10. Berpisah

494 73 7
                                    


__

"Akhh.. Chen--chenle.." Jisung mati-matian menahan darah yang keluar dari kakinya.

Kejadiannya sangat cepat bahkan sebelum mereka menyelesaikan aksi cium-ciuman di atas sampan. Ketika ciuman itu semakin dalam saat itu pula suara tembakan terdengar. Jisung yang melihat di pesisir daratan ada beberapa siluet orang segera mengayun sampannya menjauh.

Yang sialnya saat mereka berdua sudah berada di tepi danau kelompok perampok itu sudah mengepungnya dari jarak jauh. Jisung tidak tahu harus berbuat apa selain melindungi Chenle yang tengah ketakutan setengah mati. Berusaha untuk kabur lagi dari kejaran perampok rusuh itu.

Namun, yang lebih sialnya lagi peluru dari senapan milik Jaehyun berhasil mengoyak paha kanan Jisung.

"Jisung!!" teriak Chenle sesaat setelah paha Jisung tertembak. Lelaki bongsor itu tersungkur, tak bisa menahan rasa sakit yang luar biasa menghantam paha kanannya.

"Jisung.. Hikss.. Jangan mati.. Jangan tinggalkan aku.. Hikss.." tangis Chenle pecah seketika melihat Jisung meringis kesakitan dipangkuannya. Darah yang tak bisa ditahan bahkan sudah sampai membasahi celananya.

"Chen-chenle.. Akhh.. Maafkan aku.. Ak-aku tidak.. Akhh.. Bisa menjagamu."

"Tidak.. Kau harus bertahan.. Jisung ayo bangun kita harus melarikan diri!! Hiks..." Chenle kalang kabut berusaha menegakkan tubuh besar Jisung. Tapi percuma, berat badannya tak bisa mengimbangi berat badan Jisung. Sampai sebuah telapak tangan dingin menyentuh pundaknya.

"Chenle, sayang.. Ayo pulang." suara yang nampak tidak asing itu terdengar jelas di telinga Chenle. Lembut, namun tajam.

"Je-Jeno?" takut campur lega Chenle rasakan. Ia lega karena Jeno datang di waktu yang tepat. Tapi ia juga takut karena Jeno terlihat begitu berbeda. Wajah tampan yang selalu ia gadang-gadangkan terlihat sedikit berbeda. Senyumnya pun juga begitu menakutkan.

"Ayo pulang sayang, tempatmu bukan disini, tapi di rumah kita." Jeno menjulurkan telapak tangannya. Berharap penuh Chenle akan menerimanya.

Namun, urung Chenle menggenggam jemari itu. Dia memilih berusaha untuk tetap memeluk tubuh Jisung yang tengah berusaha menahan rasa sakit di kakinya sambil menangis sesenggukan.

"Hikss.. Jeno.. Tolonglah Jisung, tolong dia.. Aku mohon padamu.. Hikss.." Chenle menatap penuh dengan mohon pada Jeno. "Aku tak pernah meminta sesuatu padamu kecuali untuk keluar dari rumah. Dan aku selalu mematuhimu. Jadi, kali ini tolong kabulkan permintaanku. Tolong Jisung.. Aku mohon.."

Jeno tak bergeming, dia melihat lurus di depan, pasukan Jaehyun hampir datang.

"Jeno.. Aku mohon.. Hikss.. Aku berjanji akan menuruti semua kemauanmu.. Hikss.." tangis Chenle sambil memohon pada pemuda yang selama ini merawatnya itu. Tapi, sayang seribu sayang. Jeno masih bersikukuh sama sekali tak menggubris permohonan Chenle.

"Jisung.. Hikss.. Bertahanlah.. Aku mohon.."

"Chenle.. Aku baik-baik saja.. Arghh.. Sebaiknya kau pergi bersamanya, ini juga demi keselamatanmu. Pergilah.." Jisung mencoba menyakinkan Chenle. Telapak lebar yang tadinya digunakan untuk menahan pahanya yang masih berdarah itu ditariknya, kemudian menggenggam telapak mungil milik Chenle.

"Percaya padaku. Aku akan mencarimu."

"Tidak.. Tidak Jisung, aku ingin bersamamu saja."

"Chenle.. Sayangku, kita harus pulang." ajakan tajam dari Jeno itu hanya dijawab gelengan cepat oleh Chenle. "Jangan membantahku atau kau akan mendapat hukuman dariku."

"Jisung!! Tertangkap juga kau." suara lantang dari Jaehyun itu membuat Chenle terperanjat ketakutan.

"Ayo kita pulang." Jeno kembali menjulurkan lengannya, "Rumah kita sudah menunggu."

Tangled (JiChen) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang