Seorang lelaki membuka tirai jendela, membiarkan sinar matahari masuk kedalam kamarnya, kemudian berjalan kearah balkon. Matanya terpejam menikmati hembusan angin yang menerpa wajah tampannya.
"Chandra."
Sebuah suara yang menginterupsi membuat lelaki itu menoleh.
"Yes, mom?"
"Ayo makan." Ujar wanita cantik sembari mengelus pucuk kepala anaknya.
Chandra tersenyum, "Are you okay, mom?"
Wanita paruh baya itu menatap anaknya heran, "I'm okay baby.. what happened?"
"Mama, berjanjilah padaku untuk selalu tersenyum." Gumam Chandra secara tiba-tiba membuat Asti tercekat.
"Chandra.. percayalah kepada mama, mama baik-baik saja."
"Aku hanya mengkhawatirkan mama jika sewaktu-waktu mama melihat laki-laki itu lagi."
Asti menghembuskan nafasnya, "Chandra tak seharusnya kamu membenci papa."
"Maaf ma.. tapi chandra udah terlanjur benci." Jawab Chandra, bahkan jika didengar dari cara anak itu berucap, sama sekali tidak ada nada gentar dalam kalimatnya.
Chandra menoleh, menatap wajah cantik milik ibunya, "Chandra bukan anak kecil lagi, mom. Chandra udah tau semuanya."
"Anak mama sudah besar ya.. maaf karena mama selalu berbohong kepada Chandra. Maaf karena mama bawa-bawa kamu ke masalah mama, maafin mama Chan.. maaf karena kamu jadi korban utamanya." Lirih Asti sembari menunduk dalam.
"Mama nggak salah, mama baik, mama cantik, mama adalah ibu terbaik buat Chandra, makasih ya ma.. makasih karena udah mau melahirkan dan merawat Chandra. Makasih mama udah mau bertahan buat Chandra, sekarang giliran Chandra yang harus jagain mama."
Suara isakan terdengar, Chandra segera merengkuh tubuh ibunya, memberikan pelukan hangat sebisanya.
"Chandra sayang mama."
*****
Siang harinya, sepulang sekolah dengan langkah malas Naren berjalan memasuki rumah megah bak istana, menunduk lesu, sama sekali tak bersemangat.
"Nana!"
Suara itu membuat Naren menoleh cepat, dilihatnya ada Alesha yang sedang duduk diruang tengah dengan kakaknya, menonton sebuah serial tv.
"Kemarilah, aku membuat pancake, apa kau tidak ingin mencoba?"
Naren mendekat, kemudian tersenyum saat tunangan kakaknya itu memberikan sepiring pancake kepadanya.
"Terimakasih."
Alesha mengangguk, "Aku akan membawa Aiden ke rumah sakit-" Alesha menjeda ucapannya, sedikit ragu untuk melanjutkan kalimatnya tersebut.
"Apa kau mau ikut?"
Naren tersenyum tipis, "tidak, terimakasih. Lagian aku juga akan pergi kerumah David."
"Apa kau sudah ijin kepada mama papa?" Aiden menyela.
"Untuk apa? Toh aku ada di rumah atau tidak, bukan masalah besar bagi mereka."
"Nana, mereka tetap orang tuamu."
"Tidak- mereka itu orang tuamu bukan orang tuaku." Ujarnya dingin.
"Pergilah, dan hati-hati." Pesan singkat yang Naren tujukan kepada kakaknya.
Naren menoleh kearah Alesha yang terdiam ditempatnya, "tolong-jagakan kakakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
NARENKANA | Na Jaemin
Fanfiction[BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] "Ma.. dingin.. boleh peluk Naren nggak?" "Pa, sakit.. jangan pukul Naren lagi" "Kak.. maaf kalo Naren punya salah" Dunianya hancur, ingin rasanya Naren menyerah, sudah cukup kesengsaraaannya, ia hanya ingin bahagi...