#Perawat_Cantik_Untuk_Pria_Gangguan_Jiwa
#PART7....
"Kamu siapa?"
Satu pertanyaan membuat jantung Afifah seakan berdetak ribuan kali lebih cepat. Menghela nafas dengan dalam, seakan ia sulit untuk menghirup oksigen di indra pernafasannya. Gugup, seakan lidahnya kelu untuk berucap.
"Sa- , aku ... aku Afifah," jawab gadis itu dengan gugup, takut jika pria di hadapannya ini berubah jadi singa yang akan menerkamnya. Ia memejamkan matanya erat, merutuki kebodohannya. Namun walaupun disesali, toh sudah tidak berguna.
Bugh. Suara kepala Afifah yang terbentur di dada bidang milik Rian, pria itu membawa tubuh Afifah di dekapannya, mengunci pergerakan gadis itu. Di tatapnya Afifah dengan tatapan menghunus, memperhatikan setiap inci lekuk wajah gadis itu.
"Kamu gak kenal aku? Apa kita tidak pernah bertemu?" tanya Rian. Mata pria itu memerah, menyiratkan kesedihan yang mendalam. "Tolong jawab aku ...." lirihnya, menuntut jawaban.
"Aku hanyalah gadis desa, aku di sini hanya untuk merawatmu. Tidak mungkin kita pernah bertemu, sekalipun pernah, Tuan tidak mungkin mengingat gadis sepertiku." penuturan Afifah penuh dengan penekanan. Gadis itu berfikir, benarka tuan mudanya ini tak waras atau hanya depresi berlebih, hingga membuatnya tak bisa mengendalikan pikirannya dengan normal.
"Kenapa kau mirip dengan dia? Kamu siapa, kenapa aku merasa mengenalmu?!" tanya Rian, ia melepas dekapan eratnya di tubuh Afifah. Gadis itu tertunduk dalam. 'Aku harus apa Ya Allah ....' Batin gadis itu.
"Jawab aku ... kenapa kau diam, huh? Jawab!" Afifah tersentak saat bentakan Rian melengking di telinganya, dadanya terasa sesak, matanya memanas siap menumpahkan cairan bening. Seumur hidup, ibunya tak pernah memarahinya apalagi membentaknya dengan kasar.
"Ak- aku bukan orang yang Tuan cari, aku di sini hanya seorang perawat ... aku bukanlah Kia," jawab Afifah deselangi air mata dan isakan kecil.
"Pergi!" usir Rian, pria itu menunjuk pintu kamar mandi yang terbuka dengan lebar. "Aku bilang, pergi!" sentaknya lagi.
Afifah keluar dari kamar mandi dengan kesuh, isakan kecil masih terdengar dari bibirnya. Gadis itu mencoba membuka pintu kamar Rian dengan memutar knop pintu itu. Nihil, pintu itu tak berpihak padanya. Tubuh Afifah ambruk ke lantai, ia menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangannya. Menahan isakannya yang pecah, mengingat sang bunda, jika bersama ibunya mungkin ia bisa berkeluh kesah.
"Kenapa kau masih di sini?" suara dingin terdengar dari arah lain, gadis itu mendongak, mencari asal suara itu.
Pria tampan dengan kaos berwarna hitam, berdiri tegak tepat di depan pintu kamar Rian. Menatap Afifah dengan wajah datar.
"Ikut saya!" ajak pria itu, Afifah menurut. Gadis itu berjalan dengan menunduk, baju yang basah membuatnya menggigil kedinginan.
Pria itu membawa Afifah ke sebuah ruangan yang terlihat seperti ruang pribadi bagi gadis itu.
"Duduk!" Afifah menurut, gadis itu duduk dengan meremas jemari absurdnya. "Apa benar kata para maid di rumah ini, bahwa kau bisa menenangkan Satrian?" tanya pria itu langsung pada intinya. Afifah mengguna, mengiyakan.
Pria itu tersenyum devil, menatap wajah Afifah yang memucat. "Bagus. Sekarang ganti pakaianmu dan temui Si Gila itu."
Afifah beranjak, meninggalkan ruangan itu. Saat gadis itu sudah tak terlihat dari ambang pintu, pria itu tersenyum penuh arti. "Akan ku buat kau merasakan apa yang aku rasakan, Satrian Armana.”
***
Afifah berjalan menuju kamar Rian. Setelah mengganti pakaian, gadis itu meminta para maid menyiapkan makanan dan obat untuk tuan mudanya.
Cklek. Afifah membuka pintu kamar yang bercat putih itu, ia berjalan dengan membawa nampan berisikan makanan dan obat untuk Rian. Sepi, dimana pria itu? Afifah mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, gadis itu terhenyak saat mengingat bahwa pria yang ia cari masih di kamar mandi. Gadis itu menaruh nampan itu di atas nakas dan segera menuju kamar mandi.
Degh
Rian terduduk lesuh di lantai kamar mandi dengan shower yang masih menyala, menyiram tubuh pria itu. Dengan cepat Afifah mematikan shower, meraih handuk yang tersampir di gantungan. Melilitkan handuk itu ke tubuh kekar Rian. Pria itu terlihat pucat, bibirnya membiru.
"Tuan, buka pakaianmu. Kau kedinginan, nanti Tuan bisa demam.” Gadis itu memejamkan matanya, memberanikan diri untuk meraih dalaman yang masih dikenakan Rian.
'Ya Allah ... Ampunilah dosaku ... Jangan siksa ayah karena dosa-dosaku.'
Afifah menuntun tubuh kekar Rian ke tempat tidur, ia menyandarkan kepala pria itu di kepala ranjang.
"Tuan makan, yah." tidak ada pergerakan, pria itu terdiam layaknya patung. Afifah menghela nafas panjang, gadis itu kembali menyimpan makanan yang ia pegang. Mengambil baju yang ia siapkan untuk Rian.
Setelah memakaikan baju pada Rian, gadis itu kembali membujuk pria itu agar mau memakan makanannya.
"Tuan ... Makanalah, jangan seperti ini. Kau bisa sakit," bujuk Afifah terdengar lirih. Gadis itu merasa khawatir, tapi tidak mengkhawatirkan keadaannya sendiri yang belum makan sedari kemarin.
"Apa pedulimu?" sindir Rian yang beralih menatap wajah Afifah dengan tatapan sendu.
"Aku perduli karena kau majikanku. Jangan seperti ini, nanti aku yang akan kena hukuman karena tidak bisa merawatmu dengan baik," jelas gadis itu. Rian meraih tangan Afifah yang memegang sendok berisi sesuap makanan, lalu melahapnya.
"Suapi aku. Jangan pergi, temani aku. Berjanjilah, Afifah." Afifah tertegun saat Rian menyebutkan namanya. "Berjanjilah ...." Lanjut Rian terdengar lirih.
👉Bersambung👈
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Yours Baby
RomanceDemi membiayai pengobatan ibunya, Afifah rela berkerja sebagai perawat seorang pria bergangguan mental. *** ●Tiba-tiba kepikiran pas nyuci piring.●