13. p a c a r

410 25 1
                                    

Haiiii
Tetep yaa vote dan komennya janlup

Elina Geeta, gadis tujuh belas tahun berpenampilan rapi dengan seragam sekolahnya itu menuruni satu demi satu anak tangga dengan teratur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Elina Geeta, gadis tujuh belas tahun berpenampilan rapi dengan seragam sekolahnya itu menuruni satu demi satu anak tangga dengan teratur. Ketukan sepatunya yang beradu marmer terdengar konstan dan tidak terkesan buru-buru. Sekali lihat, orang-orang bisa menilai seanggun apa remaja satu itu.

"Morning, Ma, Pa," sapanya hangat pada kedua orang tuanya yang sedang sarapan di beranda samping dekat kolam renang. Jika cuaca sedang bagus, keluarga kecil itu memang selalu sarapan di sana sambil menikmati udara pagi yang masih segar. Bergantian, Elina mengecup singkat pipi mama, kemudian papanya.

"Morning. Kok telat turun?" tanya Dewita melirik sekilas Elina.

Gadis bersurai hitam lebat sepunggung itu menuang hati-hati sereal ke dalam mangkuk, berikut susu low fat. Sambil kepalanya sibuk memilah jawaban atas pertanyaan mamanya. Tidak mungkin Elina mengaku kalau dia terlambat karena sibuk bulak-balik bercermin hanya untuk memastikan rambutnya sudah tergerai rapi, warna bandanya tidak terlalu mencolok, seragamnya tidak kusut, atau riasannya tidak norak.

"Tadi keasikan balesin chat temanku." Cari aman saja, walau alasannya justru terdengar sangat mengarang. Elina jelas bukan tipe orang yang akan membuang waktu paginya dengan mengurusi sosial media. Meski begitu, syukur karena mamanya percaya-percaya saja.

"Besok-besok jangan gitu lagi," pesan Dewita yang diangguki Elina sementara mulutnya sudah sibuk mengunyah.

Tidak ada lagi yang menyumbang kalimat. Dewo si kepala keluarga menikmati omelet sambil membaca berita pagi dari tablet. Dewita makan dengan tenang. Begitu pula dengan Elina. Satu-satunya sumber suara berasal dari dentingan sendok garpu yang beradu piring. Sudah menjadi aturan tidak tertulis di keluarga mereka, kalau tidak perlu ada percakapan ketika sedang makan. Kecuali memang ada hal penting yang mesti dibahas saat itu juga.

Seperti yang ingin Elina bahas saat ini. Gadis itu memulai dengan meneguk air minum sambil netranya menatap bergantian orang tuanya. Barulah kemudian ia mengembalikan gelas ke atas meja sambil berdeham, "Oh iya, nanti aku ke sekolah nggak ikut Mama Papa ya," tuturnya tenang.

Dewita dan Dewo serempak mendongak. Saling lirik sebelum Dewita balas bertanya dengan heran. "Loh kenapa?"

"Aku dijemput pacarku."

Suasana mendadak hening setelah kalimat itu keluar dengan gamblang dari mulut Elina. Yah, tidak tahu saja kalau jantung gadis itu sudah jedag-jedug tidak karuan.

Sementara lagi-lagi, pasangan suami istri itu melempar tatapan. Sama-sama terkejut tentu saja. Selama 17 tahun membesarkan Elina, baru kali ini anak satu-satu mereka itu mengaku sudah punya pacar.

"Mama nggak tau kalau kamu punya pacar."

"Baru 10 hari, Ma. Aku lupa cerita ke kalian."

"Kamu tau, kan, kalau kamu sudah kelas 12?" Dewita terdengar skeptis.

I'm (not) FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang