satu langkah pada titik temu

85 19 0
                                    

Bagian 10 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- r a p u h -

           BOLA basket yang memantul ke arahnya Juyeon lempar pada mereka yang masih bermain. Laki-laki itu menggosok rambut hitamnya hingga berantakan, lalu menatap langit sore yang perlahan mulai berubah warna. Hela napas berat terdengar kembali memenuhi percakapan kosong antar diri.

           Noda cokelat. Goresan baru.

           Pandangannya jatuh pada plastik putih berisi plester dan obat-obatan lainnya. Should I? Pertanyaan itu terus berulang memenuhi kepala.

           Apakah benda tajam sekali sayat pasti keluar darah itu tidak menyakitkan saat menyentuh kulit? Menusuk, merobek, dan mengeluarkan cairan merah yang seharusnya tertutup rapat oleh kulit tipis. Apakah Bona tidak kesakitan? Apakah setelah menyakiti diri perasaan lega menghampiri si perempuan? Lalu, apa Bona tidak menyadari bahwa tindakannya itu berbahaya?

           Juyeon tidak paham.

           Dadanya terasa seperti ditekan mengingat luka-luka baru di tangan Bona. Di bandara kemarin, secara tidak sengaja ia mendapati goresan panjang yang belum mengering total.

            Ingatan di pagi lampau mengenai permintaannya pada Bona setelah kertas perjanjian itu ditanda tangani rupanya tidak gadis itu lakukan. Lagi, memang ia siapa untuk meminta pada Bona untuk setidaknya berhenti menyakiti diri?

            “JUYEON, AWAS!”

           Fuck!

           Pening terasa sesaat benda bulat menghantam kepala cukup kencang, bersama pandangan berkunang-kunang. Anjing! Pikirannya menjadi kacau seiring denyutan berulang dirasa.

            “Ngelamun mulu, sih, lo!”

           Tidak terima akan bentuk penyalahan itu, Juyeon berteriak, “Ya lo pada mainnya sampe ke pinggir! Ringnya aja ada di ujung sana, kenapa sampe bangku penonton!”

           Sojung di sebelah Juyeon memukul pelan kepala si lelaki. “Pusing, kan? Balik sana. Istirahat.”

           Istirahat. Apakah semua permasalahan bisa selesai dengan istirahat?

            “Malah ngelamun lagi!” Decakan itu terdengar kembali.

           Jengah mendapati omelan-omelan lain yang keluar dari mulut teman-temannya, Juyeon memutuskan untuk segera pergi. Kepalanya akan bertambah pening jika tetap berada di sana.

            Tarikan langkah pelan Juyeon bawa, menelusuri jalan menuju rumah yang berada di seberang lapangan. Satu persatu lampu jalan menyala, menciptakan riak bayangan dari pantulan diri serta benda yang berada di sekitar cahaya lampu. Keheningan itu menguasai diri sebelum sosok yang berada dalam pikiran sedang berjalan di depan sana. Berlawan arah dengannya.

- r a p u h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
––to be continued––

.

.

rapuh, eunbo. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang