9. Hadiah dan Bonus

505 77 16
                                    


___

Malam yang indah, sang bulan nampak sempurna terpampang di langit beserta para dayang abadinya. Kilauan cahaya memantul di setiap hembusan ombak kecil di atas perairan. Lalu nampak bercahaya dan membinar di dua manik cantik milik sang tuan sahaja.

Senyuman lebar selebar daun singkong itu tidak luntur sejak harapannya terwujud beberapa menit yang lalu. Menaiki sampan dan menikmati angin malam di atas air, oh, jangan lupakan penampakan indah ciptaan Tuhan di atas sana. Tak hanya berada di atas langit bersama bulan, cahaya indah itu juga ada di atas air. Yang tentu saja lebih terang dan lebih hangat.

Chenle memekik kegirangan saat jemarinya menyentuh cahaya berwarna kuning neon itu. Lalu dengan anggunnya melempar benda bercahaya itu ke langit. Dan dapat ia lihat benda itu terbang bagaikan burung terbawa hembusan angin.

Tidak sia-sia dia berlari kesetanan sampai hampir kehilangan nafas. Karena yang ia dapat jauh lebih indah daripada memandang langit lewat jendela rumahnya. Juga, sepertinya Chenle harus berterima kasih pada geng rusuh tadi. Sebab, jika geng rusuh itu tidak memanggil nama Jisung dengan keras mungkin dia tidak akan merasakan binar-binar cahaya dalam hidupnya.

Tapi, sepertinya yang patut mendapatkan hadiah dari Chenle itu adalah Jisung. Pertama, lelaki lusuh lumayan tampan itu mau membawa Chenle kabur dari rumah. Dan kedua, entah ulah apa yang dilakukan Jisung sampai dia dikejar-kejar oleh orang-orang berpakaian seperti gembel di pasar itu. Yang pasti, tanpa Jisung Chenle tidak bisa menikmati ciptaan Sang Pencipta sedekat ini.

Lain halnya Chenle, lain halnya Jisung. Jika Chenle tengah berhura-hura dengan cahaya-cahaya itu, Jisung malah memasang wajah masam sejak tadi.

Pasalnya, sudah lari-lari sampai ngos-ngossan sekarang dia mau tak mau harus mendayung sampan yang entah mau dibawa kemana ini jadinya. Jisung ingin sekali ngomel, marah, atau bahkan menjeburkan lelaki di depannya ini. Tapi, jika dilihat-lihat lagi Jisung tidak tega jadinya.

Chenle terlihat sangat bahagia, bahkan dengan melihat lentera saja lelaki manis itu sudah sangat antusias. Iba jadinya Jisung, hatinya mencelos, sungguh sangat miris sekali hidup Chenle, jadi, Jisung membiarkan saja Chenle melakukan apa saja yang ia mau.

Menggepak-ngepakkan air, menyibak-nyibakkan air, toleh sana, toleh sini, duduk di sana, duduk di sini, berdiri, jongkok, kembali duduk lagi, untung saja tidak nyebur ke air. Kan Jisung jadi enak mau meninggalkan Chenle kalau begitu.

"Jisung," panggil Chenle lirih sambil ketawa sendiri.

Jisung melihat itu sedikit merinding, soalnya jika Chenle gila bisa lain cerita kalau begini. "Apa?"

"Apa nama benda bercahaya ini?" ucapnya polos sambil menatap benda itu secara seksama.

"Aku kira kau tahu,"

"Jika aku tahu aku tidak akan bertanya, jadi jawab saja!" bentak Chenle tiba-tiba.

Melihat wajah besungut dari lelaki di depannya ini membuat nyali Jisung sedikit menciut, "Lentera."

"Oh, jadi ini namanya lentera? Wah.." bola mata si manis itu kembali berbinar, semakin malam lentera-lentera ini semakin banyak. Bahkan beberapa sudah mengelilingi Chenle dan Jisung.

Lentera yang jatuh di atas air itu mengapung, dibiarkannya saja karena itu terlihat sangat cantik. Beberapa masih terbang disekeliling Chenle, dibiarkannya saja karena Chenle suka. Seperti kunang-kunang pikirnya. Tapi berukuran besar dan berbentuk aneh.

"Jisung, bukankah ini cantik?"

Mendapat pertanyaan dari si manis sontak Jisung langsung melirik kawan sesampannya itu, dua lengannya masih mendayung pelan.

Tangled (JiChen) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang