15. Rumah Sakit

152 6 1
                                    

"Keraguan itu hadir, entah sebagai pertanda atau sebagai pengacau pikiran saja."

—Sylvia Ivy Vianly.

***

Hari ini adalah hari pertama Ivy bekerja di rumah sakit milik keluarganya, Vianly. Ya, keluarga dari ibunya. Jika kemarin-kemarin Ivy fokus kepada keluarga Pati atau keluarga besar dari ayahnya, kini Ivy yang menjadi cucu tunggal di keluarga Vianly jelas menjadi pewaris dari semua kekayaan keluarga tersebut. Jelas juga, rumah sakit di mana ia bekerja sekarang adalah rumah sakit yang akan menjadi miliknya.

Tentu saja Ivy tidak sendirian, ia bersama dengan sang kekasih yang berprofesi serupa, menjadi dokter juga. Ternyata memang enak ya satu profesi dengan pasangan. Jadwalnya sama, pemikirannya juga cenderung sama. Ivy tak bisa membayangkan jika ia bukan bersama dengan Raka saat ini, apakah ia akan sebahagia sekarang atau justru tidak bahagia.

"Kamu kenapa sayang banget sama aku sih, Ka? Kayak, semua yang aku minta ke kamu tuh selalu kamu kasih gitu. Padahal kan kadang aku minta yang aneh-aneh. Keluarga aku aja yang kenal aku dari lahir, gak seberani kamu untuk melakukan itu. Mereka lebih memilih untuk bodo amat sama perasaan aku. Tapi kamu beda sama mereka. Kamu selalu berusaha buat jadi yang terbaik. Kamu selalu berusaha buat kasih apa pun yang aku mau."

Pertanyaan itu memang muncul di benak Ivy sejak semalam, oleh karenanya lah Ivy tidak bisa tidur sampai jam setengah empat. Ya, hanya karena memikirkan jawaban apa yang akan kekasihnya sampaikan. Hingga akhirnya pagi ini gadis yang mengenakan snelli itu memberanikan diri untuk bertanya kepada pria di hadapannya.

Alih-alih menjawab pertanyaan dari gadisnya, yang Raka lakukan justru menggenggam erat tangan Ivy dan mengusapnya secara lembut. Dari tindakannya itu benar-benar terkesan tulus dan terkesan jika ia memang sangat mencintai kekasihnya.

"Kamu itu udah bukan lagi sebatas pacarku, Vy. Udah bukan lagi sebatas tunangan. Udah bukan lagi sebatas kekasih. Kamu lebih dari itu, Vy. Kamu itu duniaku. Ini beneran, bukan gombalan belaka. Karena kamu, aku jadi tau gimana rasanya beneran hidup. Karena kamu, aku jadi tau gimana rasanya beneran jatuh cinta. Sebelum kenal kamu, aku gak tau semua perasaan itu. Makanya sejak awal aku menyatakan perasaan aku ke kamu, sejak awal kita pacaran, aku memiliki tekat yang besar untuk benar-benar membahagiakan kamu. Aku mau kalau kamu itu selalu bahagia. Dan apa yang kamu minta, pasti itu hal yang bikin kamu bahagia."

Jawaban mengharukan dari Raka langsung membuat Ivy meneteskan air matanya. Ia dapat merasakan ketulusan pria yang ia cintai. Ia dapat merasakan bentuk cinta yang tak ternilai dari pria tampan itu. Sebenarnya amalan apa yang Ivy perbuat sampai-sampai ia seberuntung ini sekarang? Beruntung karena memiliki tambatan hati yang begitu tulus.

"Kalau kita gak jodoh, kamu bakalan apa, Ka?" tanya Ivy dengan pandangan ke bawah, ia tak berani menatap Raka yang seolah-olah sedang mengintimidasinya. Ia tak berani menatap netra pria tampan itu. Pria yang bertahun-tahun mencintainya dengan sangat besar.

"Kamu mau kita putus apa gimana, Vy? Kamu udah gak cinta sama aku? Kamu udah gak sayang sama aku?" tanya Raka dengan suaranya yang gemetar.

Sejujurnya, ketakutan Raka yang paling dalam adalah kehilangan Ivy-nya. Kehilangan gadis cantik yang selama ini ia cintai dengan tulus. Kehilangan gadis cantik yang selalu sebal dan marah-marah jika rencananya tidak berjalan mulus, sehingga Raka pun turut kena imbasnya.

Ivy itu sudah benar-benar Raka anggap dunianya. Kehancuran Ivy adalah kehancurannya juga. Oleh karena itu, Raka selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kekasihnya.

"Ya enggak mungkin lah aku putusin kamu, Ka! Kalau aku berbuat kayak gitu, itu namanya aku perempuan paling bodoh di dunia ini. Kamu itu udah cukup, bahkan kamu lebih dari kata sempurna. Aku mau cari yang kayak gimana lagi coba? Kamu udah yang paling juara. Cuman ya aku penasaran aja, apakah nantinya kita beneran berjodoh atau enggak. Apakah nantinya kita emang ditakdirkan untuk bersama atau enggak."

Seolah meyakinkan kekasihnya dengan mengusap lembut jemari mungil dari gadis itu, Raka menjelaskan, "Siapa sih yang mau misahin kita, Vy? Gak ada yang berani misahin aku sama kamu, jadinya ya kita bakalan tetep bersama. Kamu enggak perlu khawatir sayang, kita pasti bakalan bareng-bareng terus."

Ucapan Raka seolah benar-benar meyakinkan Ivy. Namun entah mengapa gadis itu ragu dengan hubungannya. Ragu apakah semua yang terjadi dalam hubungan ia dengan sang kekasih benar-benar akan berjalan semulus yang mereka inginkan dan rencanakan atau tidak. Pandangan ke depan dalam hubungan mereka memang menikah, tetapi apakah Tuhan benar-benar merestui? Perasaan Ivy benar-benar tak karuan sedari semalam. Ia merasa ada yang tak beres dalam hubungannya ke depan.

Sejenak Ivy berpikir, apakah yang dikatakan oleh Natasya ada benarnya? Apakah memang Ivy sebenarnya tidak mencintai Raka? Apakah selama ini kehadiran Raka hanya menjadi pengganti di saat Ivy tidak bersama dengan Ravin?

Jika memang seperti itu, agaknya Ivy pantas dinobatkan sebagai wanita paling jahat di dunia ini. Ivy menyakiti hati banyak orang. Ivy menghancurkan banyak mimpi orang.

Seharusnya Ivy sadar jika ia yang memulai ini semua walaupun dipaksa oleh keluarganya. Ivy yang sudah mengingkari janji dengan Ravin dan meninggalkan pria tersebut. Ivy yang sudah menerima Raka sedari awal. Ivy yang sudah membangun banyak masa depan dengan Raka.

"Kamu kenapa sih, Vy? Kayaknya kamu khawatir banget gitu," ujar Raka yang heran dengan perubahan raut wajah kekasihnya. Tak biasanya Ivy melamun saat bersamanya. Tak biasanya Ivy memikirkan banyak hal, apalagi hal yang belum terjadi.

"Ah, enggak kok, Ka. Aku baik-baik aja. Kayaknya bener deh omongan orang lain. Pernikahan itu menguras tenaga, waktu, pikiran. Makanya aku sekarang lagi kepikiran aja. Tapi harusnya gak usah dipikirin gak sih? Lagian kita juga belum ada omongan kapan pernikahannya dan lain-lain ya, kan? Toh juga aku gak bisa melangkahi saudara-saudaraku. Kamu kan tau sendiri," jawab Ivy santai.

"Iya, bener. Udah, gak usah dipikirin. Semuanya bakalan baik-baik aja kok, Vy. Percaya sama aku, kita bakalan bahagia. Semua mimpi yang saat ini kita rencanakan, pasti akan tercapai."

Itu masalahnya, Ivy ragu dengan rencana ini. Ivy merasa kurang yakin dengan keputusan yang ia ambil. Padahal faktanya, Ivy sudah sejauh ini. Faktanya, Ivy tak mungkin menghancurkan semua rencana yang sudah dibuat dengan matang. Sembilan tahun adalah waktu yang lama. Pun, pernikahan adalah hal yang sakral. Ivy tidak bisa macam-macam dengan pernikahan.

"Semoga aja ya, Ka."

***

Hai, Guys!

Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam untuk kalian semua yang baca cerita ini!

Rate cerita ini dong, dari MIPA VS AKUNTANSI sampai Dokter VS Akuntan!

Btw, kalian tim mana nih?
a. Ravinivy
b. Rakaivy

Sampai jumpa secepatnya!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

Dokter VS AkuntanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang