25. t r e k k i n g

344 20 4
                                    

Haiii
Berhubung lagi ter-candy-candy jadi mesti ditaruh di mulmed jugaa hihi
Janlup yaa, divote dulu sebelum baca terus kasih komennya~~

HaiiiBerhubung lagi ter-candy-candy jadi mesti ditaruh di mulmed jugaa hihiJanlup yaa, divote dulu sebelum baca terus kasih komennya~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam tujuh, peserta tamasya sudah berkumpul di titik kumpul--rumah Alan. Barang-barang sudah dinaikkan ke mobil. Aturannya mereka sudah bisa berangkat, tetapi Kavi ngotot minta tunggu sebentar lagi. Dan sebentar lagi versi Kavi sudah cukup untuk masak lauk lalu makan sambil nonton YouTube kemudian mandi sambil luluran.

"Lo nunggu apa sih sebenarnya?" Alan yang punya riwayat kesabaran setipis kertas tissue, berkacak pinggang. Gerah sedari tadi dicekoki bujukan-bujukan Kavi agar sabar-sebentar-lagi-juga-datang. Masalahnya dia sendiri tidak tahu apa yang ditunggu. Sok misterius si Kavi tuh.

"Sabar kenapa sih," balas Kavi keki. Matanya tak lepas memandang ke arah pagar.

"Ini kalau udah jam delapan pas tapi belum juga ada hilalnya, gue tinggalin lo sekalian."

"Iye iyeee bawel amat ... lanjut makan kuaci aja sono lu."

Alan mencebik, melempar Kavi dengan krikil kecil lalu putar balik. Kembali bergabung dengan Arka, Elina, dan Sifa yang masih betah makan kuaci di teras rumahnya.

Tak berapa lama, suara deru mesin mobil terdengar mendekat bersamaan Mercy merah menyala perlahan memasuki halaman rumah Alan yang luas. Kavi semringah bukan main. Sudut bibirnya tertarik dari ujung ke ujung. Ia pun langsung menyongsong sosok yang sejak tadi dinanti.

"Itu mobilnya Dhira bukan sih?" Alan menggumam. "Baru tau gue dia jadi ikutan. Wah, kenceng banget pelet si Tuyul."

"Emang Dhira siapa?" tanya Sifa kepo. Maklum, dia adalah sepupu Alan yang sekolahnya berbeda dengan mereka.

"Temen. Tapi si Kavi kayaknya lagi ngebet pengen ngegebet dia."

"Yah, ada saingan dong gue."

Alan menjentik kening sepupunya itu yang dibalas Sifa jitakan yang jauh lebih bar-bar.

"Saingan apaan ... mana mau Kavi sama cewek pecicilan doyan micin macam lo. Seleranya yang cantik-cantik, muka dingin tapi keliatan misterius kayal Dhira. Lihat aja."

Muka Sifa be-te maksimal. Sekali ayun, sendal gunungnya mendarat mulus di dada Alan. "Sepupu laknat!"

Ketimbang menghiraukan presensi Dhira, Elina justru lebih tertarik menontoni drama sepasang sepupu ini. Dari tadi tidak berhenti ribut. Adaaa saja yang didebatkan. Lain halnya Arka yang air mukanya berubah keruh tak bersahabat dengan rahang mengetat sempurna. Fakta Dhira ikut membuat Arka sangat amat terganggu. Mood baiknya terbang begitu saja berganti keinginan buat marah-marah ke gadis picik itu.

"Nyasar nggak tadi?" tanya Kavi setelah Dhira turun. Gadis itu benar-benar mengikuti saran Kavi dengan hanya mengenakan kaus oversize hitam dan legging hitam. Rambut sepunggungnya dicepol berantakan. Kavi sampai berdecak mengagumi kecantikan alami gadis di hadapannya ini.

I'm (not) FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang