harapan yang disemogakan

83 17 0
                                    

Bagian 15 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- r a p u h -

            MENCOBA membunuh waktu sampai ayahnya selesai berbicara bersama seseorang, pandangan Juyeon jatuh pada beberapa tumpukan berkas yang tergelatak hampir di seluruh sudut ruangan. Membaca sekilas halaman awal mengenai kasus yang ayahnya tangani, yang sesekali tubuh bergerak memutar menatap sang ayah masih sibuk berbincang di telepon.

            Kasus Bona sudah ia laporkan pada pihak berwajib. Namun, ia membutuhkan kekuatan dari pihak lain yang dapat mengatur agar kasus ini segera diselesaikan. Juyeon tidak mau permasalahan Bona berlarut dan membiarkan si berengsek Lee Juyeon berkeliaran, lalu mengeluarkan video-video sialan lainnya.

            Secara sepintas pikiran untuk menggunakan Yeonjung selaku selebgram dan youtuber yang bersekolah di sekolahnya muncul dalam kepala. Ia bisa memanfaatkan temannya itu untuk membuka lahan klarifikasi dalam menyelesaikan permasalahan Bona, untuk meluruskan permasalahan yang sebetulnya tidak orang lain ketahui bagaimana keadaan sebenarnya. Mencoba meraup simpati masyarakat, pun agar pihak berwajib bergerak lebih cepat.

            Juyeon ingin nama Bona bersih selain Lee Juyeon dipenjara akibat perbuatannya. Akan tetapi, memikirkan Bona yang harus berbicara dan menarik seluruh ingatan menyakitkan ke permukaan membuat Juyeon menekan rapat-rapat rencananya itu. Keadaan Bona lebih penting. Juga, jika dilihat dari sisi lain rencana sekilasnya itu terlalu jahat bila ia lakukan.

            “Baik. Terima kasih.”

            Ungkapan itu menariknya dari pikiran tersendiri. Segera kakinya melangkah mendekat, menatap ayahnya yang duduk dan menatap lurus.

            “You did well.” Senyum hangat penuh kasih sayang itu hadir. “Setelah ini kita cari bukti lain ya. Dan saat seluruh bukti sudah siap, ayah akan angkat kasus ini. But promise to me, jangan lakuin hal yang bakal merugikan kita semua.”

            “Boleh aku pukul dia sebelum ayah angkat kasus ini?”

            Tawa berat itu terdengar. “Go on. Tapi kamu selesaikan permasalahan itu sendiri. Ayah tidak akan ikut campur.”

            “Alright.”

            “Aga.”

            “Hm?”

            “Sejak kapan kamu bertumbuh sebesar ini? Terakhir ayah ingat, kamu masih kecil.”

            Juyeon memutar kedua bola matanya malas, dihadiahi kekehan renyah. Kemudian, ayahnya menatap serius bersama tangan melipat di depan dada.

            “Kamu tau, dalam hal seperti ini yang perlu berusaha adalah korban sendiri. Meski memang betul korban membutuhkan dukungan moril dari sekitar. Namun, jika orang sekitar sudah mendukung secara penuh, akan tetapi korban terlalu takut untuk menghadapi permasalahannya dan ia memilih mengakhiri sendiri, permasalahan selesai sampai situ. Kasus tidak akan diperpanjang. Hanya akan menggantung, atau paling beruntung kita dapat memenjarakan pelaku.”

            “Jadi, Ayah harap kamu dapat membantu Bona. Tidak ..., tidak hanya membantu, namun menjaganya juga.”

            Hal paling riskan di situasi seperti ini adalah mental korban yang terombang-ambing. Dalam menghadapi masalah serumit ini mereka tidak dapat menyelesaikannya secara gegabah. Setidaknya, mereka harus melindungi keadaan korban terlebih dahulu. Itu adalah hal paling terpenting.

            Dan membiarkan Bona menyerah sebelum semua berakhir sama saja seluruh yang terlibat ikut bunuh diri. Pun, akan meninggalkan penyesalan terdalam bagi beberapa orang yang turut berjuang. Kerusakan yang diakibatkan oleh satu orang itu akan menyebar layaknya tumor. Perlahan, tetapi mematikan.

- r a p u h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
––to be continued––

.

.

rapuh, eunbo. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang