26. m u a k

402 26 1
                                    

Haiiii
Janlup vote sama komennta yaa~

HaiiiiJanlup vote sama komennta yaa~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semua terjadi super cepat. Dhira yang tiba-tiba pingsan. Orang-orang kelabakan. Arka yang menggendongnya dan nyaris berlari ke mobil. Kavi, Alan, dan Sifa yang super panik melesat mengejar. Elina menyaksikan semuanya seperti kilasan adegan dalam film hitam-putih. Ia hanya mengikuti dari belakang, melangkah teratur seperti biasanya dia berjalan sambil mereka ulang kejadian hari ini.

Setelah aksi ugal-ugalan Alan di jalan, mereka berhasil membawa Dhira ke klinik terdekat. Gadis pingsan itu sedang ditangani di ruang pemeriksaan. Mereka menunggu di luar dengan kabut cemas. Kavi mondar-mandir macam setrikaan. Alan Sifa berbisik-bisik entah bahas apa di sebelahnya. Lalu Arka ... Elina sedikit memiringkan kepala, mendongak memperhatikan pacarnya tersebut.

Arka berdiri diam sambil bersandar pada dinding. Tapi rahangnya yang mengetat keras jelas membuktikan jika Arka tengah menahan kecemasannya. Tatapannya tak pernah putus memandangi pintu ruang pemeriksaan.

Elina mendengus kecil. Menyandarkan punggung ke sandaran kursi. Maniknya mengerling ke titik yang sama dengan yang Arka lihat.

Ada sebersit perasaan tidak senang melihat Arka yang notaben adalah pacarnya, mencemaskan perempuan lain, di depan matanya pula. Arka bahkan belum mengatakan apa pun sejak dengan heroiknya ia menggendong Dhira tadi. Maksud Arka memang baik ingin membantu, tapi di mata Elina hal tersebut sangat menganggu terutama masih ada Kavi dan Alan di sana.

Alan salah, Elina Geeta tidak sesempurna itu karena Elina bisa melakukan apa saja demi menjaga miliknya.

"Udah lewat jam dua, kita belum shalat," tutur Elina mengurai lipatan tangannta sebelum bangkit berdiri. Memandangi Arka lurus-lurus. "Shalat dulu, Ka."

"Gue lagi nggak shalat. Kalian pergi aja dulu, biar gue nungguin Dhira," timpal Sifa.

Elina membaca keraguan dari balik manik Arka saat cowok itu mengangguk mengiyakan ajakannya. Gadis itu lagi-lagi mendengus dan berlalu duluan tanpa mengakatan apa-apa lagi.

"Lo PMS juga, Kav?"

"Duluan aja. Gue nanti habis kalian balik."

Mengedik, Alan pun menyusul Arka dan Elina yang sudah berbelok ke koridor lain.

••••

Demi apa pun, Arka tidak bisa shalat dengan khusuk!

Sekeras apa ia mengabaikan, tetap saja pikirannya terus saja tertuju ke Dhira. Bukan, dia bukan mengkhawatirkan keadaan gadis itu. Dia khawatir, bagaimana kalau dokter yang memeriksa keluar sebelum Arka kembali? Bisa saja kan, dokter tersebut membeberkan kondisi Dhira kepada Kavi dan Sifa? Setidaknya jika Arka di sana, Arka bisa melakukan apa saja untuk menghalangi. Bukan karena Arka peduli, Arka cuman tidak ingin saat rahasia Dhira terbongkar, gadis itu ikut menyeret namanya. Tidak. Arka tidak akan biarkan!

I'm (not) FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang