4. Yang Biru

527 86 0
                                    


___

Pagi yang cerah untuk bersih-bersih rumah. Namun, lelaki manis dengan lesung pipit yang menghiasi pipinya itu lebih memilih untuk memasak sarapan untuk dirinya dan--

"Kau sudah bangun?" lelaki itu menoleh saat mendapati sosok lain yang berada di dapur.

"Heemm.." dia terlihat sangat kusut dan lelah.

"Apa kau sakit?"

"Tidak, hanya saja tubuhku terasa pegar."

"Akan ku buatkan sup agar badanmu terasa lebih ringan."

"Terima kasih Chenle." lelaki itu tersenyum.

"Ah, Jeno. Bolehkah aku keluar rumah sebentar? Aku ingin mencari jahe,"

"Akan ku carikan." dia berdiri, ingin beranjak tetapi ia tahan karena Chenle menahannya.

"Jeno, aku hanya ingin keluar sebentar. 10 menit saja, aku bosan berada disini terus." wajah Chenle menekuk, jika dia bisa jujur, tidak hanya bosan saja seharian setiap hari di dalam rumah. Tapi juga penat dan membuatnya sedikit stres.

Lelaki berbadan tegap itu mendekati Chenle, memegang kedua pundak yang lebih pendek, menatap dalam dua bola mata Chenle.

"Chenle, aku tahu dan paham apa yang kau rasakan. Tetapi di luar sana berbahaya untukmu. Aku tidak mau kau terluka jika keluar dari rumah ini." yakin Jeno, dan tentu saja ia mendapat anggukan kecil dari Chenle.

"Baiklah." Chenle lagi-lagi harus mengalah. Lelaki bermata samoyed itu selalu bisa membuat hatinya luluh.

"Aku akan pergi mencari jahe untukmu." dia beranjak pergi.

Sedangkan Chenle, dia hanya bisa memandang punggung lebar itu dengan sendu.

Sudah bertahun-tahun lamanya Chenle terkurung di dalam rumah besar ini bersama Jeno. Entahlah, Chenle juga tidak tahu kenapa dia bisa betah dan mau-mau saja menuruti perintah Jeno. Yang ia tahu bahwa lelaki itu sangat menyayanginya. Begitu pula Chenle.

Dia kembali meraih pisaunya untuk memotong wortel. Menu sarapan pagi ini adalah sup jamur.

Bersikutat dengan peralatan masak memang selalu membuat Chenle lupa waktu. Memasak adalah kegemarannya selain menatap langit. Iya, menatap langit sambil berdoa bahwa suatu saat nanti ia bisa keluar barang sejenak dari rumah ini.

Chenle tak mau memungkiri, kadang ia berfikir untuk kabur. Mengendap-ngendap lewat saluran loteng dan kembali sebelum Jeno pulang dari bekerja. Namun, angan hanyalah angan. Bahkan memandang loteng yang gelap dan penuh debu saja membuatnya begidik ngeri. Apalagi melewatinya. Bisa-bisa Chenle pingsan di tempat.

Tidak berselang lama setelah Chenle membereskan masakannya, Jeno datang dengan satu ikat besar jahe dan jamur. Tak luput beberapa ikat daun yang bisa ia masak.

Melihat Jeno membawa banyak sekali bahan masakan, Chenle cepat-cepat menghampiri lelaki tampan itu dan mengambil alih sayuran dengan wajah sumringah.

"Kau suka?"

Chenle jawab anggukan antusias, "Aku suka kau membawa banyak bahan makanan." dia meletakkan sayuran itu ke dalam lemari kayu. Tak lupa jahe yang ia tempatkan bersama bumbu dapur lainnya.

"Mandilah, sarapan kita sudah siap." Jeno hanya menurut.

Sedangkan Chenle dia kembali sibuk dengan bahan masakan yang baru saja Jeno bawa. Chenle selalu suka apapun yang lelaki itu bawa untuknya. Selama apapun itu bisa dijadikan bahan masakan atau bisa dimanfaatkan dalam bentuk lain, Chenle pasti suka.

Itu pula yang membuatnya selalu luluh pada Jeno. Baginya, Jeno adalah lelaki yang selalu ada untuknya. Tak ada satupun di dunia ini selain Jeno. Chenle terlalu menyanyanginya.

Tangled (JiChen) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang