akhir cerita

194 23 6
                                    

Bagian 20 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- r a p u h -

            “HEI.”

            Bona yang tadinya melihat ke arah luar jendela kini mengalihkan pandangannya ke arah Juyeon yang sekarang duduk di sampingnya. Senyum laki-laki itu hadir. Jelas saja, Juyeon merasa senang mengetahui bahwa Bona sudah sadar.

            “Gimana perasaan lo? Udah ngerasa baikkan? Ada yang sakit ngga?”

            Tatapan Bona yang awalnya menatap jelaga hitam itu beralih melihat pergelangan tangannya. “Tangan gue sakit. Badan juga lemes banget.”

            “Bego, sih!”

            Tentu saja bukan itu yang ingin Bona dengar dari sosok di hadapan dan tentu bukan ruangan dingin nan sepi tanpa sosok yang selalu menemaninya belakangan. Setidaknya, Bona tidak akan mengeluh walau kata kasar terlontar dari si lelaki asal kehadirannya bisa Bona tangkap. Namun, sekali lagi, hanya ruangan kosong dan beberapa orang asing masuk diikuti dua orang yang Bona kenali sebagai orang tuanya.

            Tidak ada Juyeon.

            Tidak ada sosok yang selalu hadir dalam bunga tidurnya saat ia tertidur.

            Keributan itu secara perlahan menusuk telinga. Ucapan-ucapan dari beberapa orang memusatkan perhatian dan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan hanya Bona tanggapi semampunya lewat anggukan serta jawaban singkat. Tenggorokannya terasa kering, sehingga terlalu sulit untuk menjawab panjang.

            Dan sampai waktu sudah berganti, sampai hari sudah berlalu, sosok yang Bona tunggui kehadirannya tidaklah sedikit pun Bona tangkap. Pertanyaan mengenai Juyeon berada di mana hanya gelengan dari kedua orang tuanya dan diam panjang dari Jiyoung yang datang menjenguk.

            Apakah Juyeon melakukan tindakan menyakiti lagi? Apakah laki-laki itu melakukan hal buruk? Bona mendengkus pelan. Tidak mungkin. Juyeon tidak mungkin melakukan hal buruk karenanya. Ia tidak sepenting itu untuk orang lain, bukan?

            “Stop asking, where’s Juyeon, ‘kay?” Jiyoung menyemprot Bona begitu diri sudah berada di sisi perempuan yang hendak membuka mulut. “Dia ada, lagi ujian. Jadi, gak bisa ke sini.”

            She’s lying, of course. Jiyoung tidak mungkin memberitahu Bona yang sebenarnya bahwa Juyeon sudah memutuskan untuk tidak kembali berhubungan dengan Bona secara langsung.

            Dalam raut yang tidak bisa Jiyoung baca, adiknya itu memberitahu bahwa permasalahan Bona sudah selesai. Maka, segala bentuk hubungan dengan Bona, Juyeon alihkan pada Jiyoung. Laki-laki itu tidak ingin jika diri menjadi lebih larut akan kehidupan orang lain sebab rasa tanggung jawab sialan dan membuat seluruh keluarga kecewa.

           “What if she asks you endlessly and her mentality getting worse?” Pertanyan itu Jiyoung lempar pada Juyeon sesaat Juyeon memberitahu semuanya sudah selesai. “Kamu buat dia gantungin hidupnya di kamu secara tanpa sadar.” Jelaga hitam milik Juyeon menatap lurus ke arahnya dan adiknya itu mengangguk beberapa kali.

           Katanya, “I will explain it to her. I have to fix myself before fixing others.”

           Jiyoung menyimpan buah dan satu paper bag yang tidak ia ketahui apa isinya pada Bona. Juyeon memperingati untuk tidak melihat. “He gave this for you. And he said, glad finally you’re awake.” Tetapi, tidak akan pernah menghampiri.

            Bona mengangguk. Setidaknya, ia tahu Juyeon ada. “Makasih gitu.”

            “Sama-sama.” Topi yang menutupi kepalanya Juyeon benarkan. Kegiatan mengamati Bona yang kini sedang berbincang bersama Jiyoung menjadi akhir kisah. Seharusnya, ketika ia mencoba untuk menyelamati atau memperbaiki seseorang, ia harus memastikan bahwa diri bukanlah orang hancur dan membuat semuanya menjadi cerita serupa, sehingga sulit untuk membedakan ia sedang membalas mengenai cerita yang mana.

rapuh, eunbo. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang