Pertempuran Sengit

113 8 8
                                    

Semua persiapan selesai, sekitar seratus kilo bahan peledak diangkut ke dalam mobil. Sandra dan Indra merakit bom-bom itu dengan persediaan roket yang ada di rumah Tanaya.

Chelsea ditempatkan di kabin belakang yang berisi bom dan senjata lainnya, sementara Sandra berada di tengah dan Indra berada di samping Tanaya yang mengemudi.

Mereka semua memakai jaket busuk untuk menghindari serangan zombi. Gedung Kemenkes berada di pusat kita yang merupakan daerah kekuasaan para zombi.

Jalanan tampak sepi, namun ketika kendaraan melintas, para zombi keluar dari persembunyiannya. Mereka tertarik dengan suara mesin yang berisik. Mereka berlari mengejar mobil itu. Sandra dangan siaga langsung keluar lewat sunroof sambil menodongkan senjata.

Tak ada satupun zombi yang berani mendekati mereka setelah mencium aroma busuk dari jaket yang mereka pakai. Zombi-zombi itu hanya berekrumun di sekitar mobil.

Tanaya terpaksa melaju pelan untuk melewati kerumunan itu. Ia tak berani menerobos mereka karena bisa mengundang kemarahan masal. Zombi adalah mahluk bersolidaritas tinggi, mereka akan marah ketika salah satu dari mereka mati dibunuh, lalu mereka akan menyerang orang yang membunuh itu.

Waktu tempuh jadi bertambah gara gara kerumunan zombi yang menghalangi laju kendaraan. Satu jam kemudian, akhirnya mereka tiba. Para zombi itu tak berani mengikuti mobil masuk ke halaman Kemenkes. Mereka sangat takut dengan mahluk yang ada di dalam gedung itu.

Tanaya menghentikan mobil di depan lobby gedung. Indra dan Sandra langsung mengeluarkan bom dari mobil. Mereka bekerja memasang bom-bom itu di sekeliling gedung. Setelah selesai, mereka kembali ke mobil. Sandra memberikan sebuah lampu indikator dan handphone yang dimodifikasi.

"Tan, inget yah... kalo lampu indikator ini nyala itu tandanya gue ama Sandra udah mau mati... elu harus nyalain bom lewat hape itu! Elu tinggal telepon ke nomer yang udah gue tandain... bom akan meledak semenit setelah lu pencet untuk ngasih waktu buat lu pergi dari sini... gue Sandra masang bom di titik-titik utama struktur gedung ini... jadi kalo elu ledakin, maka seluruh gedung ini akan runtuh dan rata sama tanah" jelas Indra.

"Tapi Bang, kalo bisa jangan sampe gue mencet bom, gue gak mau elu ama Sandra mati" harap Tanaya.

"Itu buat skenario terburuk aja Tan, semoga aja kita bisa sukses jalanin misi ini" sahut Sandra.

"Aku harap begitu, good luck ya gays!" pungkas Tanaya.

Mereka langsung masuk ke dalam gedung dengan persenjataan lengkap, sedangkan Tanaya menunggu di mobil. Hampir semua senjata mereka bawa, di dalam mobil hanya di sisakan dua buah RPG.

Indra dan Sandra berjalan memasuki lobby yang kali ini tampak lebih berantakan. Ribuan selongsong peluru bereserakan di atas lantai yang dipenuhi noda darah mengering. Sandra kembali merasa ngeri ketika melihat potongan tubuh Listy masih tergeletak di atas lantai. Seketika air matanya tertumpah, namun tak ada waktu baginya untuk meratapi kematian sahabatnya itu. Sandra harus fokus menyelesaikan tugas.

Indra membuka pintu menuju ruang bawah tanah. Ia dengan mudah membuka pintu berkode itu karena sistem keamanannya sudah terbuka sebelumnya. Indra memasuki pintu itu sendirian, dia ingin memancing monster itu untuk keluar, sementara Sandra menunggu di atas. Ia bertugas sebagai eksekutor bagi monster itu.

Indra menuruni anak tangga dengan perlahan dan penuh kesiagaan. Setelah tiba di dasar, ia menyusuri sebuah lorong dimana monster itu pertama kali ada. Setiap sudut ia periksa, namun tak ada batang hidungnya.

"Di sini gak ada monsternya San" ungkap Indra melalui tranmisi radio.

"Kemana dia?" balas Sandra.

"Aku tak tau, lebih baik aku langsung mengambil serum itu, lalu pergi dari sini"

Hidup di Tanah BencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang