya. Gadis itu tanpa sengaja memelototkan matanya sesaat, dan langsung dibalas dengan cengiran oleh cowok yang kini sudah berdiri di sebelahnya.

"Ya udah sana pergi!" usir Caca seraya mengibaskan sebelah tangannya ke hadapan Handaru.

Cowok itu terkekeh pelan, memperlihatkan giginya yang rata serta gusi merah mudanya saat tertawa. Berikutnya ia mengangguk, lalu berjalan santai menyusul Leo.

Caca menepuk-nepuk pelan dadanya sendiri, berusaha menenangkan diri karena dikejutkan oleh ulah Handaru. Gadis itu memutuskan untuk kembali menunduk dan menyelesaikan bacaannya yang sempat terjeda.

Ia membaca halaman terakhir buku sejarah itu dalam hati, lalu tersenyum puas ketika telah menyelesaikannya dengam cepat. Berikutnya ia bergegas memilah buku-buku yang ada di atas meja. Buku dari perpustakaan akan dikembalikan ke raknya, sementara bukunya sendiri akan dimasukkan ke dalam tas.

"Ini buku siapa, ya?" tanyanya sambil menimang sebuah buku tulis bersampul cokelat muda menggunakan tangan kanan.

Dengan penasaran, ia membuka halaman pertama dan langsung tersenyum lega ketika menemukan sebaris tulisan berisi identitas si pemilik. Bersamaan dengan itu, sebuah kertas kecil berwarna putih terjatuh ke atas meja, membuat Caca tertegun sesaat.

Kini pandangannya beralih kepada kertas putih yang terlipat rapi di tangan kirinya. Tanpa ragu Caca langsung membukanya asal, dan menemukan sebuah paragraf tertulis di dalamnya.

"Beberapa hal hanya perlu dibiarkan tetap berada di sana. Menua termakan usia, tanpa perlu ada yang mengusiknya."
- Anonim.

"Gue baru tau kalo tuh cowok suka nyimpen kutipan-kutipan kaya gini." Komentarnya sambil tertawa kecil.

Tanpa pikir panjang Caca memilih untuk meletakkan kembali kertas putih itu ke dalam buku, lalu memasukkannya ke dalam tas agar bisa diberikan kepada pemiliknya besok pagi.

.

.

.

.

~○~○~ {Bersambung} ~○~○~

.

.

.

*
a/n:
Halo!
Terima kasih sudah mampir ke sini ^^

.

.

**
Rencananya cerita ini akan di update setiap hari Senin dan Kamis.

.

.

***
Jadi, Sampai jumpa minggu depan ~

CloseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang