Chapter 14

6.1K 176 1
                                    

Tekan bintang sebelum membaca, jangan lupa tinggalin jejak😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tekan bintang sebelum membaca, jangan lupa tinggalin jejak😁

***

Arez POV.

Hujan deras mengguyur kota membuat udara malam hari ini terasa bertambah dingin, aku pun menaikkan suhu AC kamar.

Melirik jam dinding ternyata menunjukkan pukul delapan. Aku heran dimana Sania? Biasanya di jam-jam begini, perempuan itu sudah masuk ke kamarku bersiap tidur.

Ya, tentunya atas perintah ibu, kami setiap malam mesti tidur sekamar.

Cklek.

Pintu terbuka, yang kutunggu akhirnya datang.

Jika biasanya setelah masuk Sania tersenyum menatapku lalu mengucap selamat malam, malam ini sungguh berbeda, dia memandangku dengan ekspresi datar.

Langsung mengambil selimut abu yang terlipat di dalam lemari tanpa menggelar kasur di bawah ranjang lebih dulu, menambah keherananku.

Jalannya pun sedikit berjinjit mungkin karena lututnya bengkak akibat luka tadi.

"Mau kemana? Bukankah ibu memintamu tidur di sini?" tanyaku saat dia hendak keluar.

"Mas senang kita tidur sekamar? Enggak kan? Aku juga capek tidur seperti pembantu." Sarkasnya.

"San." Kutahan pergelangan perempuan itu. "Kita tukeran. Aku tidur di bawah dan kamu tidur di atas." Saranku kasihan melihat kondisinya yang terluka.

Tanganku dihempas dan aku terkejut. Sepertinya Sania benar-benar marah karena kejadian siang tadi.

"Kenapa nggak dari kemarin mas berpikiran begitu? Aku enggak mau."

Lalu dia cepat-cepat keluar, aku hendak mengejarnya tetapi ibu datang menghalangiku bersama bi Endang yang berdiri di belakang kursi rodanya.

"Bu, Sania-"

"Sania sudah izin sama ibu. Kasihan dia, Nak. Kalau kamu nggak mengizinkan dia satu kamar denganmu, setidaknya jangan membuat dia tidur di bawah," ujar ibu menegur. Menatapku kecewa, "Dia istrimu, Nak. Bukan pembantu. Bahkan Bi Endang saja kita tempatkan di kamar berfasilitas ranjang."

Aku cuman bisa diam tertunduk lesu. Sekarang, aku sadar sikapku sudah keterlaluan pada Sania.

***

Author

Keesokan harinya.

"Kita mau kemana Jihan?" tanya Sania pada Jihan. Usai mobil mereka melaju membelah jalanan kota.

Di pagi Minggu ini, Jihan mengajak sahabatnya itu pergi ke suatu tempat yang sampai sekarang Jihan tak mau memberitahunya.

"Lo ikut aja, San. gue yakin lo bakal suka sama tempat ini."

Aku Hanya Ingin Menikahi KembaranmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang