12. Girls Time

97 7 0
                                    

"Mulai malam itu, aku bertanya-tanya perihal diriku sendiri. Apakah aku memang tidak layak untuk bahagia? Apakah hanya aku yang tidak diperbolehkan mengenal cinta?"

—Ayra Navita Abdipati.

***

"Dulu perasaan kita sering banget main bareng-bareng ya, kan? Sekarang masing-masing dari kita udah hebat, udah bisa jadi dokter. Sekarang masing-masing dari kita udah punya pasangan, udah tau jalan hidupnya mau dibawa ke mana."

Malam ini diiringi dengan taburan bintang di atas langit, cucu-cucu dari keluarga Pati sedang berkumpul. Mereka semua sedang menikmati hangatnya air kolam renang yang sebelumnya sudah mereka atur, dicampur dengan sepoi angin kota Semarang yang cukup membuat kulit menggigil.

"Kalau gue boleh jujur, gue sama sekali gak berekspektasi keluarga kita bakalan kayak gini loh sebenarnya. Soalnya kita semua kan tau ya gimana sosok Sylvia Ivy Vianly yang sangat keras kepala itu. Ivy tuh harus dapetin apa yang dia mau, jadinya ya gue yakin kalau Ivy gak pernah bakalan bisa jadi dokter karena dia gak mau. Tapi kenyataannya kita sampai di titik ini sekarang, kita bisa liat seorang Ivy saudara kita yang paling keras kepala akhirnya bisa jadi dokter dan punya calon suami yang baik banget," ucap Vio, seorang gadis yang mengenakan hoodie berwarna hitam dengan rambut cokelat panjang yang digerai.

Natasya mengangguk setuju, memberikan pro kepada ucapan saudaranya itu. Ia langsung menjentikkan jemarinya, menambah kesan excited. "Yash! Gue juga mikirnya kayak gitu! Gue mikir kalau di antara kita semua, yang beda sendiri ya Ivy. Gue mikir di antara kita semua yang bakalan enggak jadi dokter ya Ivy karena emang dia sendiri yang gak mau dan Ivy tipikal orang yang gak bisa dipaksa. Taunya sekarang Ivy jadi dokter juga dan gue jamin kalau dia bakalan jadi dokter yang hebat."

Ivy membalas perkataan saudaranya dengan gelak tawa. Ia langsung menggelengkan kepalanya. "Gue juga mikir gitu lagi! Bukan cuman kalian doang yang mikir kayak gitu. Ya siapa sangka ya kan sosok Sylvia Ivy Vianly bisa jadi dokter kayak sekarang. Mana dapet pasangan dokter juga lagi."

Cukup hening sejenak, tak ada yang berani bersuara di tengah bunyi jangkrik terdengar syahdu di antara mereka semua. Wanita-wanita cantik itu hanya bergelut dengan pikiran mereka sendiri, diam tanpa menyuarakan apa yang sedang mereka perbincangkan di benak.

"Lo semua yakin gak sih sama sebuah pernikahan? Makin ke sini kok gue makin takut aja ya sama sebuah pernikahan. Yeah, i know kalau gue di sini gak boleh langkahin kalian, gue yang terakhir menikah di antara kalian semua. Makanya gue butuh banyak kalimat penenang supaya gue punya alasan buat menikah."

Tiba-tiba saja di menit kelima keheningan tercipta, Nuril mulai bersuara. Lebih tepatnya menciptakan ruang untuk diskusi karena kegelisahan yang sedang ia hadapi.

Nuril adalah putri tunggal dari Madenta Laksa Gentapati, putra bungsu di keluarga Pati. Di aturan keluarga Pati, tidak boleh saling melangkahi dalam urutan pernikahan. Oleh karena itu, Nuril menjadi list paling akhir karena ia tidak boleh menikah duluan, ia harus menunggu saudaranya yang lain untuk menikah dahulu. Ya memang keluarga Pati merupakan keluarga yang aneh, masih saja berlagak seperti orang jadul, tetapi memang seperti itu adanya mereka. Mereka memang menganut ajaran demikian.

"Ril, sebagai kakak tertua di sini dan satu-satunya orang yang udah nikah di sini, gue cuman bisa jawab sedikit dari pertanyaan lo. Nikah itu enak kalau dilakukan sama orang yang kita sayang. Nikah itu bakalan ngerasa bahagia kalau emang kita beneran nemu orang yang tepat. Lo gak bakalan jadi orang lain kalau orang yang nikah sama lo beneran cocok sama lo. Lo bakalan ngerasa kayak ada di rumah, nyaman. Dan gue yakin kalau tunangan lo adalah orang yang tepat buat lo. Gue yakin kalau sama dia, lo gak bakalan jadi orang lain. Dia bakalan jadi rumah buat lo, Ril."

Dokter VS AkuntanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang