"Aku pikir hanya aku satu-satunya manusia paling tidak beruntung di dunia ini."
—Ayra Navita Abdipati.
***
Gadis cantik yang mengenakan piama biru itu sedang melamun dengan kaki yang terus bergerak di dalam air kolam, sejenak mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya menghelakan napasnya kembali.
Satu kata yang ingin ia sampaikan kepada dunia, ia lelah. Ia benar-benar lelah menghadapi dunia ini. Ternyata menjadi dewasa tidak semenyenangkan yang ia bayangkan sewaktu kecil dulu. Ternyata menjadi dewasa perlu mental sekuat baja.
"Ra, lo lagi ada masalah?" Tiba-tiba saja kehadiran gadis cantik yang usianya sepadan dengan Ayra membuat gadis itu terperanjat kaget sampai harus memutar bola matanya dengan jengah. Ia benci situasi ini, ia benci situasi di mana ia harus diganggu.
"Kenapa lo harus ngerasa kalau gue lagi ada masalah? Apa yang bikin lo kepikiran kayak gitu?" jawab Ayra dengan sengit.
Bukannya langsung merespon dengan jawaban, yang dilakukan oleh Vio hanya tertawa kecil saja, sebelum akhirnya menjawab dengan santai. "Gue tanya deh sama lo, Ra. Kita ini udah kenal berapa lama sih? Udah dari kecil banget, udah dari lahir, Ra. Gue jelas kenal lo kayak giman—"
"Stop sok tau tentang gue, Vio! Gue aja gak tau diri gue sendiri itu kayak gimana. Orang tua gue aja gak tau diri gue kayak gimana. Kenapa sekarang lo sok-sokan tau hidup gue, kepribadian gue, dan diri gue? Gak ada yang tau tentang gue!" sahut Ayra dengan sewot.
"Kalau lo lagi ada masalah, lo masih punya keluarga buat ceritain apa yang terjadi di kehidupan lo, Ra." Tangan Vio mengusap lembut punggung saudarinya itu, seolah menyalurkan kasih sayang. "Gue kenal lo, jelas kenal lo. Kita ini udah bareng dari kecil banget, Ra. Penilaian gue tentang lo itu gak kayak gini. Gue bahkan dulu selalu iri sama lo karena lo itu menurut gue sempurna banget. Gue dulu selalu insecure tiap di deket lo karena menurut gue lo itu ceria, pinter, bisa bikin semua orang tertarik sama lo. Daya pikat lo itu kuat, Ra. Makanya gue heran kenapa sekarang lo kayak gini. Makanya gue heran, kenapa sekarang lo diem, lo selalu pendam semua masalah lo sendirian. Kita semua ngerasain perbedaan sikap lo, Ayra."
Sedang Ayra yang sedari tadi mendengarkan Vio hanya bisa memalingkan wajahnya saja. Ia dengan jelas pun tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Ia sendiri pun tak tahu mengapa dirinya seperti ini. Ia tak mengerti mengapa sekarang yang ada di dirinya hanyalah kehampaan belaka saja. Ia selalu merasa sepi, ia selalu merasa bahwa semuanya hanyalah ramai yang tak pantas ia datangi.
"Mungkin lo belum benar-benar kenal siapa Ayra sebenarnya, Vio. Gue gak sesempurna itu."
***
"Kamu kenapa deh bawa aku ke taman kayak gini? Gak biasa-biasanya."
Saat ini sepasang kekasih yang hubungannya tinggal selangkah lagi itu singgah di taman yang sangat indah. Taman yang dipenuhi dengan anak anak di bawah lima tahun sedang bermain bersama keluarga cemaranya. Anak-anak di bawah lima tahun yang sedang tertawa bahagia saat berlari ke sana kemari.
"Lagi pengen aja sih, Vy. Katanya taman itu salah satu tempat yang romantis. Katanya taman itu melambangkan kebahagiaan. Makanya aku milih ajak kamu ke taman karena aku mau melambangkan itu semua. Melambangkan kebahagiaanku soal pernikahan kita yang sebentar lagi bakalan terselenggara. Kamu bahagia gak, Vy?" ujar Raka diakhiri dengan pertanyaan retoris.
Ivy tertawa mendengar perkataan sekaligus pertanyaan dari Raka, gadis itu menggeleng cepat dan tersenyum manis. "Aneh kamu tuh! Pertanyaan kamu tuh retoris banget tau gak sih? Mana mungkin aku gak bahagia sama kamu coba? Kita udah jalan berapa tahun sih, Sayang? Kalau aku gak bahagia sama kamu, gak mungkin kita selama itu. Gak mungkin kita bisa sampai di titik ini. Gak mungkin kita mau menikah sebentar lagi. Kamu itu satu-satunya cowok yang bisa bikin aku bahagia. Kamu itu duniaku, Raka. Aku pikir, aku gak mungkin kecewa sih kalau sama kamu. Karena kamu selalu punya cara sendiri buat bikin aku bahagia, kan?"
Memberikan jari kelingking untuk ditautkan oleh kekasihnya seolah menyimbolkan bahwa Raka memang berjanji tidak akan pernah menyakiti Ivy. Raka berjanji akan selalu membuat Ivy bahagia. Raka berjanji untuk selalu menjaga kepercayaan Ivy, tak akan pernah menghancurkan semua kepercayaan yang sudah diberikan oleh gadisnya itu.
"Pasti aku akan selalu bikin kamu bahagia, Ivy."
***
"Temennya Ivy ya?"
Baru saja akan memasuki kediaman sang kekasih, Raka justru disuguhkan dengan kedatangan gadis cantik yang pernah ia lihat beberapa waktu lalu. Pria itu tentu saja langsung bertanya, karena pastinya kedatangan gadis itu untuk maksud dan tujuan tertentu, bukan? Bukan hanya memantau dari luar saja.
"Eh iya," jawabnya dengan ragu. "Nama gue Kayla," lanjutnya sembari memperkenalkan diri.
"Oke, Kayla. Gue Raka. Masuk aja kalau mau ketemu Ivy. Ivy ada di dalem rumah kok. Kenapa nunggu di luar segala coba?" Meskipun baru saja kenal dengan sahabat Ivy itu, Raka tetap berusaha untuk ramah. Ya, meskipun ia tahu jika hubungan antara Ivy dan Kayla sedang ada masalah yang nampaknya tak kunjung selesai sejak bertahun-tahun silam, namun Raka tak mau terlalu ikut campur. Biarkan saja itu menjadi privasi bagi sang kekasih.
Mempersilakan Kayla untuk masuk ke dalam kediaman Ivy beriringan dengannya membuat Raka sedikit merasa kaku. Ia tak tahu rasanya harus mencari topik seperti apa. Ia tak tahu harus membicarakan apa.
"Kayla?" Entah kebenaran macam apa yang sedang Tuhan kirimkan saat ini. Saat Ivy sedang menuruni anak tangga karena tahu mobil sang pujaan hati sudah terparkir rapi di depan rumahnya, Ivy justru melihat sang sahabat lama yang sedang masuk ke dalam kediamannya bersamaan dengan Raka.
"Lo ngapain ke sini?" tanya Ivy dengan nada malas. Padahal Ivy tidak ada masalah apa pun dengan gadis itu, namun rasanya melihat Kayla selalu membuat Ivy merasa bersalah. Merasa bersalah karena telah kabur. Merasa bersalah karena dirinya yang dulu tak berani mengambil langkah, dirinya yang dulu hanya bisa setuju dengan keputusan yang diambil oleh keluarganya saja.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Ivy, Kayla justru mengeluarkan selembar undangan berwarna putih gold yang terbungkus sangat rapi. "Karena gue gak punya nomer lo, gue mau kasih ini secara langsung aja. Besok ada reuni SMP, terserah lo mau dateng atau enggak, yang jelas kehadiran gue ke sini cuman buat jalanin amanah ini aja. Anak-anak pastinya berharap angkatan kita bisa hadir semua, terlebih udah bertahun-tahun lo gak hadir dan kita gak tau kabarnya gimana. Suatu kebahagiaan pastinya kalau lo bisa hadir di tengah-tengah kita."
Do you get deja vu?
Reuni SMP, artinya Ivy harus kembali bertemu dengan Ravin dan segala kenangan buruk di masa lalu. Apakah Ivy akan siap untuk datang? Apakah Ivy tidak lagi menjadi pengecut seperti dulu?
"Mau apa kamu ke sini, Kayla?"
***
Hai, long time no see! Aaa aku kangen banget sama kalian! Apa kabar nih kalian? Semoga baik-baik aja ya! <3
Jangan lupa untuk terus ikuti perjalanan Sylvia Ivy Vianly oke!
Jangan lupa vote dan komen!
Xoxo,
Luthfi Septihana 🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Dokter VS Akuntan
RomanceSequel dari "MIPA VS AKUNTANSI" Sangat disarankan untuk baca MIPA VS AKUNTANSI terlebih dahulu. Pernahkah kalian merasa diasingkan oleh keluarga sendiri? Pernahkah kalian merasa dianaktirikan oleh keluarga sendiri? Padahal, nyatanya kalian sudah men...