Chapter 16

7.2K 186 1
                                    

Setelah melaksanakan meeting di resto Arez kembali ke kantornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah melaksanakan meeting di resto Arez kembali ke kantornya. Ia menggunakan mobil pribadi, sementara Zena—sang sekretaris menggunakan mobil dinas yang dikemudikan supir kantor.

Sejak dulu, Arez memang tidak tertarik menggunakan mobil direksi, sebab kemana pun, ia merasa lebih nyaman menggunakan kendaraan pribadi.

Sepuluh menit. Ia tiba di kantor dan Arez memarkirkan mobil. Langkahnya tampak santai padahal pikiran laki-laki itu sedang ramai oleh pekerjaan—salah satunya keputusan meeting barusan bersama pemimpin direksi Alexa Group.

Mereka sepakat melakukan kerja sama dalam penerbitan media penyiaran baru berupa stasiun Televisi.

Hal tersebut membuat Arez harus kembali melaksanakan meeting dengan semua kepala divisi di kantornya. Demi merancang nama channel hingga menyusun program.

Ya, Arez memang sedetail dan seantusias itu soal pekerjaan, sampai fokusnya benar-benar terbagi, satu tangannya memasang airpods ke telinga sedangkan tangan yang lain bergerak membalas chat, Arez tanpa sadar mengabaikan panggilan seseorang saat mengeluari lift.

"Misi, Pak ... " Dia laki-laki, berseragam hitam dengan lambang Mahakarya group dan name tag bertuliskan 'Haris Arseno'. "Pak Arez!"

"Ah ya?" Arez spontan menaikkan pandangan dari ponsel kala suara Haris menusuk telinga, rupanya Haris sudah berdiri di depan guna mencegat jalannya.

"Saya dari tadi manggil loh, Pak."

"Oh, ya maaf saya baru mendengar." Arez pun melepas airpods yang baru dipasangnya itu-menyimpannya ke saku kemeja. "Kenapa?"

"Tadi ibunya bapak nelpon saya."

Arez mengernyit, terlintas di benaknya soal Sania, sekarang, Arez bisa menebak apa yang ingin Haris katakan.

"Lalu?"

"Soal istri bapak, katanya..."

Tidak salah kan dia. Belum selesai Haris bicara Arez sudah mengusap wajah frustasi.

"Saya harus menerima Bu Sania kerja di perusahaan ini."

"Hmm." Arez mengangguk-ngangguk. Kaget? Tidak sama sekali, ia sudah menduga Mira akan melancarkan aksinya ini. Arez sangat mengenal tipikal ibunya itu.

Haris memiringkan kepalanya, heran kenapa reaksi Arez terlampau santai. Mengingat subjek pembahasan mereka adalah istri Arez sendiri.

"Jadi, gimana, Pak?" tanyanya lagi. Laki-laki yang hanya memiliki tinggi sepundaknya itu mengusap dagu, "Saya paham betul tugas saya sebagai seorang HRD, tapi kalau pelamarnya seperti Bu Sania saya jadi bingung."

"Kenapa bingung? Kamu tolak saja lamarannya."

Lagi, lipatan di jidat Haris bertambah mendapat respon sepele.

"Bapak ngerti konsep orang dalam kan? Sepertinya ibu Mira pengen menggunakan taktik itu."

"Saya ngerti." Ya jujur, sejak pagi tadi, perkara itu yang berputar di kepala Arez dan nyaris menganggu fokusnya saat meeting.

Aku Hanya Ingin Menikahi KembaranmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang