yang diketahui hanya satu

507 48 0
                                    

Bagian 1 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- r a p u h -

            PANDANGANNYA yang mengedar jatuh pada beberapa orang yang tampak berjalan ke satu titik menuju sebuah kerumunan besar, menarik minat lain untuk mendekat mencari tahu.

            Lagi. Kali ini kehebohan apa yang akan menjadi bahan perbincangan panjang?

            “Apasih, kenapa?”

            “Juyeon nelanjangin ceweknya.”

            Anjing? Si pemilik nama sama menaikkan sebelah alis mendengar hal tersebut, merasa tak terima akan namanya melakukan tindakan yang tidak pernah dilakukan.

            Ia, si pemilik nama sama, masih diam di tempat mengamati situasi yang semakin ricuh. Sorak sorai kata lepas terus terucap sebagai bentuk dukungan. Masih mengamati, gelas kosong di tangan kiri Juyeon mainkan, hingga di detik ke lima laki-laki itu turun dari kursi membawa langkah menerobos kerumunan mencapai titik pusat perhatian.

            Netranya memandangi sosok yang memiliki nama sama dengannya, lalu pada perempuan yang bersembunyi di dalam dada laki-laki tersebut. Nyatanya, yang Juyeon lihat adalah tindakan tidak disetujui oleh dua orang bersangkutan. Lagi. Hal biasa.

            Bisa ia lihat sekarang pengait bra si perempuan sudah terlepas dan pelukan merupakan upaya satu-satunya agar benda yang melindungi tubuh atasnya tidak terlepas. Pun, ucapan lirih meminta maaf serta berhenti hanya dibalas kekehan oleh si lelaki.

            “Kamu sayang aku, kan, Na? Kamu percaya aku, kan?” Sosok yang bernama Juyeon itu tampak bersuara di dekat telinga si perempuan. “Kamu lepasin aku ya. Jangan kayak gini,” ujarnya mencoba mendorong tubuh kecil yang memeluknya begitu erat.

            “Na.”

            Kepala itu terangkat, menatap laki-laki yang hanya ia kenali di tempat rasa-rasanya terlalu menakutkan untuk ia datangi kembali. “Maaf. Maafin aku. Please ..., maafin aku,” pintanya, memohon pada si lelaki agar berhenti sampai situ saja. Ia tidak ingin ditelanjangi di depan banyak orang, ia tidak ingin dilecehkan di hadapan banyak orang, ia tidak ingin jatuh terlalu dalam dari ini.

            “Na, ayo. Lepas ya.”

            Gelengan menjadi jawabannya.

            “Please ....”

            “Maafin aku.” Suaranya begitu lirih. Sorot memohon tampak jelas di sana bersama cairan bening kembali jatuh. Ia ingin pulang. Ia ingin menghilang. Ia takut. Ia terlalu takut kejadian lampau akan terulang kembali.

            “Anjing!” Di tengah cahaya minim, Son Juyeon dapat menangkap wajah dari sosok yang ia kenali di sana. Bona. Kim Bona. Giginya bergemeletuk emosi melihat wajah memelas Bona yang sudah dipenuhi air mata.

            Sontak saja kakinya menarik langkah kasar menuju sosok yang tidak pernah dalam bayangannya akan selemah ini, akan serapuh ini, akan setakut ini, dan ... semenyedihkan ini. 

            Begitu kasar Juyeon menarik lepas lengan Bona dari pelukan laki-laki berengsek yang kini berteriak murka, sebab seseorang mengganggu hal yang sedang dilakukannya. Bajingan! Juyeon tidak akan melepaskannya.

            “Setan.” Ucapan itu Son Juyeon berikan pada laki-laki yang kini menyeringai ke arahnya. Sementara, tubuh kecil si perempuan berontak dalam pelukan, berteriak histeris meminta dilepaskan. “Mati lo anjing di tangan gua.”

            Dengkusan terdengar. Tangan itu mengibas tidak peduli. “Sini,” pintanya. “Balikin tuh perek ke gue.”

            “Bangsat!”

            Jika saja Bona tidak sedang dalam pelukan, Juyeon sudah akan menerjang si berengsek. Memberikan pukulan berulang pada wajah menjijikkan tersebut. Namun, yang bisa Juyeon lakukan sekarang adalah mengeratkan pelukan, berusaha agar tubuh bagian depan Bona tidak terlihat oleh pengunjung lain.

            Gumaman sumpah untuk menghajar laki-laki di hadapan hingga mati Juyeon ujarkan berulang kali seraya memasangkan pengait bra dari perempuan yang meremas kuat belakang kemejanya; meminta pertolongan.

            “Siniin tuh perek.”

            Kemudian, memakaikan jaket besarnya sebagai tanda perlindungan, sebagai tanda bahwa Bona sudah aman. Jelas mengabaikan permintaan dari laki-laki yang berteriak meminta mainannya untuk segera dikembalikan.

            “Monyet! Bawa sini, Sat.”

            “Balikin anjing!”

            “Tuh perek punya gue!”

            “Bacot!” Sebelum lengan tersebut berhasil meraih tubuh Bona, Juyeon sudah terlebih dahulu menerjang. Melayangkan pukulan berulang pada wajah yang akan ia ingat baik-baik. Tangannya terus melayang menghajar dengan makian tidak berhenti Juyeon keluarkan. Tak peduli darah sudah keluar dari hidung yang patah, mata menghitam, pipi membiru, dan kesadaran hilang di tempat.

            “Mati lo setan!”

- r a p u h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
––to be continued––

.

.

rapuh, eunbo. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang