luka di titik awal

318 44 0
                                    

Bagian 2 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- r a p u h -

            JUYEON menarik selimut birunya hingga tubuh Bona tertutupi sempurna. Merapikan helai rambut basah yang menutupi wajah dan begitu hati-hati menyelipkannya ke belakang telinga si perempuan. Memerhatikan dalam diam wajah yang hidungnya memerah, mata membengkak, dan raut tidak nyaman meski si empu sudah terlelap.

            Hela napas pelan terdengar di kamar terisi dua orang manusia. Juyeon mengusap tengkuknya yang terasa pegal seraya mengganti pakaian yang hampir basah secara keseluruhan. Lalu, punggungnya laki-laki itu sandarkan pada nakas di sisi tempat tidur seraya jemari bergerak membalas beberapa pesan masuk di jam dua dini hari.

            Kepalanya mendongak memikirkan beberapa kemungkinan. Pertanyaan yang di awali ‘bagaimana jika’ sudah terkumpul dalam otak bersama tangan kiri terulur mengusap puncak kepala Bona. Kalimat semua akan baik-baik saja ingin sekali Juyeon lontarkan. Perihal kalimat penuh kebohongan berisi harap benar adanya. Namun, ia tidak bisa melakukannya.

            Lantas, laki-laki bernetra gelap itu berjalan keluar dari kamar menuju dapur, mencari makanan yang bisa mengisi perut. Hingga saat langkahnya kembali memasuki kamar, ia terdiam.

            Dwimaniknya jatuh pada Bona yang sudah terduduk dengan kelopak mata terbuka sempurna bersama pandangan kosong, diikuti cairan bening merembes keluar tanpa aba-aba. Tidak ada isakan, seakan mengisyaratkan bahwa perempuan itu akan menyimpan permasalahan seorang diri. Tanpa membiarkan orang lain tahu.

            Juyeon terpaku, terpana menyaksikan kondisi Bona yang jauh dari kata baik-baik saja. Sosok keras dan dingin mengenai Kim Bona detik itu melebur menciptakan rangkaian aksara tak berujung.

            Begitu pelan langkahnya Juyeon bawa mendekat. Tangannya terulur menyentuh sisi wajah Bona, meminta pada si perempuan untuk menatap ke arahnya, yang tidak bisa Juyeon lakukan dengan benar.

            Sebab detik netra mereka saling beradu, laki-laki itu segera menarik tubuh ringkih penuh luka masuk ke dalam pelukan. Mendekap erat sesosok jiwa rapuh tersembunyi dalam raga yang kerap kali memasang topeng baik-baik saja dalam sikap kerasnya.

            Tidak ada yang bersuara.

            Hanya bunyi pendingin ruangan dan jam dinding.

            Juyeon sendiri tidak mampu mengucapkan kalimat-kalimat menenangkan yang ia tahu tidak ada fungsinya sama sekali untuk saat ini. Maka, laki-laki itu hanya menunjukkan tindakan yang bisa diterima oleh si perempuan.

- r a p u h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
––to be continued––

.

.

rapuh, eunbo. ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang